Rangkaian Jungfrau Bahn lima gerbong telah siap berangkat. Kami duduk di gerbong ke dua dari depan. Berderak halus, si merah mulai beranjak meninggalkan stasiun Kleine Scheidegg. Di tengah lautan putih salju, melewati hotel coklat hijau di sebelah kiri dan lembah sirkuit Skiing di sebelah kanan, kereta merah akan segera menanjak. Menembus karang perut Gunung Alpen.Kereta merah masuk terowongan dengan kemiringan tiga puluh derajat. Beberapa spot, kemiringannya empat puluh lima derajat. Kereta bagai Naga merah merayap dalam gelap. Tlesar tleser, gesekan gesekan halus roda roda kereta dengan jalur 3 rel besi. Kadang kadang terdengar derak keras. Ada kalanya kereta berhenti, seolah pelari yang sejenak ambil nafas untuk hentakan berikutnya.
Terowongan miring di perut gunung Alpen ini sepanjang 24 kilometer. Di ketinggian 3000 meter lebih diatas permukaan laut. Menjadi rel kereta api tertinggi di dunia.
Kereta akan berhenti di stasiun Eiger dan Eismeer masing masing sekitar tujuh menit, sebelum sampai di stasiun Jungfraujoch top of Europe. Pemberhentian terakhirnya.
Saat berhenti di masing masing stasiun, penumpang boleh turun. Sekitar Lima belas meter di sebelah kiri kereta terdapat jendela kaca besar menghadap keluar. Spot itu adalah point view untuk melihat ke luar. Menatap ke bawah, ke atas atau lurus akan tersaji pemandangan mengagumkan di sekitar Jungfrau Region. Point view itu disediakan baik di Stasiun Eiger maupun Eismeer.Â
Di musim semi atau musim panas, para penumpang bisa memilih. Setelah turun di masing masing stasiun, bisa melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Trekking menyusuri jogging track menanjak dengan pesona pemandangan alam tak tertandingkan, menghirup udara segar sekitar 15 derajat Celcius.
Ketika pertama ke Jungfrau region di akhir musim semi tahun 2012, banyak juga penumpang yang meneruskan perjalanan berjalan kaki santai setelah turun di stasiun. Di musim dingin seperti ini, pilihan berjalan kaki tidak memungkinkan. Bisa terkena Hiportemia, menggigil kedinginan akut.
Setelah berhenti di Eismeer, kereta Jungfrau Bahn merah melanjutkan perjalanan, menanjak ke pemberhentian terakhir.
Hampir tengah hari kereta tiba di Hall, Stasiun Jungfraujoch di ketinggian 3454 di atas permukaan laut. Jungfraujoch, Top of Europe adalah komplek bangunan tertinggi di gugusan Gunung Alpen dan juga tertinggi di Eropa. Terdiri dari stasiun kereta api, komplek restoran dan toko, tempat tempat atraksi, teras pemandangan dan kantor penelitian.
Dari Hall stasiun kami menelusuri lorong masuk ke komplek toko dan restoran. Kemudian menggunakan lift naik menuju Sphinx teras di ketinggian 3571 meter. Melewati pintu otomatis menuju teras, wusss udara sangat dingin merengkuh. Udara minus 6 derajat, sebagaimana tertera di alat pengukur suhu di komplek pertokoan. Seolah ramah menyambut, mengucapkan selamat datang kepada para Wisman dari negeri Tropis. Negeri jauh, ribuan kilometer dari tempat ini.
Berdiri di Sphinx teras, menatap kiri, kanan, depan adalah panorama putih semata. Di naungi langit, lazuardi biru yang terasa dekat dari teras ini. Di sebelah kanan adalah puncak Jungfrau yang sesungguhnya setinggi 4158 meter. Kereta api hanya memungkinkan sampai di ketinggian 3454. Di sebelah kiri adalah lembah salju memanjang tak berbatas. Menengok ke bawah, kerumunan orang orang nampak kerdil bermain salju.
Sensasi yang terasa susah dan tak bisa tepat terungkap dengan kata kata. Seolah kalimat takluk untuk bisa mengurai dengan pas sensasi panorama dari teras ini. Bendera Swiss berkibar kibar di depan, ditengah rimbun pinus dan kerumunan para pelancong. Burung burung hitam kecil terbang bersilang silang di udara ngrekes, seolah kebal akan hawa dingin. Alhamdulillah, aku membatin takjub.
Beberapa menit di teras tubuh terasa kekes meski hanya minus 6, karena malam hari bisa mencapai minus 30 derajat Celcius. Bagaimana kira kira rasa malam hari berdiri disini. Usai mengeksplore dan berfoto ria di Sphinx Terrace, kami segera kembali masuk ruangan untuk mereguk kehangatan.
Inilah komplek bangunan diatas awan dengan salju abadi. Salju abadi akan tetap ada meskipun tidak di musim dingin.
Usai makan siang ayam saus ala Swiss, kami mengeksplore atraksi atraksi yang tersedia di komplek ini. Bioskop dengan layar raksasa dan sound menggelegar, melingkar 360 derajat mengenai Jungfrau. Kemudian menyusuri lorong Es yang panjang sensasional, disebut Ice Palace Istana Es. Dilanjut melewati melihat diorama dalam lorong karang. Tentang sejarah dan peristiwa pembangunan Jungfrau Rail Way dan Jungfrau komplek.
Setelah sekitar dua jam di komplek tertinggi di Eropa, saatnya kami turun gunung. Kereta merah Jungfrau Bahn telah menanti. Kami akan kembali menuju stasiun Kleine Scheidegg. Kemudian berganti kereta, turun ke stasiun Lauterbrunnen. Dari Lauterbrunnen naik Bus menuju kota Interlaken untuk menginap semalam.
Turun dari Jungfrau, saya terkenang naik kereta dari kota Lausane di akhir musim semi. Dari Lausane menuju Interlaken, selanjutnya berganti kereta ke Kleine Scheidegg. Dan berganti Jungfrau Bahn menuju Jungfraujoch.
Perjalanan musim semi waktu itu menyajikan sineri yang berbeda. Warna warni alam seolah bersolek indah di kiri kanan kereta. Kalau disuruh memilih ke Jungfrau di musim semi atau musim dingin. Gimana ya? Tentu saja saya akan memilih keduanya.
        Bersambung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H