Kalau ingin damai siaplah selalu untuk berperang. Namun jangan memulainya.
Mengangkasa laksana Elang terbang tinggi, Bird view atau Helicopter view kami peroleh. Kota Dubrovnik terlihat keseluruhan dari ketinggian, meskipun tidak mendetil.
Barangkali  seperti ini, yang dimaksud para pemikir tentang Kepemimpinan , yang mengatakan, kalau para top Eksekutif semestinya memiliki helicopter view di bidangnya masing masing. Sehingga akan jelas  big picture nya , dan selanjutnya sang pemimpin akan mampu menyusun peta jalan atau Road map yang strategic, relevan dan efektif untuk membawa institusinya berjaya.
Itulah salah satu tugas top Eksekutif, Visioning, path finding dan membuat Road map.
Di ketinggian, menatap kota dengan latar lautan biru, dibawah payung langit tak berbatas, ku terpukau pesonanya. Alam, udara dan suasana yang kemilau. Meng OK kan atas sebutan Dubrovnik adalah mutiara Adriatik.
Kumenarik nafas dalam dalam, terngiang kata kata
Lalu nikmat mana lagi yang akan kau dustakan.
Kalimat itu ketemu relevansinya, disini dan saat ini, di ketinggian Dubrovnik. Entah besok besok, apakah akan menghilang lagi.
Sekali lagi,  terima kasih pada penemu penemu teknologi HP. Samsung S8 ku beraksi. Seolah  tak mau henti menjepreti sineri sineri yang indah itu. Perpaduan, dari anugerah Yang Maha Kuasa dan kreasi manusia makhluk-Nya, membuat Harmoni tersulam tak berperi disini.
Alhamdulillah, aku bersyukur. Dan tentu saja segenap rombongan  tak menyia nyiakan kesempatan, segera jadi model foto yang bergaya sana sini, di setiap sudut tak henti henti.
40 menit di ketinggian, dan 40 menit pula kami terpukau. Waktunya kami kembali turun, dengan cable Car yang sama ke pangkalan semula. Kami akan segera melanjutkan langkah, menjelajahi kota tua Dubrovnik, Kroasia.
Dua ratus meter berjalan dari pangkalan cable Car, kami bertemu jalan sempit berundak yang syantik dan antik, salah satu pintu gerbang masuk ke area promenade kota tua. Menuruni undakan yang cukup curam dan tinggi, terasa memasuki dunia lain....dunia antah berantah yang mempesona.
Kerumunan bersimpangan naik dan turun di lorong sempit itu. Makhluk makhluk muda cantik dan ganteng, orang tua dari segala bangsa berseliweran. Penduduk lokal dan pendatang, sedang berpelancongan atau acara lain.
Sepertinya, kamipun tambah bersemangat dan merasa muda kembali. Ketika kami muncul dari ujung lorong itu, mata kami silau.
Telah berada di promenade lebar Area Stradun, jantung kota tua. Promenade berlantai batu kapur yang telah ter gerinda jutaan kaki manusia yang berjalan menapakinya. Batu kapur itu mengkilat putih , seolah memancarkan sinar. Lantai Batu kapur itu bak marmer yang kemilau. Baru paham, kenapa Dubrovnik juga disebut kota yang terang. Selain kaya sinar matahari, juga lantai jalanan kota tuanya bertalam batu kapur yang terang, bangunan bangunan berwarna tunggal cerah.
Promenade, lebar dan panjang bersambung sambung , siang itu penuh, ramai. Daerah itu terkenal dengan nama Rector Palace dan juga Stradun. Area hanya untuk pejalan kaki itu, didereti bangunan bangunan cantik, bergaya kombinasi Barok dan juga Renaisan. Restoran elit, kafe kafe kecil, toko, perkantoran, kafe tenda  dan juga gereja berKubah kubah , berderet serasi, cantik memikat mata.
Disana sini, pengamen memainkan keahliannya untuk menangguk rejeki. Pemain gitar klasik bermain serius. Di lain sudut gitaris elektrik rancak bergaya. Aksi  aksi makhluk makhluk menyerupai Alien, bertebaran di sepanjang promenade itu. Suasana semakin siang semakin meriah dan semarak.
Setelah sejenak menjelajah, kami makan siang di salah satu resto di area itu. Resto berjejeran dengan pasar kaget yang berjualan aneka rupa. Chiken, calamari ala Kroasia menjadi menu utama kami.
Usai makan siang, rombongan di bagi dua untuk acara sore itu. Grup penjelajah dan grup shopping. Lima orang mengikuti grup penjelajah , termasuk Saya. Mengikuti Mat, suami Melati memandu mendaki benteng Dubrovnik.
Dua puluh satu yang lain, mengikuti Melati atau meneruskan berjalan jalan cuci mata,di sekitar promenade  itu, atau shopping.
Benteng Dubrovnik, konon didirikan lebih dari lima ratus tahun lalu. Benteng itu seolah menjadi pengejawantahan istilah kalau ingin damai siaplah untuk berperang. Benteng pertahanan untuk menjaga kota dari serangan etnis dan bangsa lain di masa lalu. Dari ketinggian Benteng yang melingkar ini, akan mudah menghalau setiap serangan yang datang.
Dengan mengelilingi benteng tinggi sepanjang 6 kilo meteran itu, akan diperoleh pemandangan dan view view yang memukau, sebagaimana contoh foto foto dibawah ini. Kawasan Stradun jantung kota tua semakin mempesona dipandang dari ketinggian tembok benteng.
           Bersambung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H