Mohon tunggu...
mulyanto
mulyanto Mohon Tunggu... Administrasi - belajar sepanjang hayat

Saya anak petani dan saya bangga

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Waspada Kebangkrutan Nilai Menjadi Orangtua

8 Agustus 2018   01:07 Diperbarui: 8 Agustus 2018   01:23 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Anda tidak membimbing anak Anda membaca doa sebelum tidur? Itu adalah stadium awal kegagalan Anda menjadi orangtua. Anda tak pernah perhatian pada setiap aspek bekehidupan pada anak-anak Anda? Sudah jelas itu masuk stadium lanjut kebangkrutan nilai Anda sebagai orangtua. Gagal Anda menjadi orangtua.

Mari evaluasi diri. Seberapa sering anak tertidur di depan TV atau kelelahan bermain gadget daripada terlelap dipangkuan Ayah Bunda setelah dibimbing berdoa? Lebih-lebih tidur Ananda dihantarkan dengan cerita inspirasi tokoh teladan atau dongeng penggugah jiwa Ananda menjelang tidurnya.

Jika ternyata Ananda lebih sering kelelehan lalu terlelap tidur di depan TV atau memegang gadget, berarti Anda telah gagal menjadi otangtua.

Selain doa tidur, doa sebelum makan? Sebelum belajar? Doa mandi? Dan semacamnya. Sudah Anda bimbing wahai orangtua?

Mari berbenah. Bersama-sama dan saling ingat-mengingatkan dalam kebaikan dan kesabaran.

Wahai Ayah Bunda, jangan abai dalam mendidik dan membimbing putra-putrinya. Bersusahpayahlah demi anak. Demi masa depan gemilangnya.

Orangtua mendidik anak tujuannya harus tingkat tinggi. Anak harus diproyeksikan menjadi manusia unggul dan posisinya beberapa langkah lebih gemilang dari kondisi orangtuanya saat ini. Bila proyeksi anak akan dibentuk sama dengan kita (orangtua) hari ini, atau Anda memasang target minimal dalam mendidik Anak, sudah gagal Anda menjadi orangtua. Apalagi yang tak punya proyeksi apapun. Celaka Anda.

Anak harus jauh lebih baik dari kita orangtuanya. Lebih lembut hatinya, lebih cerdas, lebih luwes, lebih sabar, lebih taat kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa, lebih luas koneksi persahabatannya, lebih tinggi wawasannya, lebih banyak kebermanfaatannya untuk umat bangsa dan negara, serta keunggulan-keunggulan lainnya.

Mendidik anak kalau ala kadarnya akan terwujud masa depan anak yang ala kadarnya. Tapi bila mendidik dengan sepenuh jiwa, dengan luar biasa, maka anak akan tumbuh dan berkembang menjadi manusia luar biasa pula.

Orangtua harus menjadi uswatun hasanah, suri tauladan mulia. Yang sehat hati dan sehat badannya setiap saat setiap hari. Selalu ceria dan selalu menginspirasi anak. Orangtua harus jadi panutan. Jadi idola anak. Adanya disayang tiadanya dirindukan.

Orangtua harus mengajak serta anak-anaknya beribadah (berTuhan). Ajak mereka ke tempat ibadah. Ke masjid atau ke tempat ibadah lainnya sesuai agama kepercayaan masing-masing. Agama anak harus beres sejak dini dan sejak di rumah. Tunjukkan cara beriman dan bertaqwa kepada Tuhan. Bukan sebaliknya, menunjukkan kepada kemaksiatan.

Saya berpendapat, jika anak beres urusan agamanya pasti beres urusan lainnya. Mana mungkin orang selepas sembahyang bisa menyakiti orang lain? Keagamaan seseorang akan menunjukkan derajat tertinggi dalam hidupnya. Konsep agama sungguh mulia. Jika ia salah berbuat maka ia akan segera sadar, bertaubat (minta ampun), memperbaiki, dan tak akan mengulangi lagi.

Orangtua harus berlelah-lelah menjadi orangtua. Demi anak. Bukan demi lainnya. Kerahkan semua potensi Anda untuk mewujudkan generasi emas gemilang. Berbahgialah jika hidup Anda lelah dan selalu sibuk untuk mendidik anak Anda. Itu tanda awal keberhasilan Anda menjadi orangtua.

Saya yakin yang mendidik anak dengan cara-cara luar biasa akan menghasilakan anak generasi emas gemilang yang luar biasa.

Di akhir tulisan ini saya ingin mengutip bahasanya Plato. Bahwa orang yang ingin bergembira harus menyukai kelelahan akibat bekerja. Semoga berguna.

Surabaya, 8/8/2018

___

Tulisan ini saya dedikasikan untuk Emma' (ibu) saya di dusun yang dengan tangan lembutnya mendidik saya dan mengantarkan saya beberapa langkah dari beliau. Ibu saya yang hanya petani tak ingin menyaksikan putranyapun bertani atau hidup biasa saja. Beliau senantiasa mengerahkan segenap jiwa raganya demi kami, demi saya agar bisa bersekolah tinggi dan mendapatkan hidup yang baik, dan hidup lebih baik dari beliau. 

Alhamdulillah, proyeksi panjenengan berhasil, Ma'. Kini doakan kami, semiga kami menjadi orangtua amanah dan dapat mengantarkan anak-anak kami hidup jauh lebih baik dari kami. Aamiin...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun