Mohon tunggu...
dhuL.idhuL
dhuL.idhuL Mohon Tunggu... with all of my heart, do the best for Him.... -

Masih mengumpulkan berbagai novel, masih menyukai warna hijau dan sedang belajar menulis di sela-sela menikmati hidup pemberianNya :) Intinya, saya sedang bersyukur !

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bukan Pembelaan, karena Saya Bukan Fans Si Golden Ways

10 September 2016   13:35 Diperbarui: 10 September 2016   18:24 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sahabat Super, bagaimana kabar anda? Tentunya luar biasa sekali, bukan?

Mungkin begitu ya gaya Bapak Si Golden Ways yang sangat kita kenal. Iya, Mario Teguh, seorang motivator terkenal dan handal di Indonesia karena berbagai quote, nasehat, kata bijak yang senantiasa ia lontarkan kepada khalayak. Jujur, semenjak kemunculan dan ketenaraannya menghiasi berbagai media sosial, tidak pernah saya memperhatikan beliau ini. Entahlah, bijak sih, bagus sih, keren sih, tapi saya kok malas ya untuk memajang quote-nya sebagai status BBM atau pun dengan sengaja berbagi link tentangnya di timeline FB saya. Bukan benci, hanya tidak tertarik saja hehehehe.

Nah, akhir-akhir ini saya dan kita semua pasti mendengar tentang beliau yang tidak kalah booming-nya dengan salam super-nya sejak beberapa tahun silam itu. Saya pribadi secara langsung menyaksikan sebuah acara talkshow di salah satu stasiun televisi yang menghadirkan seorang pemuda bernama Ario Kiswinar Teguh, mengaku dan membuktikan bahwa ia adalah anak kandung Mario Teguh yang tidak diakui. Itulah kali pertama saya mengetahui bahwa Mario Teguh sedang naik daun karena informasi yang mengejutkan banyak pihak tersebut. 

Oleh karena itu, tidak sedikit dari kita yang cenderung menghujat Si Golden Ways ini. Seperti pagi ini ketika saya mendapatkan sebuah link artikel yang berisi tentang beberapa quote Mario Teguh yang kemudian dibarengi dengan komentar yang menyudutkannya. Intinya, bisa lho ngomong kayak gitu, eh ternyata kamu kok gitu ya. Well, begitulah hidup ini, kita dituntut sesempurna omongan kita, sejujur kata kita, setulus tindakan kita.

Saya ingin berkomentar tentang hal tersebut, tentang tuntutan orang lain kepada kita untuk menjadi makhluk Tuhan yang paling seksi, seksi dalam segala hal tentunya. Sebelum hari ini, saya adalah seorang vikar (calon pendeta di salah satu denominasi gereja di Jawa Timur) yang sedang menjalani kehidupan sebagaimana seharusnya calon pendeta. Setiap minggu khotbah di depan banyak jemaat, belum lagi setiap harinya kadang juga harus menyampaikan renungan rohani untuk beberapa persekutuan dan ibadah, baik di rumah warga jemaat atau pun tempat lain, sekolah misalnya. Jika anda belum tahu, pekerjaan dan tuntutan pekerjaan seorang vikar sama besarnya dengan tuntutan pekerjaan seorang pendeta, terutama dalam hal sinkronisasi ucapan dan tindakan. 

Dalam kehidupan pelayanan yang saya lakukan, menasehati, mengajak, memotivasi, memberi teladan kepada umat supaya bertindak selayaknya Firman Tuhan menjadi hal yang utama, dan semuanya memang tidak lepas dari yang namanya bicara. Seorang vikar yang sedang menjalin tali kasih sementara harus berpisah tempat dengan sang kekasih, setiap hari menahan rindu dan tidak jarang lidah menjadi kelu karena terlalu lama menunggu dan akhirnya hatinya menjadi pilu karena seteru, harus berbicara tentang kepercayaan kepada umat ketika berada di mimbar dalam khotbah hari minggunya. Pantaskah ia mengatakan “Bapak Ibu, kita harus percaya kepada Tuhan bahwa Ia sangat mengasihi kita ” namun ia sendiri tidak percaya kepada sang kekasih yang sedang berada jauh darinya?

Sama halnya dengan yang dialami Mario Teguh ini bukan? Kita semua menuntut supaya kehidupan beliau sesuai, seratus persen sama persis dengan apa yang menjadi ucapan dan nasehat yang disampaikan kepada khalayak. Motivator tugasnya ya memotivasi, juga meneladani motivasinya dong. Jika apa yang dilakukan, yang dialami tidak sesuai dengan apa yang ia katakan, penghakiman yang datang dari para follower tidak kalah kejam dari penghakiman terakhir yang di terima para antagonis di akhir kisah dongeng. Bagi para penikmat, pendengar dan pengagum, ketidaksesuaian ucapan dan tindakan adalah hal munafik yang tidak patut untuk dipercayai dan diikuti, meskipun ucapan itu baik adanya.

Seorang pendeta harus pergi dari gereja tempat ia pelayanan, bahkan harus meninggalkan kependetaannya karena ia berselingkuh dan berzinah. Hal itu disebabkan oleh pekerjaannya, setiap minggu ia berbicara tentang kasih, kesetiaan dan kepercayaan namun tindakan yang dilakoninyajustru melanggar semua itu. Ia tidak lagi diinginkan oleh warga jemaatnya karena mereka merasa telah mengikut ajaran sesat, ajaran yang diajarkan oleh orang yang sesat. Jika pendeta berbicara tentang kasih kepada sesama, maka ia harus tepat waktu ketika menghadiri acara di mana pun berada. Jika seorang motivator kelas kakap berbicara tentang kerja keras demi kelangsungan kehidupan keluarga, maka ia harus memberikan kehidupan untuk keluarganya. Jika hal itu dilanggar, maka umat dan penikmat ajaran dan nasehat akan minggat dengan meninggalkan cacat cela untuk mereka.

Apakah memang harus seperti itu? Segala ucapan kita harus sudah menjadi kebiasaan kita? Kita harus menjadi pelaku pertama dari setiap tutur kata dan nasehat yang kita lontarkan kepada orang lain? Dosen homiletika (mata kuliah memperdalam ilmu berkhotbah) saya dulu mengatakan bahwa khotbah yang disampaikan oleh seseorang harus merupakan khotbah yang tidak hanya menghkhotbahi jemaat, namun juga harus mengkhotbahi si pengkhotbah itu sendiri. Tidak masalah jika kami berkhotbah di mimbar tentang pengampunan, namun pada saat yang sama kita masih memiliki dendam kepada teman kita. Yang terpenting adalah follow up dari khotbah tersebut dalam kehidupan selanjutnya, bagi yang mendengarkan maupun bagi kita sendiri yang menyampaikan. Bukankah kita manusia tidak sempurna yang memang harus senantiasa belajar menjadi yang lebih baik lagi?

Mario Teguh saat ini bisa jadi sedang menyesal atas apa yang telah ia lakukan terhadap Mas Kis, anak kandung yang selama ini ia tinggalkan. Mungkin juga selama ini, ia ingat terhadap Mas Kis namun belum memiliki keberanian untuk menjadi yang lebih baik lagi. Bisa jadi, setelah Mario Teguh menyampaikan motivasi-motivasinya kepada kita semua, ia sedang berusaha untuk menghidupi motivasi dan nasehat yang ia sampaikan untuk dirinya sendiri. Hanya saja, saat ini Mario Teguh harus segera mengingat semua motivasi yang ia berikan dan harus segera mem-follow up-nya. Semangat ya Pak Super, maafkan saya tidak menjadi fans-mu, namun sedikit termotivasi oleh kisah hidupmu eaaa eaaa.

NB: ini link sengaja saya cantumkan supaya lebih jelas yang saya maksud perbandingan antara quote dengan penghakiman LOL .... https://www.brilio.net/selebritis/15-quote-mario-teguh-ini-kini-jadi-bumerang-buat-dirinya-sendiri-duh-160909v.html

 

                                                      Bersama keringnya kemarau~~

                                                                    -dhul-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun