Korupsi telah mengakar panjang di bumi Nusantara ini, sejak zaman kerajaan, kolonialisme, kemerdekaan, Orde Lama dan Orde Baru, hingga 19 tahun masa reformasi saat ini. Bahkan, saking dianggap telah menjadi biasa, kita sering mendengar istilah budaya korupsi. Istilah ini seakan-akan menyebutkan bahwa ada gen kulturan mengapa korupsi di Republik ini sulit di berantas.
Inilah yang dapat disebut sebagai mentalitas korup. Perbuatan untuk korupsi memang seolah mengakar pada budaya kita, misalnya dalam bentuk hadiah kepada para pejabat, tradisi yang memang lumrah dilakukan terutama ketika masa-masa kerajaan dan penjajahan. Para pejabat seringkali pada saat itu menarik upeti dari para bawahan, dan pegawai kemudian dianggap sebagai pelayan atasan, bukan pelayan rakyat.
Kita harus mengakui kenyataan semacam ini, bahwa ia dapat mendorong pada budaya korup dalam institusi pemerintahan maupun organisasi massa. Dan, kita harus mulai berani untuk mengikis hal-hal semacam ini sebab dampak buruknya adalah berkorelasi dengan kelumrahan korupsi di antara para pejabat.
Oleh sebab itu, Sudirman Said sejak awal berjuang untuk melawan segala bentuk korupsi karena dia menyadari bahwa korupsi merupakan penghambat paling utama dari kemajuan dan kesejahtraan masyarakat. Berbagai pendekatan dia jalankan untuk membagi semangat perlawanan terhadap korupsi, mulai dengan membentuk organisasi bersama para sahabat, menyampaikan berbagai pemikiran, dan mengaplikasikan prinsip kepatutan dan kewajaran dalam setiap jabatan yang ia emban.
Inilah yang menjadi penjaga Sudirman Said sehingga tidak terjerumus dalam tindakan korupsi. Bahkan, di antara para kandidat calon gubernur Jateng, Sudirman Said adalah sosok anti korupsi yang paling tekun memperjuangkan transparansi dalam pemerintahan. Ia memang terkenal sebagai penentang kuat terhadap segala bentuk penyelewengan, meski sikap tersebut harus membuatnya menjadi musuh para koruptor yang tidak jarang memiliki kekuatan ekonomi dan kekuasaan yang besar.
Namun, Sudirman Said tidak pernah gentar dengan segala kekuataan para koruptor karena baginya, kekuatan tersebut pada dasarnya adalah akumulasi kelemahan jiwa para koruptor. Dan, dia yakin bahwa Tuhan tidak pernah tidur, masyarakat akan menilai, dan kebenaran akan muncul pada waktunya. Idealisme memang harus terus dijaga karena itulah yang membuat hidup seseorang berarti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H