Mohon tunggu...
Gigih Mulyono
Gigih Mulyono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peminat Musik

Wiraswasta. Intgr, mulygigih5635

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Islandia Negeri Es dan Api, Catatan Perjalanan #4

18 Juli 2023   19:53 Diperbarui: 18 Juli 2023   20:14 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Usai makan siang yang delicious di resto yang berdiri cantik di bibir pantai menghadap tebing dan laut lepas, rombongan berangkat menuju Reykjavik, ibukota Islandia.

Makan siang dengan sajian masakan ikan Kod segar dengan saus tak biasa beserta sayurannya itu, mengembalikan tenaga. Setelah tubuh lemas nyemplung dua jam di blue lagoon.

Nona pramusaji berwajah Asia menyajikan hidangan utama sambil menjelaskan, kalau menu utama adalah ikan kod laut Atlantik. Laut yang dalam dan dingin. Konon ikan kod sangat melimpah di Atlantik, karena di setiap musim bertelur, satu ekor ikan kod menyimpan satu juta butir lebih telor ikan yang akan menetas. Yang konon delapan puluh persen akan menetas dan menjadi makhluk baru. Bayangkan, betapa riuhnya kod memenuhi Atlantik.

dokpri
dokpri
Sambil mengunyah kod bersaus khas Iceland yang terasa asing tapi enak itu, teringat cerita tentang perang yang terjadi karena rebutan ikan kod.
Perang antara Inggris dan Islandia yang terjadi 2 kali memperebutkan satu wilayah perairan di Atlantik tempat ikan kod bersarang dan berkembang.

Perang kod pertama terjadi tahun 1950, dan perang kod kedua berlangsung tahun 1970. Perang itu berakhir tahun 1976, saat Inggris memberikan toleransi perluasan wilayah perairan kepada Islandia hingga sampai perairan yang diperebutkan itu. Kurang begitu jelas sebagai kompensasinya apa yang diterima oleh Inggris dari Islandia.

Unik juga perseteruan itu. Dua negara bertarung seru gegara rebutan ikan.

Meninggalkan resto, bus melaju di jalan yang sepi, mulus dan betkelok. Kiri kanan panorama khas Islandia terpampang eksotik.
Langit Islandia semakin gelap. Nampaknya hujan akan segera turun.

Perjalanan ke ibukota akan ditempuh dalam waktu 45 menit.

Ya benar juga, akhirnya gumpalan mendung di langit pecah. Hujan rintih membasahi daratan koral hitam Islandia.

Perjalanan yang romantik melow, di jalanan di negeri antah berantah di ujung bumi, di tengah guyuran derai hujan anggota rombongan terkantuk - kantuk. Saya menahan kantuk, pemandangan epik dan langka ini jangan sampai terlewatkan.

Di perjalanan Sinyo, mr tour leader bercerita tentang Islandia.

Cerita Sinyo menarik, menyimak menyerap cerita Islandia.

Negeri Es dan Api ini adalah sebuah pulau besar di Eropa. Namun tak lebih luas dibanding Jawa Barat.

Hanya berpenduduk sekitar tiga ratus lima puluh ribu jiwa. 60 persen penduduknya hidup di ibukota.
Setiap tahun, Islandia kedatangan wisman hampir 2 juta orang. Nyaris 6 kali lipat jumlah penduduknya.

Income per kapita termasuk tinggi diantara negara Eropa. Mengandalkan tiga sektor utama.Yaitu Energi khususnya panas bumi atau geothermal. Lalu sektor pariwisata dan yang ketiga adalah perikanan laut.

Penemu dan penghuni pertama negara di ujung utara bola bumi ini adalah pendeta - pendeta dari Irlandia. Yang meninggalkan negaranya untuk menyepi di pulau dingin. Tentu karena terjadi konflik dan pendeta itu melarikan diri. Jumlah para penyepi itu tidak begitu banyak.

