Ya begitulah, cinta pada pandangan pertama, teko maling biru itu harus jadi milik saya.
Melalui tawar menawar ringan, teko biru dan juga rantang keramik susun tiga itu berpindah kepemilikan. Dipacking rapi diserahkan ditukar beberapa ratus bath. Barang yang konon masing - masing berumur sekitar 100 tahun itu langsung memenuhi kompartemen kopor. Wah senangnya...
Tidak seperti kalau golf di Bangkok, harus bermobil 1 jam lebih baru sampai lapangan. Banyan Tree golf Huahin hanya ditempuh sekitar 15 menit dari hotel.
Pagi itu hari kedua, sampai di tempat, kita disuguhi penampakan bangunan utama club berarsitektur tradisional berpadu dengan tembok masif gaya modern. Bangunan beratap lancip, bergenteng merah yang menegaskan ke Thaiannya.
Hamparan lapangan hijau asri, rapi lembut menghampar menyejukan mata sampai kaki perbukitan.
Banyan tree adalah course golf andalan. Satu dari dua terbaik yang ada di Huahin.
Mulai tiop di hole 1, par 4. Hole ini memanjang mentok di bukit. Bendera yang tegak di green nampak dari tibok. Di depan green sisi kiri dijaga 3 pohon nyiur yang melambai tertiup angin sepoi pagi. Sebelah kanan dihadang semacam selokan kecil. Namun benteng itu berjarak 250 meteran dari tibok putih. Berempat sepenuh tenaga, kami embat dengan driver.
Sunyi pagi Banyan tree pecah dengan dentingan keras, benturan head club dan bola - bola warna warni.
Kami berteriak keras merayakan kegembiraan, juga kekecewaan.
Udara cerah, hawa sumuk mengawali game dan perjuangan hari ini.
Sebagaimana biasanya, permainan golf itu memicu endorfin, hormon kebahagiaan. Terkadang membuat kita euforia, besar hati, optimis karena pukulan dan sabetan yang enak dan pas. Tetapi seringkali juga mematahkan, karena permainan yang tidak karuan, ngawur, sembrono, emosi, tak perhitungan.