Â
Berdiri di tepian, plaza bebatuan di antara dua air terjun. Melihat, meresapi energi alam yang perkasa. Diri merasa kerdil. Sekaligus terasa lapang menyatu alam, berserah tenang.
Mengagumi maha karya Yang Kuasa. Melihat besarnya, mendengarkan gemuruhnya, merasakan megahnya dan terperciki air dinginnya.Â
Wisata bagai film empat dimensi ini begitu nyata, hati tergetar.
Setelah beberapa saat  berkerumun di tepian puas menikmati panorama elok itu kami kembali, mendaki menyusur setapak yang sama. Meninggalkan pinggiran Gullfoss yang perkasa.
Dari kejauhan di ketinggian, untuk kesekian kali saya menengok menatap air terjun itu. Berharap, siapa tahu dua pelangi akan muncul melintang elok di depan dua air terjun itu. Seperti yang terlihat di gambar post card Islandia. Kalau tidak dua ya minimal satu pelangi. Namun sore itu entah miss pelangi sedang kemana, tak muncul juga. Ya sudah belum rejeki.
Kami naik, berbelok kanan menuju dek pandang di puncak bukit atas. Dari dek ini pengunjung memiliki helicopter view atau leader view ke arah Gullfoss. Dari titik lebih jauh ini, keterpaduan dua air terjun berundak itu nampak lebih jelas, meski kurang nampak detil tekstur dan bulir - bulir airnya. Tepat juga kalau titik ini disebut leadership deck.
Sedangkan plaza di bawah tadi, titik yang sangat dekat air terjun bisa disebut sebagai Managerial deck.
Leadership lebih sering melihat wilayahnya dalam global picture. Sedangkan managerial melihat persoalan dengan detail picture.
Duduk merenungi di kursi kayu pengkuh di pinggiran puncak bukit. Sambil tak bosan memandangi dua air terjun itu, ingat beberapa cerita terkait dengan keberadaan Gullfoss di bawah sana.
Air terjun yang nampak keemasan saat senja hari, selain karena tersebab pantulan jenis bebatuan dibaliknya yang berwarna kecoklatan, ada satu versi yang lain.