Mohon tunggu...
Gigih Mulyono
Gigih Mulyono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peminat Musik

Wiraswasta. Intgr, mulygigih5635

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Amerika Latin, Catatan Perjalanan 10

3 April 2020   09:51 Diperbarui: 20 April 2020   11:29 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun kekalahan di final piala dunia malam itu pada bulan juli 1950 di usianya yang ke 29 tahun merubah nasibnya hingga akhir hayatnya di tahun 2000 usia 79 tahun.

Barbosa menjadi sasaran kekecewaan dan kemarahan. Biang kerok kegagalan dan kambing hitam kekalahan.

Warga biasa, pengurus bola, aparat pemerintah, pers menyalahkan dan menjauhinya. Nasibnya berubah, dari pemuda yang dipuja menjadi parasit yang disalahkan.

Selama lima puluh tahun Barbosa mendapat persekusi, di bully karena kekalahan itu. Barbosa menjadi simbol sial, unlucky. Dunianya terbalik, demikian pula nasibnya.

Di usia menjelang ajal Barbosa menulis memoar. Antara lain dengan pedih menuliskan, Lebih dari 40 tahun aku dipersalahkan atas perbuatan yang tidak pernah kulakukan. Itu semua kekalahan tim bukan hanya kekalahan Barbosa. Itu adalah kesialan tim dan kesialan Brazil.

Terlepas dari terjadinya Maracanazo, tamparan Maracana 1950 momen kelam yang tak terlupakan. Sampai saat ini Brazil adalah negeri yang paling banyak memenangkan Piala Dunia. Lima kali menjadi juara dunia. Dibawahnya mengekor Jerman dan Italia. Masing-masing empat kali juara dunia.

Adalah Pele, pemuda miskin berusia 17 tahun dari wilayah Sao Paolo yang merubah wajah sepak bola Brazil di kancah dunia. Pele tiga kali memperkuat tim Brazil meraih piala dunia, tahun 1958, 1962 dan 1970. Sedangkan 2 yang lain diraih tahun 1994 dan 2002. Semua piala dunia Brazil diperoleh di negeri orang. Belum pernah dimenangkan di negeri sendiri.

Siang itu rombongan Latam Tur berdiri di depan stadion Maracana yang sepi. Hanya puluhan pengunjung bertandang.

Pak tua latino penjual souvenir satu satunya menggelar lapak di depan patung kebanggaan. Patung penanda Brazil sebagai kampiun piala dunia yang digagas Jules Rimet tahun 1929 itu.

Pak tua menaruh replika piala dunia tembaga keemasan di depan patung. Setiap pengunjung bisa mengangkat atau mencium piala replika untuk berfoto. Dan meninggalkan lembaran Real Brazil sekedarnya.

Usai berfoto foto di  depan stadion, rombongan Latam tur meninggalkan Maracana stadium. Menuju Kathedral Metropolitan kota Rio yang unik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun