Empat crew naik, menutup peti mati dan mengangkat mengusung. Berkeliling panggung dengan langkah pelan, kaki terangkat tinggi seolah menghindari ranjau yang tersebar disekitar.
Iringan musik semakin menggila. Penonton di gedung berpendingin kipas angin itu tercekat, menganga.
Tiba - tiba gedobrakan bertalu. Vokalis Terncem menggedor - gedor dinding kayu peti mati dari dalam.
Saat asap semakin tebal ruangan pengap, musik semakin menggila. Sebercak sinar menyorot fokus ke para pengusung terbelo. Tiba - tiba para pembopong jatuh tersungkur. Peti mati terlontar jatuh, pecah.
Vokalis meloncat keluar dari peti mati yang tergeletak miring. Lalu berlari dan berdiri, menjadi siluet hitam menakutkan dibawah dua batang pisang.
Lampu bergerak menyorot. Wajah vokalis itu telah berubah pucat keputihan. Menangkupkan kedua telapak tangan di dada. Mengecup kedua telapak tangan, dan melemparkan benda maya ke arah penonton. Seolah salam perpisahan.Â
Musik meraung.. lampu panggung mati.. fade... pertunjukan berakhir.
Inilah salah satu momen aksi panggung musik rock yang sampai saat ini masih saya kenang. Melebihi memori saya saat nonton aksi klimak Santana, Four Play atau yang lain saat show di Java Jazz Jakarta.
berlanjut
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H