Sambil bersantai menunggu teman - teman yang lain, menatap alam yang masih remang. Bromo berjejeran dengan gunung Batok di kanan dikelilingi laut pasir putih menghampar. Gunung Semeru sayup di keremangan menjulang tinggi di latar belakang. Bak sosok God Father pelindung anak - anaknya yang di bawah Bromo - Batok, Pananjakan dan keseluruhan tlatah Bromo Tengger Semeru.
Di sebelah kanan memanjang bukit Penanjakan. Yang menjadi tujuan utama para konvoier pagi ini. Dalam rangka Sunrise watching, matahari terbit. Yang beberapa tahun belakangan ini menjadi salah satu agenda signature wisata Bromo.
Menghisap oksigen sebanyak - banyaknya, pikiran berkelebat ke masa 45 tahunan lalu.
Ya tahun 1979, bersama - sama rekan pecinta alam fakultas Ekonomi UGM suatu senja dengan percaya diri masuk turun ke dalam lobang kawah Bromo. Dan menemui kesulitan bersusah payah saat menjelang mahrib kembali merayap ke atas.
Teman - teman ingin menghayati upacara Kasodo. Momen saat para penghadang berebut sedekah bumi, yakni puluhan barang hasil bumi yang dilempar dari atas.
Lalu tahun 1983, bersama teman pecinta alam UGM juga kami mendaki sampai puncak Semeru.
Setelah berjuang terseok - seok mendaki selama 2 hari. Dengan menginap, kemping satu malam di tepi ranu / danau Kumbolo dan satu malam di dataran Wedi Ombo. Akhirnya kami kesampaian, sampai juga. Berhasil menginjak tanah tertinggi di pulau Jawa, berfoto dengan mengibarkan bendera jingga fakultas Ekonomi di puncak Semeru.
Mendaki Semeru adalah salah satu episode petualangan dan tantangan yang mesti dilakoni oleh para pendaki gunung. Selain tentu saja gunung Rinjani di pulau Lombok.
Medan untuk sampai di puncak melewati atmosfir yang bervariasi. Dari kebun - kebun sayur, melewati 2 danau Ranu Pane dan Ranu Kumbolo. Menjelajah savana luas, perbukitan bunga Eidelweiss, wedi ombo dataran pasir hitam putih. Juga sedikit merangkak di bebatuan.
Tahun 1983 itu, setelah sholat Dhuha berjamaah di puncak Semeru kami berziarah di tumpukan batu. Penanda tempat Soe Hok Gie, aktivis mahasiswa kritis dan pendaki gunung dari UI tewas terpapar awan panas Semeru yang tiba - tiba menyembul dari kepundan.
45 tahun berlalu, baru semalam tiyang bisa kembali lagi ke tempat ini. Tempat dimana kami mencanangkan tekad untuk menjadi versi terbaik dari diri kita masing - masing.