Mohon tunggu...
mulyanto
mulyanto Mohon Tunggu... Administrasi - belajar sepanjang hayat

Saya anak petani dan saya bangga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Surat Takzim Buat Pak Tjip

17 Mei 2016   11:24 Diperbarui: 17 Mei 2016   13:03 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Assalamua’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Teriring salam, kami berdo’a semoga panjenengan: teman, sahabat, sekaligus guru saya Bapak Tjiptadinata Effendi sekeluarga, selalu dalam keadaan sehat wal ‘afiat tidak kurang satu apapun dan selalu dalam ramhat-Nya. Aamiin yaa Robbal ‘alamin.

Pak Tjip perkenankan saya, Mulyanto, 28 tahun, orang Madura, mengadu nasib di Surabaya beserta istri dan anak kami, menyampaikan surat dan salam takzim kepada Bapak melalui secarik surat ini. Semoga apa yang saya sampaikan dapat membawa kebaikan bagi kita sekalian. Aamiin.

Pak Tjip yang kami takzimi, mohon maaf bila sekiranya saya terlambat mengenal Bapak di ruang silaturrahmi bernama Kompasiana ini. Itu semata keudikan saya sebagai orang dusun. Hanya saja syukur Alhamdulillah, Allah menuntun nurani saya untuk bertandang di ruang sarat manfaat dan belajar menulis di Kompasiana ini.

Pak Tjip yang kami takzimi, mohon jangan salah duga, saya tidak menghendaki hadiah rupa apapun dengan nulis semacam ini. Sejujurnya ingin saya sampaikan curahan batin terdalam sejak lama, hanya saya pikir-pikir ulang kok tidak tepat tempat dan waktu. Maka terima kasih dengan diadakan sayembara tulisan semacam ini.

Saya hanya merasa ada hasrat cukup mengubun-ubun untuk bersua dengan panjenengan, Pak Tjip. Bukan apa-apa, mungkin rasa saya juga sempat atau tengah mendera kompasioner yang lain, bahwa Pak Tjip adalah Bapaknya keluarga besar Kompasioner. Atau induk dari anak-anak "ayam" penggemar kebijaksanaan.

Inggih leres, Bapak! Membaca titah tangan emas Pak Tjip saya teringat seorang guru ngaji di dusun. Ki Misyar namanya –semoga Allah memberkati panjenengan, Ki. Saya mengaji tidak hanya al-Quran, ya, belajar Ibadah, muamalah, tata krama, bermasyarakat, dan semua lingkup kehidupan rasanya. Harusnya kalau saya to’at sebagai santri pasti saya bijak. Tapi saya kadung nakal, ya beginalah jadinya.

Bener, Ki Misyar itu Pak Tjip. Adalah orang baik yang kata-katanya (tulisannya) selalu mengandung ilmu. Kehadirannya (tulisannya) beriringan dengan hikmah yang membuka wawasan baru, menyejukkan juga mencerahkan. Sedangkan ketiadaannya (belum upload tulisan) selalu dirindukan. Begitulah guru ngaji dan atau Pak Tjip kami itu, tidak muluk-muluk, perkataannya renyah, namun kaya makna.

Saya heran kenapa seorang guru ngaji dan atau Pak Tjip tidak menggotong ayat-ayat langit saat mengajari kami. Belakangan baru kami sadar, apa yang disampaikan pada santrinya adalah pesan Al-Quran yang dibumikan dengan bahasa-bahasa ringan terhadap kami. MasyaAllah.

Pak Tjip yang saya takzimi, ngapunten , Pak. Saya heran kenapa panjenengan bersusah-susah menyempatkan nulis di ruang ini? Popularitas? Untuk jabatan tertentu? Apa kampanye untuk pemilu DKI Jakarta yang sudah makin dekat? Tolong jawab. Tapi sudahlah tidak usah dijawab, paling jawabannya sama dengan batin saya.

Pak Tjip yang saya Takzdimi, sebelum saya akhiri surat ini, mohon simak berikut ini.

Kulo lan Pak Tjip (saya dan Pak Tjip) kan bagai asam dan garam, yang mudah-mudahan segera Allah pertemukan. Begini Pak Tjip, Pada 28 April 2016 sekitar pukul 1 siang, saya buka email, ternyata ada pemberitahuan, bahwa tulisan berjudul Saya Harus Membalas Kebaikanmu, Pak! dikomentari oleh teman-teman dan bla..bla..bla..

