Usai Mahrib. Hari masih terang, Mentari belum sepenuhnya tenggelam.
Dari jendela kamar, terlihat Ombak bergelombang di sisi Kapal. Siluet pulau memanjang di seberang, membayang kelabu tersaput kabut. Lukisan panorama alam di tengah lautan menjelang malam. Sayup, bisu.
Kapal melewati taman nasional terluas di Amerika. Tersohor dengan habitat flora faunanya yang liar, Tongass National Park. Crystal Symphony melaju, berlayar ke selatan.
Nyonya sibuk membaca Cerbung di WA. ADBM, Api di Bukit Menoreh. Cerbung yang telah menginjak sekian ribu episode. Kisah petualangan tokoh utama, Agung Sedayu. Remaja penakut dari desa Jatinom, yang nantinya menjadi komandan dan pelatih  pasukan elite kerajaan Mataram, Ngayogyakarta Hadiningrat. Pada masa raja pertama Mataram, Panembahan Senopati. Alias Sutawijaya Ngabehi Loring Pasar.
Puluhan tahun lalu, ADBM dimuat setiap hari di Koran Kedaulatan Rakyat Yogya. Diterbitkan menjadi buku setiap bulan. Kisah menarik seorang pemuda clingus. Dengan bakat, ketekunan serta keinginan besar untuk belajar dan diberkati nasib baik, berkembang hebat. Bertransformasi menjadi pendekar sakti Mandraguna, tanpa tanding. Berbagai ilmu dahsyat dikuasainya. Dari memainkan senjata cambuk, memanah sampai ngelmu panglimunan. Ajur ajer, menyatu dalam dirinya.
Nantinya Agung Sedayu harus menerima takdir yang tak bisa dihindarinya, memiliki tiga isteri. Sekar Mirah, cinta pertamanya. Kemudian yang ke dua garwa ampilan sempurna. Cantik cerdas, bekas selir Raja yang tak mampu ditolaknya. Serta yang ke tiga  Pandan Wangi, janda almarhum Swandaru Geni adik seperguruannya.  Apakah Agung Sedayu bahagia?
Fiksi inspiratif, memerlukan ketekunan dan kesabaran untuk bisa menikmatinya.
Seolah tak lekang oleh jaman, kini ADBM ramai beredar di WAG wag.
Salah satu masterpiece, karya almarhum Sh Mintarja pengarang dari Jogya. Berdurasi sangat panjang, terangkai dalam ratusan jilid buku. Barangkali adalah serial literasi terpanjang di seluruh dunia. Melebihi panjangnya kisah seribu satu malam  Bagdad. Atau La Galigo dari Sulsel.
Kalau nyonya sudah fokus membaca cerbung  itu, artinya tidak ingin diganggu. Awak harus berjalan sendirian di kapal.
Menyusuri area joging terbuka pinggiran deck enam. Berjalan di trek kayu, dibawah pelampung pelampung kapal  berderet bergantungan. Angin laut meniup kencang, menusuk dingin.
Sore ini trek joging lengang. Area ini seolah milikku seorang. Berdiri di moncong haluan, menentang tiupan angin. Merasakan ujung runcing kapal membelah lautan. Ombak berdebur debur pelan. Kelap kelip suar di kiri kanan depan mulai nyala. Pulau pulau besar kecil bertebaran. Terapung membisu dalam gelap. Hitam mulai membayang.
Momen tak terlupakan.
Sudut sudut Kapal terasa lebih indah dibanding kemarin. Karena esok pagi bukan lagi milik kami. Besok awak harus turun, mengakhiri Alaska Cruising.
Memang orang cenderung menyenangi apa apa yang tidak dimiliki. Atau hampir tidak dimiliki lagi.
Mengelilingi Kapal satu putaran. Angin dari utara semakin dingin. Tak tertahan, walau menyandang jaket tebal. Mentari telah sepenuhnya undur diri dari langit. Langit dan laut benar benar gelap. Hanya pijar lampu suar menjadi petunjuk arah. Terpaksa kembali lagi ke kamar.
Di kamar, nyonya masih asyik membaca cerbung. Koper dan tas bawaan berjejer, telah terkemas rapi. Siap diangkut keluar kapal esok pagi. Koper koper pengkuh yang setia mendampingi kemana pergi. Tak pernah protes, walau terkadang diisi barang barang tak perlu. Koper yang setia, loyalitas tak bersyarat.
Membolak balik lembaran agenda kapal. Acara malam terakhir. Di panggung utama Galaxy, akan perform female Singer very talented asal Toronto Kanada. Karen Greinger.
Sendirian menyusur lorong sepi di depan deretan stateroom. Ruang Galaxy telah ramai, hampir penuh pengunjung.
Tak berapa lama, Thomas direktur kapal tampil di panggung. Dengan kostum pelautnya putih putih. Pria matang mirip Richard Gere itu terlihat segar  tertimpa sorotan lampu warna warni.
Thomas pidato memberi pengantar. Karen adalah Diva Kanada. Memiliki talen hebat sebagai peniru, copy cat suara dan gaya para singer terkenal dunia.
Malam itu, diva cantik itu menggebrak panggung dengan aksi, gestur dan vokal mirip para artis.
Dari menirukan Celine Dion, Tina Turner, Elton John. Sampai duet top tahun 70an Sony and Cher. Tampilannya kocak, ketika Karen dalam satu lagu harus menirukan bergantian vokal Cher perempuan dan Sony vokal pria.
Wig wig, rambut palsu para artis menumpuk di kursi panggung. Saat meniru Tina Turner, Karen memakai wig lurus jabrik. Menyanyi dengan kaki terkangkang. Tina Turner menjelma di panggung. Simply the best, lagu andalan Tina mengalun menyerupai suara aslinya.
Malam itu Karen menirukan gestur dan suara sekitar 10 penyanyi top dunia. Performance sangat menghibur.
Sayang aksi panggung tidak boleh difoto. Saat pertunjukan usai, Karen berdiri di depan pintu keluar Galaxy. Memberi kesempatan bincang bincang dan berfoto dengan penonton.
Pertunjukan utama rampung. Hari sudah pukul 22.00. Sendirian, berjalan berkeliling kapal. Selasar dan area publik tak semeriah biasanya. Bahkan lengang.
Barangkali sebagian besar penumpang sedang berjuang di kamar. Berkutat dengan koper dan tas bawaan. Khususnya bagi mereka yang akan melanjutkan perjalanan dengan penerbangan. Menata bawaan dengan baik, agar terhindar dari Over weight.
Malam lengang, bahkan debur ombak di luar sayup sayup terdengar. Kecuali di ruang Kasino. Masih ramai para gamblers sedang menangguk peruntungan terakhir. Memang bagi orang orang tertentu, salah satu daya tarik cruising adalah bebas berjudi setiap saat. Variasi dari permainan untung untungan sebagaimana tersebar di Las Vegas. Atau Atlantic City.
Di hall utama lantai lima, nona violin memainkan My Way Frank Sinatra. Hanya satu pasangan senior duduk di sofa menikmati alunan Biola yang syahdu mendayu. Mengiris malam.
Starlite club, yang biasanya jam begini hingar bingar dengan pasangan pasangan berjoget tak lagi ramai. Hanya beberapa pasangan melantai di panggung. Diterpa sorot lampu semburat merah.
Its now or never, disusul Surrender nya Elvis Presley menghentak tanpa energi. Oma jangkung berambut putih itu tak lagi kelihatan.
Tiga  perempat gelas cola telah tuntas, Take me home country road John Denver selesai dinyanyikan. Awak beranjak dari sofa, meninggalkan Starlite club yang akan selalu terkenang.
Menyusuri deck 11. Resto Chinese food Silk membisu, artistik. Memanjang tersambung dengan Market place yang barangkali esok pagi masih akan ramai.
Naik ke deck terbuka, lantai 12. Langit kelabu menaungi, melengkung.Tak ada jejak Rembulan disana. Deburan laut mendominasi nuansa malam. Kolam renang sunyi, seperti memori.Itulah memori. Alaska cruising memory. Awak kembali ke kamar. Menyimpan memori, menyongsong mimpi.
6. Vancouver 3
Rasanya belum lama terlelap, mata kembali terjaga. Membuka tirai jendela. Nampak di luar, kota Vancouver terhampar bermandi cahaya.Pukul 5.00 dini hari. Kapal telah bersandar di terminal cruise Vancouver. Penumpang belum diperbolehkan turun. Debarkasi baru dimulai pukul 8.00. Masih bisa sarapan di Market place. Menikmati telor dadar Crystal Symphony yang terakhir, dan megucap selamat tinggal kepada Asep van Cianjur.
Pukul 8.00, Debarkasi berjalan lancar. Hampir seribu orang tertib  menuruni tangga kapal. Menoleh, sekali lagi menatap Crystal Symphony. Hotel, restoran dan tempat berwisata kami selama lebih dari sepekan.
Kapal besar putih itu anggun diam dan membisu. Selamat tinggal, Sayonara.
Di terminal, pak Agus pria setengah baya itu telah menunggu. Pria asal Semarang yang telah lama mukim di Vancouver ini akan memandu kami di hari terakhir.
Dari pelabuhan, bus membawa rombongan menuju Granville Island. Dihubungkan jembatan panjang, pulau kecil hasil reklamasi dekat down town ini adalah tujuan wisata populer di Vancouver.
Menyusuri akademi seni dengan bangunan bangunan unik. Karya karya instalasi modern menarik di pinggir punggir jalan. Paduan karya funsional dan seni menjadi daya tarik tersendiri kawasan ini.
