Inspirasi Tumang
Matahari sepenggalah, menjelang siang.
Dari Solo, di kota Boyolali mobil belok ke kiri menuju Cepogo, kota kecil yang terletak dipertemuan lereng gunung Merapi dan Merbabu.
Sempat melintasi petunjuk arah ke warung Soto seger mbok Giyem. Hati meronta, ingin menyoto pagi itu di warung soto legenda asli Boyolali itu. Tapi apa daya, disiplin jadwal belum memberikan ijin. Hanya bisa membayangkan. Di meja tersaji semangkok soto daging kuah panas. Didampingi formasi tahu tempe bacem. Ayam goreng, perkedel, sosis, sate -Â satean, bakwan udang, empal sapi, goreng otak, blek ijo penuh kerupuk dan karak. Formasi lauk pauk yang berbaris di bangku kayu panjang, menunggu disantap. Ditemani teh hangat manis sepet. Betapa mewah dan terberkahi kuliner mbok Giyem. Hanya membayangkan. Ya, sementara hanya berimaginasi saja...
Menyusuri jalan raya Boyolali - Blabak, panorama mempesona. AC mobil dimatikan, jendela dibuka separuh. Angin sejuk pegunungan menerobos, mengelus. Betapa sejuk, nyaman nian. Sensasinya tak bisa diungkap hanya dengan kata - kata.
Jalan disela Merapi - Â Merbabu itu tak begitu lebar, berkelok - kelok. Perkebunan tembakau yang terkenal mutu ekspornya menghampar di kiri kanan. Terasering kebun sayur, hutan tipis, jalan bertikung - tikung. Tak bosan kita melongok kesana - sini.
Jalan ini menjadi saksi dan sumber sejarah tiga dinasti kerajaan besar Islam di Jawa. Demak, Pajang dan pastinya Mataram Islam.
Dari wilayah ini lahir tokoh - tokoh yang memiliki peran dan pengaruh besar di kerajaan - kerajaan itu. Seperti Joko Tingkir, ki Ageng Pemanahan, ki Ageng Pengging, Kebo Kenanga, ki Ageng Selo, ki Penjawi. Juga tentu Sutawijaya, pendiri dan raja pertama Mataram Islam di tlatah alas Mentaok. Yang nantinya berkembang menjadi kota NgaYogyakarta Hadiningrat atau Yogya.
Tokoh - tokoh sejarah itu memiliki garis keturunan dari daerah ini.
Desa Tumang disela Merapi - Merbabu adalah tujuan kami hari ini.