5.4. Skagway
Bus melewati kota, gerimis. Tak ada lagi waktu untuk turun. Berleha leha menjelajah kota Juneau. Hari telah gelap. Lampu lampu kota nyala berpendaran.
Ketika kami turun dari Bus di dermaga, Kapal berlantai sebelas plus itu berpesta cahaya. Gerimis belum reda masih rintik, Juneau kelabu basah. Namun hati tetap hangat, gembira. Nuansa mengikuti pengalaman langka, Whale watching masih terasa.
Mendaki tangga. Di gerbang, kembali petugas men scan kartu identitas. Menandai para penumpang yang telah kembali ke Kapal.
Kamar telah rapi jali, bersih. Handuk baru di kemas menyerupai anak Anjing lucu berkacamata, nongkrong di tempat tidur. Kacamata awak yang tertinggal di meja, dikenakan di Handuk berbentuk Pudel itu.
Salah satu contoh kreativitas melayani. Membuat terkesan dan mengapresiasi.
Malam ke tiga di Kapal. Acara malam ini, di Starlite Lounge selain adu dancing juga di gelar Boys Girls band atraktif itu. Sedangkan di panggung terbesar Galaxy, akan ditampilkan atraksi Magician kawakan. Mentalist, seorang Pesulap yang dengan ketrampilan tangan, ketajaman menebak pikiran audience. Dan dibantu peralatan peralatan canggih, akan memukau para penonton dengan aksi aksi tak terduga.
Pesulap yang sering juga disebut Ilusianist. Mengkreasi Ilusi, Â akan membuat persepsi nyleneh aneh di pikiran para audience yang bakal tampak berbeda dengan fakta sebenarnya. Oke oke juga agenda acara malam ini. Considered untuk ditonton. Entah apakah kedua mata akan mau berkompromi.
Jam 22.00 ketika para penumpang masih ramai bercengkerama, meriung di area area publik setelah nonton show show menarik. Mesin Kapal bergetar. Tak berapa lama Crystal Symphony bergeser, beranjak dari Dermaga Juneau.
Dan segera berkumandanglah Whats A Wonderful World di udara malam Juneau. Suara serak Louise Armstrong yang khas memenuhi Pelabuhan, Kapal dan Lautan. Ternyata lagu ini memang selalu diputar, menandai keberangkatan Kapal dari Pelabuhan.
Crystal Symphony kembali mengarah ke Utara. Melanjutkan Cruising menuju Skagway, Pelabuhan  selanjutnya. Diperkirakan besok jam 8.00 pagi akan bersandar di kota tujuan. Kota Emas.
Malam merangkak. Mata belum juga lena. Telentang di Sofa. Menatap keluar melalui jendela kamar, nampak Laut  bergelombang, riak riak kelabu. Jutaan Bintang terserak memencar di Lazuardi biru.
Ah... begitu luasnya Alam Raya. Ini baru Bumi. Belum ribuan planet lainnya. Tak terpikirkan, tak terbayangkan. Maha besar Yang Kuasa dengan segala Ciptaannya.
Kapal semakin laju, Knot meninggi. Malam semakin larut. Mata menggeliyut.
5.4.1. Menjajal Sepur Tua Tambang Emas
Sebagaimana di kota Juneau, para penumpang kembali turun ke darat. Dari 15 program yang ditawarkan, kami hanya akan ikut satu acara. Yaitu naik Kereta Api, menjajal jalur pertambangan Emas masa lalu.
Konon tiga ribu Kuda tewas, demikian juga Anjing anjing Hutsky mati tak terhitung. Ribuan penambang amatiran, pengadu nasib berguguran kedinginan, kelaparan dan kelelahan. Juga tewas, karena pertikaian diantara mereka sendiri.
Tersebutlah Captain William Moore, Â A Man of Vision. Bermimpi dan merancang pembangunan Dermaga Kapal di laut dan sungai. Juga merancang jalur Kereta Api ke pusat tambang di puncak Gunung.
~ berilah Dynamit secukupnya akan kubuat jalur Kereta, walau ke Neraka sekalipun ~
Itulah perkataan terkenal Heney, menunjukan keberanian dan tekad baja yang dimilikinya.
Jalur Kereta yang terkenal dengan sebutan White Pass and Yukon route itu akhirnya terwujud. Rampung tahun 1900. Dan dioperasikan membantu para penambang mengeruk berton ton Emas dari alam liar Alaska.
Jalur Kereta Api tambang ditutup tahun 1982. Karena deposit mineral yang menipis. Dari perhitungan bisnis tidak cukup menguntungkan lagi.
Mulai tahun 1988, jalur Kereta Tambang ini dirubah menjadi jalur Kereta Pariwisata. Beroperasi hingga saat ini.
Tahun 2019 pagi yang berkabut di bulan September, kami para pelancong Nusantara menjajal Jalur Kereta Tambang legendaris ini. Menuju puncak Yukon dan White Pass.
Kereta tua dengan sekitar 30 rangkaian gerbong  bernuansa kuno melata. Bak Naga raksasa panjang, meliuk liuk mendaki bukit.
Menyusuri Gunung gunung, Hutan Pinus, Sungai, Ngarai, Tundra, jurang jurang dalam. Sepur Antik gemeretak menembus kabut mengapung.
Jembatan kereta masa lalu, terowongan terowongan di perut gunung adalah pemandangan menarik sekaligus Heroik dari pendakian ini.
Tak terbayangkan, betapa menderitanya para penambang waktu itu. Ketika berjuang mendaki gunung diguyur Salju, diterpa badai angin. Demi Emas, demi perbaikan kehidupan keluarganya.
Itulah salah satu drama dan tragedi perbaikan nasib.