Masuk ke pasar tradisional atau pasar senggol. Aneka makanan, buah, sayur produk pertanian lokal  segar dijajakan. Juga handycraft Vancouver berbahan kain, kulit, perca, kaca, keramik, besi dll terpajang menggoda.
Siang hari, rombongan Sholat dzuhur di Masjid Islamic Centre di pinggiran Vancouver. Masjid simple, berseni dan adem teduh. Interiornya menonjolkan paduan kayu pinus tebal dan kaca hias artistik.
Hari ini ditutup dengan mampir di Factory Outlet  dekat bandara. FO luas itu berjejeran toko toko menjual barang barang branded yang ketinggalan mode sekitar 6 bulan. Tentu saja dengan harga sangat miring.
Transaksi yang terjadi di FO pasti akan mengacaukan susunan muatan koper. Yang sudah terlanjur tertata rapi sejak di kapal. Nanti di Bandara sebelum chek in, pasti memerlukan  sesi menata ulang muatan.
7. Melintasi Pasifik
Lewat tengah malam, pesawat Cathy mengudara. Meninggalkan langit Vancouver menuju Hongkong. Gedung gedung pencakar langit dibawah sana benderang cahaya jingga.Tiga belas jam, pesawat akan terbang diatas lautan Pasifik nan luas.
Dari Vancouver melintas selat Bering. Terus ke barat, kembali melewati International date line. Mengudara di langit negeri matahari terbit. Selanjutnya akan mendarat di Bandara International Hongkong.
Duduk di sisi jendela mata tak segera pejam. Melongok ke luar, terhampar angkasa luas kosong. Hanya gelap semata.
Dua minggu beranjang sana di Kanada dan Alaska, selain mengagumi pesona alamnya yang luar biasa, memperoleh banyak pembelajaran. Kisah kisah hebat para pemimpin visionaris dan juga para petualang.
Teringat Albert Einstein yang mengatakan, Imaginasi itu lebih hebat dari Ilmu Pengetahuan dan Keterampilan.
Imaginasi yang mengkristal menjadi Visi. Disertai hasrat kuat dan program aksi, hal hal hebat  bermanfaat terjadi di Kanada dan Alaska. Dari Visi Kereta Api, Perlindungan Alam, Wisata, Pertambangan sampai bagaimana membangun masyarakat dan komunitas yang sejahtera dan bahagia sukses terwujud di negara negara ini.
Itu semua bermula dari imaginasi seorang pemimpin. Atau seseorang yang akhirnya memimpin. Pemimpin yang  berimaginasi, memiliki impian dan membangun Visi untuk kemanfaatan bersama. Tentu dengan perjuangan berat penuh pengorbanan.
Layar di depan menunjukan, pesawat telah terbang diatas Pasifik. Pikiran meloncat, berpindah dari mengingat Einstein ke pertempuran pertempuran besar yang terjadi di kawasan lautan Teduh ini. Pertempuran yang mengakhiri Perang Dunia ke dua.
Perang Dunia dua adalah perang yang paling banyak memakan korban. Kematian 24 juta anggota militer dan 38 juta warga sipil.
Minggu pagi, 7 Desember 1941 Jepang memborbadir Pearl Harbor, pangkalan AL Amerika di kepulauan Hawai Pasifik. Penyerbuan amat brutal dan berdarah. Membangunkan Amerika dari kenyamanannya.
Sejak itu Amerika terlibat sepenuhnya dalam perang dunia ke dua. Terlibat dalam pertempuran Midway, pengeboman Doolittle di Tokyo dan serangkaian adu senjata yang terjadi di Pasifik.
Jenderal Mc Arthur dan Laksamana Nimitz menjadi komandan perang Amerika di Pasifik. Sedangkan Patton, Montgomery dan Omar Bradley adalah bintang perang Amerika di Eropa melawan Hitler. Dibawah komando Jenderal Ike Eisenhower.
Bom Atom dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki atas perintah Presiden Harry S Truman. Pemboman di dua kota besar Jepang ini menjadi momen pengakhiran perang paling berdarah dan brutal ini.
Melewati Pasifik, membayangkan perang dunia ke dua. Dalam hati berharap, mudah2an tidak ada pertikaian yang akan menyebabkan terjadinya Perang Dunia ke tiga. Kasihan umat manusia.
Setelah transit di Hongkong, pesawat terbang kembali hampir 5 jam. Sekitar pukul 13.00 siang, pesawat mendarat mulus di Bandara Soetta. Urusan Imigrasi dan Bea Cukai berjalan lancar.
Alhamdulilah, tetap sehat bagas waras. Mobil jemputan melaju di jalan Tol bo JORR, membawa kembali pulang.
Alangkah senangnya sampai di rumah. Bisa segera menyusun  rencana kepergian berikutnya.
Selesai
Cibubur, Desember 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H