Indonesia, negeri zamrud khatulistiwa, dikenal sebagai rumah bagi kekayaan hayati yang mengagumkan. Dari Sabang hingga Merauke, negeri ini dihuni oleh jutaan spesies tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme yang tak hanya memperkaya alam, tetapi juga menjadi bagian dari identitas bangsa. Namun, di balik keindahan ini, ancaman perubahan iklim menjadi bayang-bayang yang nyata.
Di sebuah sudut dataran tinggi Papua, anggrek langka dengan kelopak ungu cerah tumbuh di celah-celah batu kapur. Bunga ini, menurut seorang peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), menyimpan gen yang memungkinkan adaptasi terhadap suhu dingin dan tanah miskin nutrisi. Namun, dengan meningkatnya suhu global, habitat alami anggrek ini menyusut.
"Spesies ini mungkin terlihat kecil dan tak penting bagi masyarakat luas, tetapi di dunia genetik, ini adalah harta karun. Jika kita kehilangan satu spesies, kita kehilangan potensi solusi untuk masalah di masa depan," ujar Dr. Arief Hamdani, pakar genetika.
Keberagaman Genetik Benteng Keberlangsungan Hidup
Keanekaragaman genetik, salah satu tingkat keanekaragaman hayati, adalah pilar penting yang menjaga stabilitas ekosistem dan kemampuan spesies untuk bertahan hidup di tengah tekanan lingkungan. Genetik yang beragam memungkinkan spesies mengembangkan mekanisme adaptasi terhadap suhu ekstrem, pola cuaca yang tak menentu, hingga serangan penyakit baru.
Indonesia menyimpan kekayaan genetik yang sangat luar biasa. Dari varietas padi lokal seperti padi gogo yang tahan kekeringan hingga durian merah Kalimantan yang memiliki potensi adaptasi tinggi terhadap perubahan lingkungan, semua ini adalah bukti bahwa Nusantara adalah gudang solusi.
"Keberagaman genetik adalah investasi jangka panjang. Kita tidak hanya melestarikan spesies untuk saat ini, tetapi juga untuk masa depan yang mungkin penuh tantangan," tambah Dr. Arief.
Namun, ancaman nyata dari perubahan iklim, deforestasi, dan eksploitasi lahan tanpa kendali membuat keberagaman ini semakin terdesak.
Perubahan Iklim Menghapus Warisan Genetik
Perubahan iklim sudah mulai terasa dampaknya di Indonesia. Data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan bahwa suhu permukaan rata-rata Indonesia telah meningkat sebesar 0,8 derajat Celsius dalam 100 tahun terakhir. Dampaknya mencakup perubahan musim tanam, kerusakan terumbu karang akibat pemanasan laut, dan penurunan kualitas tanah di banyak wilayah.
Hutan mangrove di pesisir Kalimantan, misalnya, menyimpan genetik pohon bakau yang mampu bertahan di air payau. Namun, naiknya permukaan laut dan pembukaan tambak telah menyusutkan luas mangrove hingga lebih dari 40% dalam 30 tahun terakhir. Jika bakau ini punah, kita tidak hanya kehilangan pelindung alami pantai, tetapi juga gen-gen unik yang menjadi kunci adaptasi tanaman terhadap lingkungan ekstrem.
Di wilayah pegunungan, penduduk Desa Kerinci, Jambi, berbagi cerita tentang perubahan yang mereka alami. "Dulu, kami menanam padi lokal yang bisa bertahan meski hujan tak turun sebulan penuh. Tapi sekarang, padi itu semakin sulit tumbuh karena hujan datang tak menentu," kata Sari, seorang petani lokal.
Peluang dari Keberagaman Genetik
Meski ancaman besar membayangi, keanekaragaman genetik Nusantara menyimpan harapan yang luar biasa. Di tengah perubahan iklim, gen-gen ini bisa menjadi solusi untuk menciptakan spesies atau varietas baru yang lebih tahan terhadap tantangan lingkungan.
Contohnya, para ilmuwan di Pusat Penelitian Biologi LIPI telah mengembangkan varietas padi tahan kekeringan dengan memanfaatkan gen dari padi lokal asal Nusa Tenggara Timur (NTT). Varietas ini tidak hanya mampu bertahan di tanah kering, tetapi juga menghasilkan panen lebih tinggi. Teknologi modern seperti pengurutan genom (genome sequencing) memungkinkan para peneliti memahami sifat genetik unik spesies ini dan mengaplikasikannya pada spesies lain.
"Di dunia pertanian, teknologi genetik membantu kita menciptakan tanaman yang tahan kekeringan atau salinitas tinggi. Ini penting bagi negara seperti Indonesia, yang sangat bergantung pada sektor agraris," jelas Dr. Arief.
Namun, tidak hanya di bidang pertanian, genetik juga menyimpan potensi besar di bidang kesehatan dan farmasi. Di kedalaman hutan Kalimantan, sebuah tanaman bernama pasak bumi yang kaya akan senyawa aktif ditemukan memiliki gen adaptasi yang memungkinkan tumbuh di tanah miskin mineral. Tanaman ini kini diteliti lebih lanjut sebagai bahan baku obat herbal yang potensial.
