"Pak Jokowi ini lemah orangnya. Repot jadinya semua disetir Cina. Nanti jangan-jangan negara ini dijual ke pihak asing-aseng, Mas."Â
"Bapak harus milih dengan hati yang jernih," saran saya. Saran standar. Hanya basa-basi saja. "Saya akan milih yang saya yakini cinta pada rakyat dan membawa perubahan baik untuk negeri ini."
"Embuh lah, Mas. Golpot ae aku. Enggak ada pilihan lain. Tapi memang harus milih salah satu sebenarnya," katanya. "Mau nggak mau hanya mereka calon pemimpin negara kita."
"Maaf, Pak, rumah saya sudah terlewat tiga rumah. Hehe..." ucap saya. "Boleh muter di depan atau mundur, Pak."
"Kok nggak bilang tadi, Mas...Mas..."
"Enggak enak mau nyela bapak tadi. Kan lagi ngomong."
"Hehe... sampean ini."
 Pak sopir memilih memundurkan mobilnya hingga tepat di depan pagar rumah saya.
"Makasih banyak nggih, Pak. Semoga lancar dan sukses selalu nggih, Pak." Saya menjulurkan beberapa rupiah sebagai ongkos. Dia berterima kasih juga lalu saya membuka pintu Sigranya.
"Pak Jokowi dan Pak Prabowo adalah orang baik orang tulus, Pak. Yang hina adalah, maaf, kadang ya para pendukungnya yang buta tuli akan kebaikan. Hehe..."
 Kami berpisah dengan sama-sama melempar senyum.