Menginap di resor BGG Jatinangor. Mendapat kamar menghadap gunung, di lantai 3. Seberang dari kamar tempat awak menginap beberapa bulan lalu yang menghadap lapangan golf.
Kamar yang ini balkonnya luas dan terbuka. Langsung berpikir malam nanti disini akan star gazing, menatap pesona jutaan bintang yang berpijar pijar di langit Bandung bagian timur.
Mengawali malam, para alumnus dan insan aktif pelabuhan Tanjung Priok meriung di resto resor. Resto luas dan terbuka, menyatu alam. Angin sejuk pegunungan tak henti meniup pelan menyapu nyapu ruangan. Semoga aman dari segala macam virus.
Kambing guling dan bandrek menjadi menu utama. Penghangat dan penyemangat tubuh dan jiwa para insan senior itu. Pribadi pribadi yang telah makan begitu banyak asam garam kehidupan yang indah, dan juga terkadang muram dan pelik.
Santap malam diiringi live musik. Para periung bernostalgi ngobrol gembira. Pasti tetap dengan protokol kesehatan. Jaga jarak, bermasker kalau tidak lagi makan dan sering cuci cuci tangan.
Reunian, bernostalgia hanya ngobrolin masa lalu. Mengenang saat dan kisah lucu menyenangkan yang pernah terjadi. Sama sekali tidak menyinggung rencana masa depan. Begitulah biasanya satu komunitas bereuni. Hanya mengenang yang lalu dan tak perlu risau akan masa depan. Walaupun yang akan datang begitu banyak tantangan. Itu sudah ada yang mengurus dan atau bisa didiskusikan lain kali. Begitulah kira kira....
Usai nostalgic dinner Nite, kembali ke kamar. Awak langsung ke balkon. Angin dingin sembribit menyambut. Antusias ingin segera menikmati jutaan bintang bertaburan. Tapi apa mau dikata langit begitu gelap, tirai mendung tebal menutup tak tertembus mata telanjang. Mencoba selular smart phone berpiksel tinggi, menjepret keatas. Hasilnya, di layar hanya hitam semata. Mendung terlalu tebal membentengi. Langit malam Bandung timur seolah goa kelam raksasa, menganga dingin menatap bumi... Misterius.
Star gazing gagal. Kembali masuk kamar, sholat Isya. Melempar tubuh ke ranjang lebar. Segera lelap, tidur nyenyak. Tidur sang penyembuh segala macam penyakit, termasuk kelelahan. Terbangun oleh sayup sayup suara adzan subuh mengalun sayu di kejauhan. Berwudhlu, badan terasa segar.
Pagi ceria cerah walau sedikit mendung. Tiga puluh golfer bersiap mengarungi 18 holes nan lebar lebar dan panjang.
Â
Menjelajahi lapangan yang dilingkungi gunung Malayang, gunung Geulis dan bukit bukit lainnya. Barisan gunung menjulang membiru menjadi ikon lapangan ini.
Empat jam berlalu, permainan hampir usai. Tee off di hole hole terakhir menuju club house. Club house klasik dengan style eklektik Jawa Mediterania. Penampakannya dari kejauhan ada miripnya dengan bandara Soetta lama.