Melestarikan Genetik Melalui Konservasi
Melindungi keberagaman genetik bukan hanya tugas para ilmuwan atau pegiat lingkungan, tetapi tanggung jawab bersama. Sayangnya, banyak masyarakat yang belum menyadari bahwa menjaga keanekaragaman genetik adalah langkah penting untuk mempertahankan keberlangsungan hidup, baik bagi manusia maupun ekosistem. Di sinilah berbagai strategi konservasi, baik yang berbasis teknologi maupun pendekatan tradisional, menjadi kunci.
Salah satu inisiatif konservasi yang telah dilakukan adalah pembangunan bank genetik atau seed bank. Tempat ini berfungsi seperti brankas masa depan yang menyimpan benih dari berbagai tumbuhan khas Indonesia. Bogor Seed Bank, misalnya, memiliki koleksi ribuan benih tanaman lokal dari berbagai wilayah Indonesia, termasuk varietas padi, jagung, dan umbi-umbian. Benih-benih ini dijaga dalam kondisi suhu rendah untuk memastikan tetap dapat tumbuh bahkan setelah puluhan tahun.
"Bank genetik adalah solusi jangka panjang, terutama saat bencana lingkungan atau perubahan iklim memusnahkan tanaman di habitat aslinya," ujar Aisyah, seorang peneliti yang telah bekerja di bank genetik selama lebih dari sepuluh tahun. "Namun, teknologi ini hanya berfungsi maksimal jika masyarakat juga mendukung pelestarian di alam."
Selain seed bank, strategi konservasi in situ---melindungi spesies di habitat aslinya---memegang peran besar. Taman Nasional Gunung Leuser, misalnya, tak hanya melindungi orangutan Sumatera, tetapi juga flora unik yang menjadi bagian penting dari ekosistem tersebut. Jenis tumbuhan seperti pohon meranti merah dan kantong semar endemik memiliki gen unik yang dapat digunakan untuk mengatasi tantangan lingkungan di masa depan.
Namun, upaya konservasi sering kali berbenturan dengan tantangan besar. Di banyak wilayah, pembukaan lahan untuk perkebunan atau infrastruktur menyebabkan hilangnya habitat alami. Di hutan Kalimantan, misalnya, luas kawasan hutan terus menyusut akibat konversi menjadi lahan kelapa sawit. Padahal, hutan tersebut menyimpan keragaman genetik tumbuhan yang bisa menjadi solusi menghadapi perubahan iklim, seperti pohon ulin yang memiliki ketahanan tinggi terhadap perubahan cuaca ekstrem.
Peran Masyarakat Lokal dalam Konservasi Genetik
Di Desa Pelang, Kalimantan Barat, sebuah komunitas adat telah berperan besar dalam menjaga hutan adat mereka. Dengan bantuan LSM lingkungan, mereka mengembangkan program konservasi berbasis masyarakat, termasuk mendokumentasikan tumbuhan lokal dan membatasi pembukaan lahan.
"Kami tidak hanya menjaga hutan untuk kami sendiri, tetapi juga untuk anak cucu. Di sini ada tanaman yang belum tentu ada di tempat lain," ujar Pak Supri, seorang pemimpin adat setempat.
Di tempat lain, konservasi genetik juga dilakukan melalui praktik pertanian tradisional. Para petani di dataran tinggi Dieng, Jawa Tengah, misalnya, tetap menanam varietas kentang lokal yang tahan terhadap serangan hama meskipun hasilnya lebih rendah dibandingkan varietas modern. Dengan menggunakan pendekatan ramah lingkungan, mereka mengurangi ketergantungan pada pestisida kimia.
"Kami sadar, kalau semua tanaman lokal hilang, kita tidak punya cadangan saat varietas modern rusak atau gagal panen," jelas Bu Yanti, seorang petani setempat.
Konservasi genetik, baik melalui teknologi canggih maupun praktik tradisional, menunjukkan bahwa menjaga warisan alam tidak hanya menjadi pekerjaan para ahli. Kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, dan institusi ilmiah adalah kunci untuk melindungi kekayaan genetik Indonesia, yang pada akhirnya melindungi masa depan kita semua.
Â
Peran Kita dalam Menjaga Keanekaragaman Genetik
Malam itu, di desa kecil dekat hutan Leuser, suara jangkrik bersahut-sahutan. Pak Rano, seorang petani yang juga relawan konservasi, menatap ladangnya yang hijau. Ia berbicara tentang pentingnya menjaga alam bagi generasi mendatang.
"Kalau kita menjaga alam, alam akan menjaga kita kembali. Itu yang saya percaya," ujarnya dengan senyum penuh keyakinan.
Apa yang dilakukan Pak Rano mungkin terlihat kecil, tetapi langkah-langkah kecil seperti ini adalah bagian dari solusi besar. Mengurangi jejak karbon, mendukung produk lokal berkelanjutan, dan mendukung inisiatif konservasi adalah cara-cara nyata bagi masyarakat untuk ikut menjaga kekayaan genetik Indonesia.
Saat anggrek Papua tetap mekar di habitatnya, atau ikan gabus rawa terus berenang di sungai-sungai Nusantara, kita tidak hanya merayakan keindahan alam, tetapi juga menghormati kekuatan genetik yang menjaga keberlangsungan hidup. Keanekaragaman genetik adalah cerita tentang adaptasi, harapan, dan masa depan---kita semua memiliki peran penting dalam menjaga cerita ini tetap hidup.
#PEDULI HAYATI DAN LINGKUNGAN
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H