Kontras yang lain adalah adanya Piramida kuno, megah teronggok ditengah kota. Berdiri dikelilingi bangunan bangunan modern.
Sebentar lagi bus akan melewati piramida itu. Jose pemandu kami di Lima gaya dan penampilannya sangat berbeda dengan Marcelo. Pemandu Iguazu yang santai. Penjelasan Jose runtut formal, layaknya penjelasan seorang sejarahwan akademis. Penampilannyapun resmi, berjas hitam hem putih bersisir rapi. Berbadan besar wajah klimis, Jose lebih mirip CEO ketimbang seorang pemandu wisata.
Pagi itu Jalanan Lima marah, macet parah. Bus merayap menyusur lambat di jalan depan piramida. Sejarawan Jose menunjuk bangunan masif kuno di kiri bus. Itulah Huaca Pucllana, piramida purba di jantung kota Lima.
Bus njegreg terkena traffic jam jalanan depan piramid. Suara Jose memberikan penjelasan menjadi lebih jelas terdengar.
Rupanya piramida kuno itu bukan hanya pyramid Giza kuburan Firaun di Kairo Mesir. Huaca Pucllana, pyramid suku Inca disini tak kalah tuanya. Konon dari penelitian para Arkeolog, Huaca telah berdiri sejak 2500 tahun sebelum masehi. Jadi telah ada sejak 4520 tahun yang lalu dan masih tegak berdiri hingga kini. Luar biasa.
Berbeda dengan penampakan pyramid Giza berwujud segitiga dengan puncaknya yang runcing. Huaca Pucllana berupa tumpukan batu batu dengan puncak seperti dataran. Boleh disebut Huaca adalah pyramid pejal.
Huaca adalah susunan batu batu berwarna tanah maron suram, bertumpuk tumpuk disusun mendatar. Bertinggi rata rata 25 meter.
Jose menjelaskan, kalau pyramid ini dulunya adalah kuil besar yang antara lain dipergunakan untuk upacara persembahan. Saat  ditemukan setelah lama terkubur tanah dan pasir karena bencana alam, ada banyak kerangka remaja wanita yang berserakan disana.
Jaman dulu kala ada kepercayaan, untuk meredam kemarahan dan bencana alam dibutuhkan persembahan serta pengorbanan. Banjir karena luapan laut pasifik kala itu adalah bencana alam yang sering terjadi melanda wilayah ini. Mengakibatkan kehancuran dan kesengsaraan.
Luapan ini disebabkan oleh bocah lelaki sakti atau El Nino, yang menjelma dan menyatu dengan air laut bergolak mengamuk membanjiri daratan.
Para dukun dan tetua sepakat, penguasa harus mengorbankan para wanita remaja cantik, untuk menenenteramkan El Nino si bocah lelaki ndugal itu. Jadilah wanita wanita muda cantik dikorbankan di kuil Huaca. Bagaimana detil ritual pengorbanannya, kelihatannya Jose tak sampai hati untuk bercerita.
Wanita cantik yang dikorbankan sesuai petunjuk dukun tidak hanya satu atau dua tetapi beberapa orang. Jose bercerita, suatu saat di wilayah Lima sudah kehabisan remaja cantik. Sedangkan saat upacara pengorbanan telah tiba. Akhirnya untuk menutupi kekurangannya, beberapa remaja pria dirias mirip perempuan. Bahkan ada juga hewan Alpaca atau Llama betina ikut dikorbankan untuk mencukupi jumlah persembahan. Demi mencegah datangnya El Nino si bocah nakal. Oh, alangkah sedihnya.
Bus berlalu dari pyramid Huaca Pucllana, bangunan masif magis bermuatan cerita mengerikan yang kini adalah salah satu ikon wisata kota Lima.
Bus merayap dalam kemacetan untuk menuju landmark paling tersohor kota tua Lima. Kami menuju Plaza de Armas atau Plaza Major.
Di sekeliling plaza segi empat luas ini tegak berdiri bangunan bangunan kuno bersejarah negeri Peru. Gedung gedung megah, unik, tua tapi masih tetap terawat dan berfungsi dengan baik. Plaza de Armas adalah tujuan wisata utama kota Lima.
Istana Presiden, istana Persatuan, Kathedral, museum keramik dan sejarah, rumah dinas Bishop di pojokan dengan balkon khas. Dan banyak bangunan lain yang ikonik fotographic berdiri berjejeran di sepanjang pinggiran plaza segi empat bujur sangkar ini.
Pastinya sangat kuat pengaruh arsitektur Spanyol pada bangunan disini, khususnya gaya era Barock. Yang mulai marak pada awal abad 16, gaya dengan ornamen yang melebih lebihkan style era Renaisance.
Jose mengajak turun dibelokan macet. Berjalan kaki di walking promenade, berbaur dengan wisatawan lain yang ramai menyusur menuju Plaza Major.
Unfortunately pagi ini disekeliling plaza ditutup pagar. Polisi Lima berkelompok menjaganya. Siang ini akan ada demo cukup besar. Para pendemo harus di luar pagar dilarang masuk plaza major. Kami dan para wisatawan ikut menjadi korban, dilarang masuk plaza megah ini.
Meskipun Jose mencoba bernegosiasi, menjelaskan bahwa kami wisatawan dari Indonesia negeri yang amat jauh. Polisi bergeming, tidak memberikan ijin kami masuk plaza.
Jadilah kami berkeliling, menikmati keindahan plaza dari kejauhan, di luar pagar pembatas demo. Beberapa orang bandel yang mencoba masuk plaza diusir polisi.
Plaza ini diinisiasi dan pertama dibangun oleh Fransesco Pizzaro, penjelajah berkebangsaan Spanyol. Pizzaro bersama sahabatnya Diego Almagro pada tahun 1526 mulai menjelajah dan penaklukan di Peru. Pada 1530, berhasil menaklukan kerajaan Inka. Yang kala itu beribu kota di Cusco, berada di dataran tinggi gugusan pegunungan Andes. Pizzaro membunuh raja Inka Atahualpa.
Pizzaro ingin memindahkan ibukota Cusco yang dirasa sempit dan tidak memadai lagi ke Lima. Rencana pemindahan ini membuat perselisihan dengan teman dekatnya Diego Almagro yang tidak sependapat dengan rencana itu. Perselisihan semakin meruncing, akhirnya tahun 1537 Pizzaro menghukum dan membunuh teman seperjuangannya Almagro. Dan ibukota kerajaan dipindahkan dari kota antik Cusco ke Lima.
Pizzaro mulai membangun kota Lima dari plaza major ini. Bangunan pertama adalah istana raja yang kini masih dipergunakan sebagai Presidential Palace.
Kisah ironis antara dua sahabat seperjuangan berlanjut. Tahun 154i pengikut setia Diego Almagro membalas dendam, berhasil membunuh Fransesco Pizzaro.
Fransesco Pizzaro dimakamkan di kathedral komplek plaza major.
Kami memandangi fountain besar di tengah plaza yang tak putus memuncratkan air. Pemanis juga penegas keberadaan plaza ini. Menurut Pizzaro, plaza major adalah pusat dunia. Dan tepatnya berada di titik berdirinya fountain raksasa itu. Entah apa penjelasan dan rasionalnya sehingga fountain itu jadi pusat dunia.
Meninggalkan plaza major, membawa kenangan akan kemegahan bangunan bangunan menjulang dengan tata ruang nan indah. Serta tersingkap sejumput kisah anak manusia. Tentang visi, penjelajahan, perjuangan, persahabatan, kesetiaan, penghianatan, keserakahan dan juga balas dendam.
  bersambungÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H