Kami masuk baris Imigrasi bandara Iguazu. Di area batas pengantar, Marcelo melambai beradios adios. Senyum main mainnya tak lepas dari wajahnya, easy going. Easy going, easy come easy go terkadang dibutuhkan manakala menyikapi hal hal tertentu.Tetapi bagi Marcelo, kelihatannya easy going telah menjadi pondasi gaya hidupnya. Gaya yang menarik, membuat hidup terasa enteng dan gampang.
Senja menua, langit hampir gelap mendekat malam. Kami naik tangga manual pesawat berbadan sedang, tidak ada garbarata disini. Pesawat akan terbang malam.
Suasana bandara Iguazu di pedalaman, disekeliling hutan mengingatkan kenangan, Dejavu. Kenangan ketika masih sering terbang dengan pesawat kecil di Tanah Air bagian tengah dan timur. Lingkungan bandaranya ada miripnya.
Terbang juga di wilayah paling timur dalam cuaca yang kadang tak menentu. Ke Ambon, Ternate, Sorong, Fak fak, Manokwari, Biak, Kaimana, Jayapura, Timika, Merauke. Rasanya saat saat itu belum lama terjadi. Sungguh kenangan tak terlupa.
Pemberitahuan pesawat latam segera take off. Mengencangkan sabuk pengaman. Berdoa, berharap terbang malam ini bakal baik baik saja, cuaca bagus.
Pukul delapan malam lebih, matahari baru angslup seluruhnya di cakrawala. Pesawat latam mengudara. Terbang ke barat, meninggalkan langit Iguazu negeri Samba.
Lima ibukota Peru adalah city of contras. Salah satu kota besar Amerika Latin terletak di pantai barat. Di tepian samudera Pasifik. Di sisi berbeda dengan kota Rio de Janeiro. Yang berada di pantai timur latam, di tepi samudera Atlantik. Sedangkan Iguazu sendiri berada di tengah latam bagian selatan. Kini kami terbang melawat ke barat.
Waktu Lima dua jam lebih cepat dibanding Iguazu. Take off pukul delapan lebih, terbang sekitar dua jam. Pesawat mendarat tengah malam waktu kota Lima.
Sudah lewat tengah malam, ketika kami very late dinner di resto hotel bandara. Traveler sejati selalu bisa menikmati segala situasi. Membabat habis segala makanan yang tersaji untuk tambahan energi. Meski sambil sedikit ngantuk.
Di tengah malam pula kami berbaris menyeret koper koper besar bawaan. Berjalan berurutan menuju bus di tempat parkir. Diterpa cahaya lampu, bayangan siluet konvoi kecil ini terlukis di permukaan aspal jalanan. Saat yang berat dan lelah ketika dijalani, namun akan menjadi memori indah ketika dikenang nanti.
Inilah kora Lima yang terkenal ramah dan damai. Dari bandara menuju hotel di kota. Lewat tengah malam, bus menyusuri jalanan yang masih ramai.Â
Jose, pemandu kami di Lima menjelaskan. Kota Lima jauh lebih aman dibanding Sao Paolo atau Rio de Janeiro. Di Lima tidak ada wilayah kriminal model Favela di Rio, meskipun masih banyak juga kampung kumuh disini.
Bulevar lebar di kiri kanan jalan masih cukup ramai orang meriung dan berjalan santai. Gedung gedung kuno bergaya Spanyol antik berderet di kiri kanan jalan. Nampaknya Lima benar benar kota yang aman, orang tidak takut berjalan malam.
Malam telah lewat berganti pagi. Chek in di hotel dini hari. Agak aneh tapi nyata. Romantika berwisata. Menata koper, sholat Isa dini hari di Peru. Alhamdulillah.        Â
Alarm tubuh tak pernah terlambat, walau tidur telat. Pagi pagi keluar hotel mengamati jalanan yang mulai ramai. Hotel berdekatan dengan stasiun kereta bawah tanah. Kerumunan ramai keluar dari gerbang stasiun, seolah laron berhamburan dari sarangnya. Bergegas, berjalan cepat di bulevar lebar senor dan senorita latino rapi jali. Drama pagi orang orang menunaikan kewajiban menuju tempat kerja.
Pagi ini Jose membawa kami ke Miraflor area, kawasan baru kota Lima. Distrik dengan deretan gedung tinggi serta taman memanjang indah terbuka. Berada di tebing menghadap lautan Pasifik.
Dibawah taman adalah Larcomar mall terbesar di kota Lima. Pada mulanya Larcomar akan dibangun di area taman. Namun diprotes oleh banyak warga Lima, karena mall ini akan menutup view pasifik yang cantik dari Bulevar dan taman. Jadilah shoophing mall besar itu dibangun di bawah tanah.
Pagi ini kawasan Miraflor belum begitu ramai. Berdiri di tebing taman menghadap ke barat. Di bawah sana ombak pasifik  bergulung tak henti menyambangi pantai pasir putih landai melengkung. Dibawah tebing karang.
Kawasan ini terkenal dengan view sunset yang indah di horizon lautan teduh. Sayang kami tidak akan disini lagi. Nanti sore kami sudah harus meninggalkan Lima. Terbang ke Cusco, kota Inca diatas gunung.  Â
      bersambung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H