Pagi itu, saya duduk di salah satu kursi yang ada di co-working space Bandung Creative Hub. Waktu menunjuan pukul 09.00 ketika saya mengecek pesan WhatsApp dari seorang teman. Dia adalah Firman Lesmana. Seorang lulusan DKV dari salah satu kampus ternama di kota Bandung. Ia pernah bekerja di beberapa agensi dan juga pernah berdedikasi di Museum Geologi Bandung.
Firman memberi kabar, kalau dia akan datang telat. Maklum saja, dari lokasinya ke Bandung Creative Hub cukup jauh. Firman tinggal di Cicalengka, salah satu kawasan Bandung Timur. Dari Cicalengka ke Bandung Creative Hub, Firman memilih naik kereta api. Lebih cepat dan terhindar dari macet daripada harus naik motor.
Hampir satu jam saya menunggu, Firman datang ke meja tempat saya berada. Basa-basi sebentar. Firman kemudian membuka laptopnya dan melakukan pekerjaan yang ia suka saat ini. Bukan membuka program desain atau program edit video, tetapi berjualan online. Ia langsung membuka browser dan masuk ke dua marketplace yang jadi fokus tempat ia berjualan. Sesekali saya lihat tab browsernya, ia membuka Facebook, tetapi bukan untuk update status atau melihat keriuhan politik, melainkan untuk beriklan menggunakan Facebook Ads.
Itulah yang dilakukan Firman tiga tahun belakangan ini. Ia memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya sebagai desainer grafis. Tidak sepenuhnya ditinggalkan karena sesekali ia tetap mendesain. Maklum saja, hobi mendesain sudah ia tekuni sejak ia memakai putih abu-abu. Namun fokus Firman bukanlah desain, tiga tahun belakangan ia fokus berjualan online. Ia tinggalkan pekerjaan kantoran di Museum Geologi untuk fokus berjualan.
Langkah yang dilakukan Firman tergolong berani. Pekerjaan dia tidak ada masalah, gaji cukup, tetapi bagi Firman, hal tersebut terasa membosankan. Karena itulah, ketika tren berjualan online mulai ramai, Firman pun ikut serta. Ia bahkan memulainya dengan tanpa produk sama sekali. Yang ia lakukan adalah pergi ke salah satu pasar yang menjual baju, melihat-lihat sambil potret-potret, kemudian ia unggah foto tersebut ke marketplace. Kalau ada yang beli, ia tinggal membeli ke toko, dan menjualnya dengan harga yang tentu sudah dinaikan.
Firman pun fokus berjualan. Ia membaca banyak buku dan kisah sukses dari para pebisinis yang bergerak di usaha kecil dan menengah. Berbeda dengan kisah sukses para penjual online lainnya yang pertumbuhan bisnisnya cepat, pertumbuhan bisnis Firman cukup lambat. Tetapi hal tersebut bukan masalah besar.
Firman mulai fokus berjualan produk baju anak. Katalog produknya dapat ditemukan di akun Instagram @kaosanakbandung_. Dengan nama tersebut, pertumbuhan penjualan produk kaos anaknya cukup bagus dan Firman bisa benar-benar mulai meninggalkan dunia desain secara perlahan. Kalaupun ia mendesain, yah ia lakukan untuk postingan akun Instagram bisnis online-nya. Â
Matahari mulai bersembunyi di balik awan, bukan menjelang malam, tetapi karena saat itu, kondisi Bandung memang sedang musim hujan. Pukul 11 siang rasanya kadang terasa gelap dan awan sudah tampak mendung. Biasanya tidak berapa hujan turun.
Banyak hal yang Firman ceritakan soal perkembangan bisnisnya dan bagaimana ia memiliki visi agar  para pelaku UMKM bisa tumbuh dan bersaing dengan para pemilik modal besar.
Saya salut dengan visinya tetapi saya lebih tertarik ketika ia bercerita tentang pernikahannya. Pasalnya, Firman menikah dengan seorang wanita yang bisa dibilang lebih mapan secara finansial. Kalau menurut cerita Firman, banyak lelaki yang tadinya mendekati tetapi minder setelah tahu kalau si perempuan punya penghasilan yang lebih tinggi tetapi Firman bukan masuk kategori tersebut.
Karena tulisan ini bukan tentang cinta, mari singkat cerita saja kalau mereka sama suka dan menikah. Yang menarik bagi saya justru karena istri Firman adalah seorang pelaku bisnis online. Hal yang menarik ketika pasangan suami istri, keduanya adalah pelaku bisnis online. Seperti memang sudah jodohnya karena memang keluarga sang istri adalah keluarga pedagang.