Mohon tunggu...
Gigih Mulyono
Gigih Mulyono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peminat Musik

Wiraswasta. Intgr, mulygigih5635

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Pengalaman Terpapar Covid-19, Episode 4

15 Agustus 2021   11:35 Diperbarui: 16 Agustus 2021   02:06 1138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Tak ada waktu seindah pagi, tak ada kesegaran seperti pagi. Tak ada optimisme lebih besar dibanding semangat pagi.

Ya pagi ini begitu cerah, mengampu segenap harapan dan keyakinan yang bergelora di dada.

Setelah beberapa hari tetirah - ngaso, rest dan perawatan kini saatnya menjelajahi lembah, sungai, persawahan, taman dan lain lain dibawah sana.

Sepekan telah berlalu. Setiap hari menjalani ritual rutin. Pagi pukul enam lebih, kamar telah diketuk untuk pemeriksaan tensi dan saturasi. Setengah jam kemudian sarapan buah, umbi umbian atau bubur tawar. Disertai air putih dan secangkir kecil minuman jamu sedikit pahit. Sebelum sarapan utama disantap, harus terlebih dulu minum  4 butir kapsul herbal kenyal berwarna kuning kecoklatan seperti minyak ikan.

Kemudian agak siang setelah matahari pagi menjangkau teras sejenak berjemur. Duduk mencangkung nyaman sekitar satu jam. Sambil membaca buku tebel best seller terjemahan yang dibawa. Buku berjudul Homo Deus karya Yuval Noah Harari. Buku yang bercerita tentang masa depan manusia menuju sifat Ilahiah. Buku ini lanjutan dari buku pertamanya yang juga best seller berjudul Sapiens, makhluk cerdas. Mengulas tentang bagaimana asal muasal keberadaan manusia.

Kemudian sekitar pukul sebelas menjalani terapi Ozon dan laser selama satu setengah jam. Kemudian 2 hari sekali ada dokter visit memeriksa perkembangan kesehatan.

Itulah hari hari rutin yang mesti dijalani. Konon dari penjelasan dokter visit terakhir, kondisi saya sudah membaik pesat. Meskipun di saat saat tertentu masih batuk batuk berat.

Begitulah pagi ini saya niatkan untuk JJP, jalan jalan pagi menjelajahi lingkungan. Baru pukul 5.30. Saya sudah bersiap siap.

Masuk kamar mandi, mengaca. Di cermin seolah ada orang asing balas menatap. Ternyata terjadi banyak perubahan di raut wajah. Kumis dan janggut tak bercukur. Wajah tirus, tulang rahang menonjol. Rambut menggondrong berombak ikal, layaknya rambut saat masih SMA. Cuma kala SMA dilengkapi baju ketat lengan panjang dilipat tiga perempat. Dengan celana cutbray berkibar kibar ditopang sepatu boot setebal dingklik. Ngebut naik motor 100 CC.

Sekali lagi menatap wajah agak asing itu di kaca. Walau dikatakan sudah membaik, tapi masih tampak pucat kurus. Mata cuwong kurang tidur, berat badan menurun. Itulah awak hari ini. Tapi tetap Alhamdulillah... merasa bugar.

Bermasker melangkah pelan menuruni jalan, saya mulai penjelajahan. Turun sampai pertigaan. Pilihan ke kiri atau ke kanan. Saya belok ke kiri menanjaki jalan mobil menuju gerbang RS.

Matahari mulai naik. Di seberang sungai melela sawah, pohon pohon kelapa, tegalan, rumah rumah kecil berkilau keemasan memantulkan cahaya. Menarik nafas dalam dalam menghirup sebanyak banyaknya energi pagi. Tapi tak mampu. Karena terpapar ini nafas masih pendek, belum normal. Tak bisa ditarik panjang. Kalau tetap menyedot udara akan segera terbatuk batuk. Baiklah.. sabar.

Pelan mendaki. Disebelah kanan ada Kampoeng Organik. Kampoeng organik adalah warung umum didalam komplek RS yang menjual makanan organik sehat.

