Fasad bangunan club house itu bergaya modern. Megah di ketinggian, menjulang dikelilingi padang coklat kemerahan.
Duduk di restonya, pengunjung menghadap hamparan fairway menghijau. Dan di kejauhan, permukaan laut luas membiaskan cahaya keemasan pagi. Sineri eksotik di pagi hari.
Usai melahap box breakfast yang dibawa dari hotel, kami bersiap - siap. Tak sabar untuk segera merumput, menerjang gelanggang.
Paduan bukit kapur, view laut, jurang menghadang, savana berbatu dengan rumput premium halus, empuk dan lembut serta angin yang terkadang kencang menghembus, The Bluffs seolah paduan dari Sedayu, Gunung Geulis East dan River side.
Tidak mudah menaklukannya. Jadilah kami berkutat selama 4,5 jam mengatur ritme dan pukulan. Dari hole ke hole yang masing - masing memiliki daya tarik tersendiri. Tak kuasa menahan diri, fokus pun terbelah. Jeprat - jepret ratusan kali mengabadikan view - view menawan itu.
Ya pagi sangat cerah, kami bersikutat di lanskap dengan nice view. Dan sayangnya menghasilkan permainan dengan bad score. Tetap bisa ditolerir dengan berbagai justifikasi sebagaimana biasa. Karena tidak bad - bad banget.
The Bluffs memang spektakuler dan menantang. Terutama par 3 - par 3 nya yang didesign eksotis dan sangat instragramable.
Penampakannya mirip par 3 di Riverside. Antara tee box dan green menganga jurang dalam. Green itu menggunduk seperti gunung Bromo mini. Dengan rumput halus menghijau.
Di depan green dibuat variasi tantangan, corak penghalang yang berbeda - beda. Ada yang berupa jurang lebar dan dalam. Juga ngarai luas berpermukaan dataran karst putih  ditumbuhi alang - alang kecoklatan. Jauh di sebelah kanan tee box, adalah lautan luas menghampar. Bangunan tinggi kasino dan hotel
tempat kami menginap tegak megah ikonik.
Tengah hari permainan usai. Tubuh lelah namun hati riang kami menuju ke club house. Makan siang dan santai menikmati suasana. Paras para pensiunan itu nampak letih, namun damai terbalut suka cita.
Â
Â
Usai makan siang, dengan bus yang kemarin juga kami bergegas kembali ke HCMC.Di perjalanan liyer - liyer, kami seolah telah mengalami katarsis. Dan orgasme jiwa telah berjuang, berselancar di The Bluffs. Berniat suatu saat kembali lagi main di course unik ini. Sayangnya hanya tersedia 18 holes. Cuma menginap semalam.
     *****
Sore itu, setelah chek in di hotel yang berada di pusat kota HCMC, kami bergegas ke pasar tradisional legendaris. Yakni pasar Ben Thanh.
Pasar Ben Thanh adalah pasar tertua di Saigon, bahkan mungkin tertua di Vietnam. Model bangunannya bernuansa kolonial Prancis (Vietnam pernah dijajah Prancis 100 tahun ).
Suasana agak berbeda dengan 20 tahunan lalu, waktu pertama kali saya ke pasar ini. Kalau jaman itu, handycraft dan makanan tradisional setempat mendominasi lapak yang ada. Kini toko - toko pakaian, tas, sepatu dsb yang memenuhi.
Sebagaimana Saigon Square yang terletak tak jauh dari Ben Thanh, di kedua tempat ini lapak - lapak menjajakan brand - brand kesohor. Tentunya KW, made in Vietnam. Namun berkualitas lumayan, dengan harga miring banget.
Barang - barang fashion dan jersey golf berwarna - warni itu, meriah tergelar di sepanjang lorong.
Ya di sini harus tega dan sadis dalam tawar menawar. Sebagaimana pesan Wahyu, tawaran pertama mesti 70 persen di bawah harga yang diterakan. Titik pertemuan antara demand dan supply biasanya terjadi di angka 50 persen.
Setelah puas berkeliling Saigon Square dan pasar Ben Thanh kami berjalan kaki kembali ke hotel. Kami, masing - masing dengan wajah ceria menenteng tas plastik hitam belanjaan yang menggembung.
Barangkali ini salah satu wujud  adagium, bahwa kebahagiaan itu sebenarnya bisa murah dan sederhana.
bersambung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H