Setiap gaya kepemimpinan mempunyai dampak yang berbeda-beda terhadap budaya organisasi suatu sekolah. Intinya, gaya kepemimpinan yang lebih inklusif dan kolaboratif, seperti kepemimpinan transformasional dan partisipatif, lebih berhasil mempengaruhi perubahan budaya yang positif. Guru, staf, dan siswa/siswi merasa lebih dihargai, dilibatkan, dan diberdayakan dalam setiap langkah perubahan, yang kemudian dapat meningkatkan kinerja mereka.
Sebaliknya, gaya kepemimpinan otokratis cenderung menciptakan budaya tertutup dan menghambat inisiatif. Meskipun dapat menciptakan struktur yang jelas dan terorganisir, pendekatan ini sering kali menurunkan motivasi dan kreativitas anggota organisasi, karena mereka merasa kurang berperan dalam pengambilan keputusan.
Selain itu, Kepala Sekolah yang mampu menyesuaikan gaya kepemimpinan yang berbeda dengan situasi dan keadaan yang ada dapat mempercepat proses perubahan budaya organisasi. Pemimpin yang fleksibel ini mampu menciptakan suasana yang mendukung berkembangnya inovasi dan kreativitas di kalangan staf dan mahasiswa.
Gaya kepemimpinan yang diterapkan di sekolah mempunyai dampak yang signifikan terhadap perubahan budaya organisasi. Pengelola sekolah yang menggunakan gaya kepemimpinan transformasional atau partisipatif cenderung lebih berhasil dalam menciptakan budaya positif, inovatif, dan kolaboratif. Sebaliknya, gaya kepemimpinan otokratis lebih sulit menciptakan perubahan budaya yang berkelanjutan. Oleh karena itu, penting bagi para pemimpin sekolah untuk memahami gaya kepemimpinan yang berbeda dan menerapkannya dengan bijak untuk mencapai perubahan budaya yang mendukung tujuan pendidikan yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H