Literasi tentang pendeta yang mengasingkan diri itupun sangat minim. Sehingga kisah dan dinamika mukim pendeta Irlandia di Islandia ini masih menyimpan banyak misteri.

Lalu penemu Islandia selanjutnya dan pemberi nama negeri ini
adalah Floki Vligerdarson di abad 9 akhir. Floki adalah seorang petualang bangsa Viking.

Suku Viking terkenal sebagai penjelajah bahari di laut lepas. Yang berasal dari wilayah Nordic, Eropa Utara. Bertualang untuk menemukan lahan baru di wilayah sepi dan asing adalah tantangan bangsa Viking. Demikian juga itu yang dilakukan oleh Floki.

Di suatu masa, Floki dan krunya berangkat berlayar dari Faroe Island, pulau eksotis di barat daya Norwegia. Menuju barat daya, menjelajahi lautan yang luas, sunyi dan dingin.

Untuk mendeteksi apakah di depan ada satu daratan yang akan ditemukan, Floki menggunakan sarana. Yaitu burung gagak hitam. Menurut ahli burung, gagak selain sarat sebagai simbul pertanda buruk, juga paling cerdas diantara semua golongan burung.

Teorinya, dalam pelayaran awak kapal akan melepaskan satu ekor burung gagak ke udara. Apabila dalam beberapa hari, gagak itu kembali ke kapal, maka pertanda kalau belum ada daratan baru yang akan segera ditemukan.

Lalu kalau gagak yang dilepas, beberapa hari kemudian kembali ke kapal dan tak berapa lama mati. Memberikan sinyal kalau kapal sedang mendekati kawasan yang berbahaya.

Namun apabila setelah beberapa hari, burung gagak yang dilepas tidak kembali lagi, maka niscaya kapal sudah mendekati daratan baru.

Dalam pelayaran itu, saat mendekati Islandia, burung gagak yang dilepas Floki tidak kembali. Daratan sudah dekat.

Akhirnya kapal Floki mendarat di pantai perairan dekat Reykjavik, ibukota Islandia saat ini.

Floki tidak hanya menemukan Islandia, namun dia pula yang seolah memberi nama pulau ini sebagai Iceland, negeri Es.

Floki mukim di sekitar Reykjavik sampai musim dingin tiba. Saat gumpalan dan badai es melanda kawasan itu. Hidup di tengah badai es dan salju yang teramat dingin, Floki tak mampu bertahan. Akhirnya memutuskan berlayar kembali ke tempat asalnya. Di daratan Eropa utara.

Sampai di tempat asalnya, Floki bercerita kalau dia telah menemukan suatu daratan indah yang penuh es atau Iceland. Dia berteriak - teriak seperti orang linglung sambil menunjuk ke utara, Iceland .... Iceland.... Iceland.

Jadilah Iceland menjadi nama yang disematkan di negara itu hingga sekarang.

Mendekati Reykjavik, Sinyo menutup cerita. Islandia adalah salah satu sedikit negara yang tidak memiliki tentara. Dan polisinya pun sangat sedikit. Kita akan jarang sekali melihat polisi berada di sepanjang jalan.

Memasuki kota, hujan mereda. Hanya jutaan rintik bagai tirai air menyelubungi kota yang sepi.

Kami memasuki ibukota, menyusuri jalan di garis pantainya yang memanjang. Disana, horizon laut lepas bertemu dengan gugusan pegunungan kelabu misterius. Awan putih keabuan mengambang di udara. Sungguh bak lukisan.

Menengok ke kiri nampak puncak gereja, bangunan tertinggi dan ikon Reykjavik itu menjulang. Arsitekturnya meniru tumpahan lava yang meluap ke kiri dan ke kanan.

dokpri
dokpri
Alhamdulillah, akhirnya sampai juga ke negeri pencinta damai ini. Yang memiliki semboyan, kebahagiaan yang sempurna adalah membahagiakan orang lain.

dokpri
dokpri

bersambung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun