Â
BUKAN BANK SYARIAH TETAPI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH.
( Penamaan yang salah kaprah untuk Bank Syariah )
Â
Saya kaget saat pertama kali mendengar dosen saya Dr. M. Adnan Akhyar - sekaligus salut atas pemikiran dan analisanya-, dalam kuliah Lembaga Keuangan dan Perbankan Syariah, bahwa selama ini penamaan Bank Syariah sedari awal adalah salah kaprah. Nomenklatur yang lebih tepat bukanlah Bank Syariah akan tetapi Lembaga Keuangan Syariah. Mengapa demikian ?. Simak keterangan berikut ini yang sebagian informasinya saya nukilkan dari pendapat beliau dan beberapa pakar yang lain.
Alasan pertama : orientasi.
Seperti yang kita ketahui bahwa bank bersifat profit oriented murni, sehingga dalam pelaksanaannya bank dituntut untuk selalu menaikkan keuntungan dari waktu ke waktu. Keuntungan tidak boleh tetap atau bahkan turun, sebab jika demikian bank itu terancam akan ditutup. Sedangkan pada lembaga keuangan syariah orientasi aslinya adalah mengutamakan asas ta`awun atau berlandaskan prinsip saling tolong menolong diantara sesama yang diuatamakan diatas kepentingan mencari keuntungan. Dalam arti boleh mencari keuntungan sekedarnya dengan tetap mengutamakan prinsip tolong-menolong terhadap sesama.
Pada kenyataanya yang terjadi justru sama saja, baik Bank konvensional maupun Bank Syariah sama sama mengejar keuntungan sebanyak banyaknya serhingga kurang memperhatikan nasib custimer. Sehingga penamaan Bank kurang cocok dan lebih pas dengan istilah Lembaga Keuangan Syariah.
Sebenarnya orientasi tersebut bermula dari adanya perbedaan permasalahan dalam ekonomi konvensional dan ekonomi syariah. Permasalahan ekonomi konvensional adalah terbatasnya alat pemenuhan kebutuhan yang tidak sebanding dengan kebutuhan manusia yang tak terbatas, sedangkan pada ekonomi syariah masalah ekonomi ada pada distribusi kekayaan yang tidak merata.
Hal ini disadari berdasarkan realitas bahwa, Ekonomi konvensional pada hakikatnya adalah hasil analisa akal pikir manusia yang melahirkan teori dan cara agar seseorang mendapatkan keuntungan dan modal yang sebanyak banyaknya. Efek yang ditimbulkan dari pola pikir ini adalah seseorang cenderung egois dan kurang memperhatikan nasib orang lain. Berbeda dengan ekonomi syariah yang hakikatnya adalah ajaran ketuhanan yang dituangkan dalam Al-Quran dan Al-Hadist yang sangat mekankan pada moralitas yang baik, memperhatikan nasib tetangga dan saudara, mendahulukan kepentingan orang lain, meolong terhadap sesama dan lain sebaginya.
Alasan kedua : wewenang dan sector bisnis.
Alasan selanjutnya adalah terkait dengan tugas dan wewenang. Pada dasarnya tugas bank berdasarkan UU no. 10 tahun. 1998, diantaranya adalah; menghimpun dana dari masyarakat, memberi kredit, menyalurkan pembiayaan, menyediakan tempat penyimpanan dan mentransfer uang, jika merujuk pada regulasi tersebut maka sesungguhnya tidak ada masalah dengan penamaan Bank Syariah. Karena aktivitas yang dilakukannoleh Bank Syariah sudah sesuai dengan koridornya.
Namun jika kita melihat pada larangan yang diberlakukan untuk perbankan, yakni bahwasannya Bank itu tidak boleh menjalankan bisnis real diluar sector keuangan, maka penamaan Bank Syariah menjadi bermasalah, sebab bank sama sekali tidak boleh melakukan aktifitas bisnis atau perniagaan nyata. Sedangkan yang dilakukan oleh Bank Syariah -dalam hal ini adalah pembiayaan melalui produk-produknya, seperti akad murabahah, akad mudharabah, akad salam, akad ishtishna' akad ijaroh, dll -, semua itu adalah bentuk dari tijaroh atau perdagangan. Ini tidak sesuai dengan regulasi yang ada.
Sehingga disinilah Dr Akhyar mengkritik penamaan Bank Syariah yang mana Bank Syariah di Negara kita ini dimanapun kedudukannya, semua Bank Syariah itu melakukan bisnis nyata yang sebenarnya kurang sesuai dengan prinsip dan larangan yang berlaku untuk bank pada umumnya. Beliau menawarkan solusi, sebenarnya penamaan yang lebih sesuai adalah lembaga keuangan syariah. Alasannya simple, LKS Syariah diperbolehkan melakukan aktivitas jual beli atau bisnis real. Atau bisinis di sector selain keuangan.
Akan tetapi menurut hemat penulis penamaan ini juga akan menjadi bias, membingungkan dan akan tumpang tindih, karena tidak akan ada perbedaan antara lembaga keuangan syariah bank dan non bank, yang berpengaruh terhadap siapa nanti yang memiliki otoritas dan lebih berhak dalam mengawasi aktivitas lembaga keuangan tersebut, apakah OJK atau Kementrian Koperasi.
Memang nama sekedar istilah saja, namun nama menjadi penting jika dikaitkan dengan peraturan untuk menjamin ketertiban dan jaminan terhadap hak dan kewajiban masing masing pihak yang terkait. Maka selanjutnyabterserh anda. Adapun penulis sendiri berpegang pada kaidah "al 'ibrotu bi umumi allafdzi la bikhususi al-sababi" yang artinya yang dianggap adalah keumuman makna lafadz bukan pada kekhususan sebab. Dalam hal ini Bank Syariah sudah memenuhi prinsip-prinsip umum bank, meskipun dalam penerapannya bank melakukan bisnis diluar sector keuangan yang mana bertujuan agar akad-akad yang ada dalam Bank Syariah menjadi halal hukumnya (adanya underlying asset).
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H