Suara ongekan terdengar dari ruang bersalin sebuah rumah sakit di kota Batusangkar. Tangis bahagia pecah menyelimuti. Tak disangka sepasang suami istri baru saja menjadi orang tua.
Bayi mereka terlahir perempuan, cantik, sempurna dan sehat. Tak terhitung berapa kebahagiaan yang saat itu mereka rasakan. Gadis kecil tumbuh dan dibesarkan penuh kasih sayang Abi dan Ibunda.
04 Februari 2008, tanggal hadirnya Gadis Kecil ke dunia ini. Ternyata, hari pernikahan Abi dan Ibunda, juga di bulan Februari. Tepatnya di tanggal 27 Februari 2007. Februari, penuh kebahagiaan dan bermakna di hidup Abi, Ibunda, dan juga Gadis kecil.
Kehidupan gadis kecil, ia lewati dengan keceriaan dan gelak tawa. Isak tangis Gadis bisa dihitung jari, jaaaaraaang sekali. Ia menangis hanya ketika bangun tapi ia tak melihat wajah Ibunda.
Ketika kecil, gadis tidak suka memakai popok, ia alergi dengan benda itu. Secara tidak langsung menambah list panjang pekerjaan Ibunda. Pernah suatu waktu Ibunda memakaikannya ketika gadis terlelap dalam mimpi indahnya. Namun nihil gadis menyadarinya, ia pun langsung menangis dan mengamuk.
Masa kecil gadis lebih banyak ia habiskan di Kampung Halaman. Ia tumbuh dan berkembang bersama anak-anak nenek yang berjumlah 11 orang kala itu. Namun perlahan anak nenek mulai bekerja, pergi merantau, dan mulai menikah. Tersisa yang menemani gadis bermain, anak nenek nomor 8, 10 dan juga 11.
Usia 2 tahun, Gadis MPASI. Dan disaat itu, Ibunda mulai bekerja kembali. Ibunda bekerja di kota Padang Panjang, sedang Gadis tinggal bersama nenek di kampung halaman, Batusangkar. Bertepatan dengan ini, gadis mulai cengeng.
Namun sayang, datang seseorang yang mengganggu kebahagiaan mereka. Abi, Ibunda dan Gadis memanggil ia dengan sebutan “Mak Ijah”. Mak ijah bagai Api dalam Sekam. Diluar ia terlihat baik, tak disangka di dalam hatinya busuk.
Mak Ijah sering membuat Gadis menangis kala itu. Ketika didekat Ibunda, ia terlihat seperti orang yang sayang dan peduli dengan Gadis. Di belakang Ibunda, ia memperlakukan Gadis dengan tidak baik. Mak Ijah sering memarahi Gadis, mencacinya, bersikap tidak adil, padahal Gadis tidak berbuat apa-apa.
Mak Ijah menjadi alasan Gadis untuk pindah meninggalkan kota kelahirannya. Ia pergi dari Batusangkar, dan menetap di Padang Panjang, bersamaan dengan dimulainya pekerjaan Ibunda disana.
Dan tepat disaat ini, keluarga Abi, Ibunda dan Gadis didatangkan sebuah Ujian Berat. Abi mendapatkan sebuah penyakit yang tidak terdiagnosis oleh Ilmu Kedokteran.
Penyakit Abi sebenarnya sudah beliau derita sejak bujangan. Puncaknya terjadi ketika Abi dan Ibunda menikah, disaat pelaksanaan adat nikah, Abi jatuh pingsan. Kemudian darah mengalir deras dari dua lubang hidung Abi. Suasana panik? Rusuh? Pastilah terjadi saat itu.
Selang waktu beberapa jam, Abi berhasil sadar. Ibunda langsung menghembuskan nafas lega. Acara adat kemudian dilanjutkan.
Usia 2 bulan pernikahan, sakit Abi tidak terlalu mengganas. Namun 7 bulan Gadis tumbuh di rahim Ibunda, sakit abi bangkit kembali. Pengobatan yang dilakukan sampai ke pulau Jawa. Bandung, kota tujuan Abi mencari jalan cerah sembuh dari sakitnya.
Syukurnya, sepulangnya Abi dari Bandung, kesembuhan berhasil didapati . Detik jelang Gadis lahir, Abi dapat menyaksikan kelahiran gadis kecilnya.
Dan si Mak Ijah, entah apa yang terjadi dengan dirinya, entah api apa yang menyulutnya, sikap Ijah semakin menjadi-jadi. Puncaknya ia memarahi Gadis yang bergelut dengan anaknya, ketika sedang menonton TV. Tiba-tiba ia mengambil remot dan berteriak kepada Gadis. Peristiwa itu berhasil menjadi memori dan ingatan buruk yang akan selalu Gadis ingat.
Awalnya, Gadis sempat down diusia pertumbuhan nya, sekitar usia ±4,5 tahun. Ia menangis seharian dikamar, takut bertemu Ijah, dan tidak ingin pulang kampung.
Perbuatan Mak Ijah kepada Gadis, tak memadamkan semangat tumbuh Gadis. Ia mulai membuka diri dan mengembalikan keceriaan diwajahnya. Ia ingin membuktikan diri kepada Ijah bahwa Gadis kecil yang dulu ia maki, hina bisa tumbuh menjadi seseorang yang dewasa dan maju di masa depan. Setelah peristiwa itu, ia tidak terlalu mempedulikan Ijah.
Waktu berjalan, hari berlalu, begitu dengan Gadis. Ia kian tumbuh besar dan cerdik. Sayang seribu sayang, masa pra-Tk yang gadis lalui tidak sesuai ekspektasi dirinya. Di TK ia sering di pencil teman-temannya. Susah sekali beradaptasi dan bersosialisasi di lingkungan baru. Ia pindah dari kampung halaman ke kota Padang Panjang ketika berusia 4 tahun. Lambat laun, Gadis akhirnya bisa berteman dan berhasil bahagia di lingkungan barunya.
Usia 6,5 tahun, Ibunda berjuang sana sini mencari sekolah yang tepat untuk gadis. MIS REY, Sekolah pertama yang dituju Ibunda. Nihil, gadis tidak diterima disana, Gadis tidak mencapai batas usia (7 tahun). Perjuangan Ibunda berlanjut ke MI MIUT, namun sama, usia lagi lagi menjadi alasan Gadis gagal bersekolah disana. Akhirnya, perjuangan Ibunda menemukan titik terang. Gadis akhirnya bersekolah di SDN 02.
"Setiap manusia, akan menemui Ajal di waktu yang telah ditetapkan Allah SWT". Begitulah, pepatah mengakatakan. Ya, di tanggal 22 bulan Februari 2016, Nenek yang berperan dan menjadi saksi Pertumbuhan Gadis, pergi meninggalkan kehidupan fana dunia. Hari itu tak terhitung berapa juta tetes air mata yang keluar dari Mata indah Gadis. Semua kebaikan, kenangan indah yang tercipta bersama nenek, memenuhi benak Gadis. Tangis yang keluar, semakin deras ketika Gadis mengingat semua itu.
Di balik semua peristiwa, pasti ada hikmahnya. Benar saja, ketidaklulusan Gadis di sekolah yang diinginkan Ibunda dan dirinya, memberikan banyak keberuntungan dan kebaikan untuk Gadis.