Â
Bus meninggalkan pulau Odaiba. Kembali menyeberangi Rainbow Bridge diatas teluk Tokyo. Malam datang memeluk langit. Lampu gedung dan jalanan telah nyala menerangi.
Disebelah kanan, Tokyo tower dengan cat merahnya yang khas terlihat samar di keremangan langit Tokyo. Tower pemancar gelombang Televisi dan Radio ini telah lama menjadi ikon bangunan tinggi kota Tokyo. Sebelum tersaing dengan tower yang lebih baru, Tokyo Sky Tree.
Wisatawan bisa mengunjungi puncak ke dua Tower itu dengan membayar tiket. Plus antri lama. Dari puncak tower, pemandangan bird eye kota metropolitan Tokyo  menghampar di bawah.
Bus menyusuri belalai belalai Octopussy Tokyo. Berselancar di antara jejeran gedung menjulang.
Tak berapa lama
Bus sampai di hotel sangat besar di jantung kota, Tokyo Dome. Tempat kami menginap malam ini.
Bagi orang Jepang membersihan diri adalah proses nyaman yang harus dinikmati. Proses menikmati itu selalu ditopang oleh bath room yang disediakan di hotel hotel Jepang. Juga di hotel ini. Setelah check in, masuk kamar dan observasi segala fasilitas yang ada. Terutama kamar mandinya.
Terlihat toileters lengkap di meja wastafel. Dari sikat gigi, odol, sisir, sabun, shampo, hand body dst. Bathtube tersedia sebagai fasilitas private Onsen. Untuk menikmati berendam air panas.
Yang istimewa adalah kloset nya. Tempat duduknya bisa disetel menjadi hangat. Di musim dingin para pengguna, tetap bisa nyaman dan hangat duduk di kloset. Di kloset itu terdapat pegangan yang bersisi tombol tombol setelan. Setelan semprotan air pembersih yang bisa dipilih tingkat kehangatan maupun kerasnya semprotan. Ada juga pembersih semprotan udara untuk menuntaskannya. Sambil BAB, ada bebunyian yang bisa dipilih untuk mengiringinya. Bunyi kicau burung, desauan angin, gelombang atau musik biasa. Wah, nikmatnya nongkrong di kamar mandi Jepang.
Bahkan konon untuk kloset rumah tangga, sedang dikembangkan pendeteksi kesehatan. Kotoran yang kita buang bisa langsung di diagnosis oleh mesin kloset. Saat itu juga bisa memberikan informasi awal tentang kesehatan kita. Benar benar kreatif.
Usai meregang otot sejenak di kamar, kami keluar mencari udara segar disekitar hotel. Komplek di kawasan ini selain hotel juga terdapat stadion raksasa untuk arena olah raga Baseball, Dome Stadion. Juga arena permainan luas yang dibuka sampai jam 11 malam. Terdapat juga Mall, Plaza, deretan pertokoan, restoran, kafe. Benar benar Kawasan area publik yang lapang dan nyaman. Hampir tengah malam, kami kembali ke hotel. Cek terakhir, packing dan menimbang barang bawaan. Penumpang pesawat dari dan ke Jepang boleh membawa bagasi sampai 40 Kg, namun harus dalam 2 koper. Berat 1 koper tidak boleh lebih dari 20 Kg.
Pagi ini adalah pagi terakhir kami di Jepang. Dari hotel Bus berangkat menuju Bandara Internasional Haneda. Ada 2 Bandara Internasional di Tokyo, Narita dan Haneda. Haneda jauh lebih dekat ke pusat kota dibanding Narita.Â
Dari Haneda pesawat kami Garuda Indonesia akan take off menuju Jakarta.Kami berpisah dengan Kentaro Ong, smart dan simpatic guide lokal selama di Jepang. Tentu saja kami saling berterima kasih dan saling maaf memaafkan.
Bandara Haneda, modern rapi dan bersih. Berstandar Internasional sebagaimana bandara bandara lain yang terserak di seantero Dunia. Namun ada yang istimewa disini. Berbeda dengan bandara lain.
Meskipun kelihatan sepele, namun memberikan sentuhan value pelayanan yang membedakan, differentiation.
Di area cek in, meskipun bagasi kita sudah harus ringan, maksimum 1 koper 20 kg. Kalau di bandara lain kita harus mengangkat koper itu untuk ditimbang dan diberikan label, di Haneda tidak perlu.Â
Karena plattform penimbangan dan pelabelan itu rata. Orang hanya perlu mendorong Koper bagasi yang rata rata beroda empat. Orang sepuh atau anak kecil pun tidak perlu bantuan. Karena tidak perlu mengangkat bagasi. Simple, smart. Kenapa bandara lain belum mengadop hal yang memudahkan penumpang itu?
Di dalam terminal, ada hal berbeda lain yang awak lihat. Di spot spot tertentu disediakan pangkalan kursi kursi roda. Di tempat yang gampang terlihat dan gratis.
 Yang sering kita temui di Bandara lain untuk memperoleh pelayanan kursi roda mesti harus request. Dengan seorang pendorong khusus. Di Haneda kursi roda boleh didorong oleh kerabatnya sendiri.
Kemudian bentuk pelayanan lain yang jarang kita temui, adalah penyediaan pesawat telepon konvensional di ruang tunggu pesawat. Asumsi bahwa semua orang menggunakan telepon seluler adalah benar, namun telepon umum tetap diperlukan manakala orang kehilangan handset atau hal hal emergency lain.
Beberapa fasilitas  yang bermanfaat dan membedakan. Seringkali hal hal sederhana ini tak terpikirkan.
Awak duduk di ruang tunggu lapang dan nyaman. Memandangi pesawat kebanggaan Garuda yang telah merapat di Garbarata. Sebentar lagi waktu boarding.
Bersambung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H