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi

Saya masuk, warung belum buka. Duduk disalah satu saung menghadap ke barat. Udara begitu segar, angin pagi membuai pelan. Disebelah kiri di kejauhan sayup sayup puncak puncak gunung menjulang berjejer dikelilingi kabut tipis mengambang. Mempesona. Entah itu gunung apa.
Disebelah kanan, adalah jurang yang dibelah kali. Dan diseberangnya sawah, tegalan dan pedesaan berkilau keemasan memantulkan mentari pagi.

Panorama tak biasa. Seandainya saja saya pelukis.... Tapi eit saya pelukis juga, segera mengabadikan semua panorama pagi ini dengan kamera seluler yang selalu di tangan.

Usai sejenak meresapi berangin angin, meninggalkan Kampoeng Organik putar balik kembali turun.

Sendirian dalam lengang, menuruni jalanan teduh dinaungi pepohonan tinggi. Melewati deretan hunian pasien di lingkungan nyaman, masih sepi belum banyak aktivitas.

Sampai pertigaan terus lurus. Di sini bertemu gerbang dan lorong jalan. Lorong yang di kiri kanan bertumbuh pohon pohon tinggi. Kelihatannya pohon Ketapang Kencana telah dipotong batang batang sisi bawahnya. Yang tersisa adalah ranting dan dedaunan di ketinggian sekitar 20 meter. Seperti payung raksasa unik berjejer jejer.

Masuk sisi kiri adalah taman hijau memanjang yang berbatasan dengan kali dan sawah. Ban ban raksasa bekas Traktor ditaruh di beberapa tempat sebagai tempat duduk bersantai.

Di pinggir kali, tengah ditanam beberapa pohon unik. Yaitu Baobab atau Asem Butho, Asam Raksasa. Memang kalau sudah besar penampakan batang Baobab nantinya akan seperti buah asam jumbo, coklat mblenduk.

Pohon berasal dari Madagaskar Afrika Timur itu berbentuk unik, aneh. Harganya sangat mahal, bisa ratusan juta rupiah.

Pohon Baobab cukup besar bisa dilihat di waduk Ria Rio Pulomas atau di kampus UI Depok.

Rupanya di RS ini Baobab juga sedang dikembangkan. Entah sebagai pohon hias atau juga obat. Karena Baobab mengandung banyak manfaat kesehatan. Baik dari kulit, daun, bunga, buah maupun batangnya.

Baobab baobab ini kelihatannya belum lama ditanam. Pohon pohon yang belum subur itu digantungi plastik biru cukup besar berisi air. Mungkin itu metode menyusui untuk mempercepat pertumbuhan batang. Atau entah untuk apa. Ketika ditanya pak tukang kebun tidak bisa memberi penjelasan.

Membayangkan beberapa tahun mendatang, deretan Baobab itu sudah membesar. Pasti taman ini akan lebih indah dengan penampakan pohon Baobab seperti di Baobab Avenue Madagaskar.

Pohon nan unik. Juga ada yang menamainya sebagai pohon Surealis. Karena bentuknya yang tak biasa, nyleneh.

Melewati Baobab, di ujung taman dipinggir kali saya duduk di ban raksasa yang teronggok di taman. Memandangi hijaunya sawah dan pedesaan diseberang kali, asri.

img-20210815-wa0017-compress9-6118992831a2873cba7c9d02.jpg
img-20210815-wa0017-compress9-6118992831a2873cba7c9d02.jpg
Sawah menghijau sebentar lagi bulir bulirnya akan keluar, menguning dan menunggu panen. Melihat sawah membentang itu teringat masa kecil di desa. Biasanya sebelum panenan tiba akan diselenggarakan sesaji di pematang sawah. Sesaji sederhana berupa tumpeng nasi mini, gudangan, dua butir telur ayam kampung, gereh pethek diurapi dengan sambal kelapa memerah. 

Lalu sebagian tumpeng dan ubo rampe tadi akan ditinggal di pematang sebagai saji kepada Dewi Sri. Dewi kesuburan, sang pengampu kesuburan dan pemberi panenan bulir bulir padi montok, putih nan enak. 

Kami anak anak kecil peserta acara sesaji dibagi sisa tumpeng dan lauk lauknya. Betapa nikmat kala itu menyantap makanan sederhana itu di pematang. Tersenyum, memorize masa silam.

Beranjak dari ban besar, meneruskan berjalan. Di ujung taman ternyata ada mini Zoo, kebun binatang kecil.

Ada kolam kolam tempat puluhan Angsa putih dan Enthok bercengkerama, berenang renang saling mengejar. Disebelahnya adalah kandang sangat luas. Juga sebagai tempat penangkaran Rusa Totol. Rusa sebesar kambing dengan kulit dasar coklat bertotol totol putih sebagaimana yang dipelihara di Istana Bogor.

Kata penjaga, rusa sudah berjumlah ratusan karena gampang sekali berkembang. Sekali kali disembelih, rasa dagingnya enak gurih tak kalah dengan daging kambing. Ujar pak penjaga.

Juga disamping ada kandang berderet tempat naung dan meriung ratusan merpati. Pagi itu merpati merpati itu sudah aktif bersidekur. Beterbangan saling menggoda. Malah ada juga yang sempat bercinta. Walah begitu pagi... sudah menyalurkan hasrat.

Meninggalkan mini Zoo saya balik akan pulang. Sudah cukup lama berwisata, hampir satu jam.

Di tengah jalan tiba tiba langkah terhenti, tertegun. Di depan saya menjulang tinggi diatas gundukan tanah sebatang pohon Pule. Batang Pule itu menjungkring lurus kira kira dua puluh meter. Di puncaknya, dedaunannya melebar bak cendawan menaungi.

Pohon Pule, akhir akhir ini sedang ngetren sebagai pohon perindang, juga pohon hias di rumah rumah atau taman. Sebagaimana pohon Baobab, Pule memiliki banyak khasiat kesehatan. Pohon yang banyak ditemui di pulau Jawa dan Sumatera ini meski tidak seeksotis dan semahal Baobab, namun cukup mahal dan indah sebagai penghias rumah dan taman yang bergaya.

Pule di depan saya menjulang, dari sela sela dedaunannya seberkas kemerahan mentari pagi menerobos. Begitu ajib menarik.

Namun bukan pesona mentari itu yang membuat saya berhenti. Entah dipengaruhi apa, saya tertegun membayangkan pohon Pule di depan itu sebagai pohon Khuldi yang terlarang di surga.

Ketika kecil, di buku buku cerita bisa dilihat ilustrasi pohon Khuldi yang tidak begitu tinggi. Seekor ular melingkari pohon, di depannya Siti Hawa mendengarkan ular yang sedang berbicara.

Rasanya Pule di depan ini lebih layak menggambarkan pohon Khuldi daripada ilustrasi buku di masa kecil. Pule itu menjulang dan nampak magical. Ah.. Seekor Ular besar membelit batang Pule dan Hawa mendongak mendengarkan bujukan Ular Iblis.

Ketika Adam dan istrinya selama 42 tahun tinggal di Surga atau Eden, mereka boleh melakukan apapun dan makan apa saja. Kecuali makan buah Khuldi dari pohon terlarang.

Kita tahu semua selanjutnya. Ular sebagai representasi iblis menggoda Hawa. Rayuan ular mengatakan, Khuldi adalah buah pengetahuan. Siapapun yang memakannya akan memiliki pengetahuan dan kekuatan abadi. Kekuasaan yang setara dengan Tuhan sendiri.

Hawa tergoda rayuan sang Ular, dan memakan buah Khuldi. Demikian juga Adam. Mereka diusir Tuhan dari sorga karena melanggar larangan. Adam dan Hawa harus hidup di dunia. Akan mengalami perjuangan dan derita layaknya manusia.

Konon dari sorga Adam diturunkan di puncak gunung di Srilanka, Adams Peak. Yang sampai saat ini Puncak Adam itu disucikan. Menjadi tempat peziarahan umat Muslim, Kristen, Hindu, Buddha dan kaum tradisional Srilanka. Konon sangat ramai terutama di bulan April.
Di puncak gunung keramat itu ada jejak telapak kaki raksasa. Sepanjang 1,8 meter dan lebar 1 meter. Konon itu adalah bekas tapak kaki Adam ketika pertama kali menapak bumi.

Sedangkan Hawa isterinya, turun terpisah di wilayah Jeddah jazirah Arab. Ribuan kilometer jauhnya dari puncak Adam Srilanka.

Setelah berpisah ratusan tahun, dua sejoli itu nantinya akan bersua di Jabal Rahma. Gunung di tengah padang Arafah di luar kota Mekah.

Jabal Rahma yang sangat ramai oleh peziarah saat musim Haji dan Umrah. Di puncak Rahma terdapat Tugu penanda pertemuan Adam dan Siti Hawa setelah sekian lama dipisahkan. Kebanyakan kita semua sudah tahu dan pernah mengunjungi Jabal Rahma.

Tidak berhalusinasi, hanya pikiran terlintas begitu saja kepada kisah pohon terlarang yang termuat di kitab agama agama Monoteisme begitu menatap Pule itu. Entah kenapa.

Pohon Pule tinggi itu tegak, begitu intimidatif memancarkan berkas sinar merah.

Bergegas saya segera melewati Pule indah itu. Kelamaan berhenti disini pikiran bisa kemana mana.

Dengan tertatih tatih mendaki, akhirnya saya sampai kembali di rumah 162. Hampir 1,5 jam berjalan.

Mengulang rutinitas, sarapan bubur dan sayur tawar, berjemur. Kemudian terapi Ozon.

Karena badan merasa enak, saya berjalan kaki tidak minta pelayanan kursi roda. Mendaki menuju ruang terapi Ozon diatas. Demikian juga usai terapi, kembali pulang berleha leha berjalan kaki.

Siang itu badan terasa kurang nyaman, tidur tak lelap.

Sore hari saya mendapat visit istimewa. Dokter Husen, owner dan founder rumah sakit ini sejak 1993 berkunjung.

Orangnya tenang, tegas dan juga demanded. Didampingi para asisten, mbak Dian ahli gizi dan asisten lainnya mas Firman. Ciri khas dokter Husen kalau minta sesuatu akan terlebih dahulu mengatakan Helo..

Memeriksa catatan. Rupanya pagi tadi saya tidak  ditensi dan periksa saturasi karena keburu pergi. Mungkin dokter melihatnya ada yang kosong.

Pagi tadi bapak kemana, tanyanya. Terus terang saya menyampaikan apa adanya. Berjalan jalan 1,5 jam, lalu karena euforia merasa sudah membaik, mengatakan pula kalau saya berjalan kaki pulang pergi ke ruang terapi Ozon.

Dokter Husen diam mendengarkan. Tiba tiba suaranya terdengar lebih tegas. Bapak belum boleh melakukan itu, terlalu banyak berjalan. Bapak sudah senior dan ada Komorbid jantung. Terlalu banyak bergerak akan menurunkan saturasi oksigen. Saturasi rendah bisa membuat linglung.

Helo, coba cek saturasi. Saturasi di cek, masih lumayan di 95.

Helo, coba besok bapak diberi imun booster...

Helo bapak besok terapi Ozonnya harus di kamar ini, tidak boleh ke ruang terapi.

Helo, tolong segera dikirim tabung oksigen ke ruang bapak untuk persiapan. Komorbid jantung pak, harus hati hati.

Dokter Husen begitu khawatir akan saya. Saya sendiri tenang tenang saja.

Dokter Husen berlalu ke tempat pasien lain.

Saya mulai mikir dan berdebar debar. Tadi siang saya tidur susah dan resah. Apa ada yang salah?

Lanjut episode terakhir

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun