*Hembusan Angin Cemara Tujuh 39*
Seratusan orang pendaki itu mulai menapaki jalan menanjak. Satu satu melangkah berurutan menempuh jalan tanah setapak. Paling depan koordinator dan penunjuk jalan, penduduk setempat memimpin perjalanan. Sekali kali koordinator menyorotkan lampu senternya menembus rumpun rumpun semak disepanjang jalan.
Bulan Purnama yang mulai condong ke barat , menyorotkan temaram sinar kuning keemasan. Bebunyian serangga malam bersahutan. Embun embun pagi masih menitik , membasahi jaket jaket para pendaki. Di depan, nampak puncak Lawu tinggi menjulang dikelilingi awan. Terlihat anggun, dekat dan nyata.
Inilah Keindahan Alam yang tak tertandingkan. Pagi begitu mempesona, sempurna.
Dua jam sudah mereka berjalan. Jalan semakin menanjak. Koordinator melalui pengeras suara mengumumkan, sebentar lagi mereka akan melewati kawasan bunga Eidelweiss, jangan ada yang memetik dulu. Saat turun nanti mereka akan melewati jalan ini lagi. Supaya Edelweiss dipetik waktu perjalanan turun, dan tidak boleh memetik banyak banyak, untuk menjaga keberlangsungan habitat Eidelweiss yang semakin berkurang.
Edelweiss, adalah bunga kenangan dan kebanggaan para pendaki gunung. Berwarna putih berbentuk seperti Brocoli. Tumbuh diatas ketinggian seribu meter, Â memiliki daya tahan untuk tetap mekar lebih dari tiga tahun. Bunga ini menjadi simbol dan lambang petualangan, keabadian, untuk persahabatan atau cinta.
Benar saja, tak berapa lama mereka melewati area luas berwarna putih. Gerumbul gerumbul Pepohonan Eidelweiss setinggi satu sampai dua meter itu penuh bunga, seolah berselimut salju putih, indah tertimpa redup sinar Rembulan. Inilah kawasan ngarai bunga Eidelweiss gunung Lawu yang memukau.
Setelah berhenti sejenak , menatapi dan memotret gerumbulan gerumbulan Eidelweiss, mereka melanjutkan pendakian, medan semakin terjal.
Waktu sampai di puncak adalah saat tak terlukiskan. Matahari merah membara muncul di timur, terbit begitu saja dari awan putih yang berarak. Kota Solo, Madiun, Magetan, Karang anyar masih terlihat dibawah sana. Sinar Kerlap kerlip lampunya masih tersisa. Para pendaki terpukau memandanginya. Inilah suasana Puncak Gunung. Keindahan, kemegahan dan Magik berkelindan menjadi sesuatu.
Sutopo terpesona oleh keindahan alam yang spektakuler ini, namun tiba tiba perhatiannya tercuri. Di sudut timur puncak Lawu, terlihat mahasiswa kurus gondrong itu sedang bersujud syukur. Wajahnya kelihatan segar, bersih dan takjim. Sutopo tercekat, kembali ia melihat tanda itu di wajahnya. Tanda tanda masa depan.
Para pendaki lain berkerumun, riuh saling memberi Tos, mengucap syukur, tidak perhatian dan melewatkan momen yang dirasakan Sutopo.