Mulanya begini, Ku pelototi inbox email satu persatu, peringatan komentar tulisan Kompasiana berbaur dengan email lain, ada pesan yang cukup membuat dahi mengernyit. Email dari Koran nasional ternama mengembalikan tulisan saya yang dikirim lima hari lalu. Dikatakan, tulisan saya tidak bagus. Terimakasih, Ran, Koran!

Kemudian ku pelototi yang lain. Dan alangkah tersanjungnya diri ini. Serasa badan diguyur madu, manis. Melihatnya sebelum dibuka sudah terenyuh hati ini. Misem-misem sendiri, kalau berkaca pasti miring kana, miring kiri, mematut-matutkan di depan kaca. Saat dibuka sudah penasaran tak sabar, tapi internet di hadapan masih loading. Setelah terbuka, terbelalak mata ke layar yang bertulis:

TJIPTADINATA EFFENDI (26 April 2016 07:56:18)

tulisan bagus mas, Jangan pernah melupakan kebaikan orang,,,salam hangat

Kuping serasa makin melebar, saya tersanjung disanjung Pak Tjip. Kemudian saya agak berfikir keras untuk mencari bahan, apa balasan yang pantas buat beliau ini. Akhirnya saya tulis demikian:

Mulyanto (28 April 2016 14:43:16)

Pak Tjip sungguh baik hati, terhadap tulisan begini saja menyanjung, maturnuwun Pak Tjip. memang sebisa mungkin harus mematri -dan kalau sanggup membalas- kebaikan orang lain terhadap kita. Saya suka tulisan-tulisan Pak Tjip yang tulus, tidak bertendensi, apa adanya, dan menginsiprasi. maturnuwun.. salam hangat.

Ini tulisan saya yang dilirik, Pak Tjip
Ini tulisan saya yang dilirik, Pak Tjip
***

Pak Tjip, Jenengan memang adalah (bagai) Guru Ngaji saya, tulisannya acap menyentuh dan menggetarkan saya (pembaca yang lain terang juga merasa), dan saya amat ingin bersua dengan Jenengan untuk menggapai tangan kanannya sembari kucium tanda takzim antara murid ke guru.

Kenapa saya dungu ya? tidak bergabung ke Kompasiana pada 15 Okt 2012, agar bersamaan dengan Pak Tjip meletakkan batu pertama akunnya di ruang ini. Meskipun begitu saya Alhamdulillah, 16 Maret 2016 lalu mulai bergabung di sini. Semoga mampu meneruskan kiprah Pak Tjip.

Pak Tjip, Jenengan memukau. Menulis semua aspek kehidupan, sosial, budaya, politik, ekonomi, pendidikan, dan banyak sekali. Saya merenungi tulisan-tulisan beliau meski jarang (cuma pernah) menilai atau berkomentar beberapa kali, takut dikatain sok sama yang lain, karena secara lahiriah belum pernah bersua. Hehe..

Saya merenungi pesan Jenengan, bahwa manusia itu tidak cukup pintar otak, tetapi harus pintar hati. Karena pintar otak kadangkala memelintir persoalan dengan kepintarannya sehingga mengakibatkan kemungkaran. Lihat banyak orang / pejabat/ penguasa dan pengusaha yang berseliweran di gedung KPK, karena korupsi. Artinya banyak orang pintar justru yang melanggar hukum. Sehingga renungan saya disempurnakan dengan tulisan Pak Tjip yang berjudul JUDUL KEHIDUPAN, bahwa pendidikan kita (Indonesia) hanya sekulit ari, ia amat dangkal dan tidak menjamah aspek nurani.

Memang, kalau saya renungi tulisan-tulisan beliau, maaf, tidak semuanya kami akses, saking banyaknya dan dengan serba keterbatasan fasilitas internet kami. Saya acap terenyuh.

Misalnya tulisan Pak Tjip berjudul [My Diary] Utang Sebungkus Rames Belum Dibayar yang ditulis 12 Apr 2016 | 12:58, sudah diaca Dibaca : 636 dengan Komentar : 42 dan Rating :29 (dilansir: 16 Mei 2016 pukul 2:19 PM), sangat kaya makna.

Saya menadaburi cerpen renungan Jenengan bahwa kita saat susah begitu dekat dengan Sang Kuasa, sementara saat senang suka abai. Ini bunyinya: Waktu hidup sudah nyaman, rasa syukur sudah mulai meluntur, Banyak hal yang dulu disyukuri pagi siang dan malam, Kini seakan tidak penting lagi.

Sementara ada tulisan lain yang benar-benar membangkitkan nurani saya untuk menulis dan berguna bagi khalayak, khususnya orangtua seputar pendidikan anak. Saya ingatkan barangkali Pak Tjip lupa, ini yang jenengan tulis: Sikap Terlalu Keras Orang Tua Penyebab Anak Jadi Pembohong pada 23 Maret 2016 06:00:06 Diperbarui: 23 Maret 2016 10:26:23 yang sudah dibaca: 1,382, dikomentari: 60, dan dinilai: 49. (dilansir: 16 Mei 2016 pukul 2:19 PM).

Pesan Jenengan yang begini: Rekaman Perbuatan Orang Tua Terhadap Anak akan Tinggal Permanen Segala nasihat, petuah ataupun kotbah mengebu gebu dan muluk muluk akan dilupakan oleh anak anak, seiring dengan perjalanan waktu, Tetapi perbuatan kita terhadap anak akan direkam dalam memorinya. Dan rekaman ini akan tinggal permanen hingga akhir hayatnya. Oleh karena itu, dari pada sibuk berpidato di hadapan anak anak dengan mengutip kata kata bijak sana sini, adalah jauh lebih baik memberikan satu contoh yang patut diteladani oleh anak anak kita. Karena satu teladan yang baik jauh lebih bernilai dari seribu kotbah.Telah memecut saya untuk melahirkan artikel-artikel pendidikan anak.

Saya rasa ini penting, mengingat kami juga belajar menjadi orangtua baik. Putra kami Mulia Dirgahayu Mahardika yang lahir 17 Agustus 2015 siap masuk surga jika kami bijak, tapi jika salah, Naudzubillah. Semoga Allah selalu membimbing kami.

Pak Tjip yang Bijak, Biar genap, mohon cermati agregat kulo lan panjenengan di Keluarga Besar Kompasiana ini.

mul3-573a9cc10d97736405033b78.png
mul3-573a9cc10d97736405033b78.png
mul4-573a9ceaf592733b059df148.png
mul4-573a9ceaf592733b059df148.png
Pertama, Jenengan bergabung pada 15 Okt 2012, kulo pada 16 Maret 2016. Kedua soal Satistik (dilansir 16 Mei 2016 pukul 2:19 pm); Jenengan nulis Artikel: 1,939; kulo hanya 15, atau 0.77 % dari jumlah artikel Jenengan; Artikel Jenengan dibaca : 2,062,111; kulo hanya 2.674, atau 0.13 % dari jumlah pembaca artikel Jenengan; Komentar tulisan Jenengan: 31,877; kulo hanya 21, atau 0.07 % dari jumlah komentar artikel Jenengan; Orang menilai tulisan Jenengan: 38,172; kulo hanya 19, atau 0.05 % dari jumlah nilai artikel Jenengan; Tulisan jenengan dijadikan headline: 389; sedangkan kulo 0; Tulisan jenengan dijadikan tulisan pilihan: 1,599; Sedangkan kulo hanya 11, atau 0.69 % dari jumlah artikel Jenengan.

Memang, siapa kulo. Kulo jauh dari Panjenengan, Pak Tjip. Memang, semoga kulo atau kami dapat terus Jenengan kalahkan. Supaya kami yang muda-muda ini tidak takabur. Yang jelas, semoga saya dan yang lainnya mampu meneladani keberpihakan Jenengan untuk berguna bagi sesama, tulisan yang selalu menyentuh sisi sanubari pembaca, menyejukkan, diiindukkan, dan mencerahkan. Aamiin

Pak Tjip yang kami Takzimi, kiranya ini yang dapat saya haturkan, semoga kesalahan kata dari awal tulisan saya dapat Jenengan maklum dan maafkan. Saya sadar, kesalahan pasti datangnya dari saya pribadi, adapun jika ada yang benar, itu semata datangnya dari Allah Tuhan Sekalian Alam. Selamat Ulang Tahun yang ke-73, Pak Tjip. Semoga panjang umur, Pak Tjip, semoga lebih banyak lagi berguna bagi sesama, umat, bangsa dan negara. Aamiin ya Robal ‘alamin.

Wassalamua’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Salam Takzim Pak Tjip,

Mulyanto

Surabaya, 16 Mei 2016 Bakda Isya’

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun