Namaku Mumtazah Naim, orang-orang mempersingkatnya dengan memanggilku mona. Entahlah, kata mona tak tau datang darimana. Tak sekali dua kali orang-orang menanyaiku akan hal itu.
Ini tentang diriku di hari Sabtu 08 Oktober 2022. Tepat 2 minggu sebelum hari itu datang, aku memberanikan diri untuk mendaftar mengikuti suatu ajang lomba bergengsi se-Sumatera Barat. Itu ajang yang sudah WOW bagiku. Acara itu milik SMAN 1 Padang Panjang.
Ketika mengakses link pendaftaran jariku tertuju dengan sebuah lomba yang Masya Allah.
Lomba itu memang sudah pernah kucercah dahulunya. Diantara banyak pilihan, hatiku yakin ingin mengikutinya. Hatiku seakan tergerak sendiri.
Tanpa berlama-lama, jari jemariku gesit mendaftarkan aku pada ajang itu. Cabang lomba itu adalah lomba Tahfidz. Dan segera aku menyelesaikan administrasi.
Tentu, suatu hasil tanpa usaha, ya sama dengan 1 dikali 0 bukan? Di hari hari sebelum hari H, diriku bukannya murajaah sebagai usaha, tetapi malah overthinking terhadap sesuatu yang belum pasti.
Hari demi hari, sesuatu yang sudah penuh di kepala, akhirnya meledak. H-7 dari lomba diriku sudah di tes, diuji, yang menggerakkan hatiku untuk melakukan yang seharusnya kulakukan.
Tiap waktu luang kucoba untuk berusaha, bahkan mencuri kesempatan. Dimulai dengan murajaah juz 30, dan kulanjutkan dengan juz 1.
Semakin hari itu mendekat, semakin aku ingin berlari menjauhinya.
Pagi hari 08 Oktober 2022, ku awali dengan shalat shubuh. Menjelang mentari menyingsing menampakkan eloknya, aktivitas ku isi dengan murajaah persiapan tampil nantinya.
Tak banyak harapan kutumpukan, sikap pasrah lebih mendominasi di hari itu. Sinar mentari semakin terbang tinggi memenuhi langit pagiku, cerah secerah wajah semangat dan antusias yang ibuku tampakkan padaku.
Sebelum kakiku melangkah meninggalkan rumah dihari itu, aku berbalik arah dan pergi meminta doa restu dari ibuku.