Mohon tunggu...
MULYANA AHMAD DANI 111211231
MULYANA AHMAD DANI 111211231 Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administarasi di Kantor Balai Monitor SFR Kelas I Jakarta

Futsal, Sepakbola dan Catur

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diskursus Gaya Kepemimpinan Aristotle

9 Oktober 2024   21:37 Diperbarui: 9 Oktober 2024   21:45 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
                  Diskursus Gaya Kepemimpinan Aristotle                     Dosen: Prof Apollo

Aristoteles adalah salah satu filsuf terbesar dalam sejarah. Dia lahir pada tahun 384 SM di Stagira, sebuah kota di Macedonia. Ayahnya adalah seorang dokter dan Aristoteles tumbuh dengan pendidikan yang kuat. Pada usia 17 tahun, ia pergi ke Athena untuk belajar di Akademi Plato. Selama waktu di Akademi Plato, Aristoteles menjadi murid terbaik Plato dan menunjukkan bakatnya yang luar biasa dalam berpikir dan menerapkan logika. Setelah kematian Plato pada tahun 34 7 SM, Aristoteles meninggalkan Akademi dan menghabiskan beberapa waktu di berbagai tempat di Yunani.

Aristoteles, yang hidup pada abad ke-4 SM, adalah seorang filsuf Yunani kuno yang dianggap sebagai salah satu tokoh terbesar dalam sejarah filsafat Barat. Ia adalah murid Plato dan menjadi mentor dari Alexander Agung. Karya-karya Aristoteles meliputi berbagai disiplin ilmu seperti logika, etika, metafisika, politik, biologi, fisika, astronomi, dan masih banyak lagi. Banyak dari pemikiran dan konsep-konsep Aristoteles yang mempengaruhi perkembangan filsafat, ilmu pengetahuan, dan politik di Barat. Misalnya, dia merumuskan hukum-hukum logika formal yang dikenal sebagai silogisme, yang menjadi dasar bagi pemikiran logika selama berabad-abad. Ia juga mengembangkan konsep-konsep etika seperti kebahagiaan, kebajikan, dan keadilan.

Aristoteles juga merupakan seorang naturalis yang tertarik pada dunia alam. Salah satu karyanya yang terkenal adalah "Historia Animalium," yang merupakan catatan mengenai banyak spesies hewan. Karya-karya ilmiahnya membantu membentuk dasar bagi ilmu pengetahuan biologi dan zoologi. Secara politik, Aristoteles memberikan kontribusi besar dalam pemikiran politik dengan karyanya "Politika." Dia mempertimbangkan berbagai bentuk pemerintahan dan menganjurkan bentuk republik dengan negara hukum sebagai bentuk yang ideal. Meskipun Aristoteles telah meninggal selama ribuan tahun, pengaruhnya terhadap filsafat dan pengetahuan manusia masih terasa hingga saat ini. Karyanya menjadi dasar bagi banyak perkembangan dalam berbagai bidang pengetahuan, dan ia dianggap sebagai salah satu pemikir paling berpengaruh dalam sejarah.

Menurut Aristoteles, keberadaan materi tidak dapat dipisahkan dari bentuknya. Gagasan ini kontras dengan teori Plato tentang bentuk benda ideal. Lebih lanjut, Aristoteles percaya pada teleologi, yang menyatakan bahwa segala sesuatu bergerak menuju tujuan tertentu dan memerlukan penggerak ekstemal. Pandangan-pandangan ini telah mempengaruhi pemikiran dan agama Barat selama berabad-abad. 

                 Diskursus Gaya Kepemimpinan Aristotle                     Dosen: Prof Apollo
                 Diskursus Gaya Kepemimpinan Aristotle                     Dosen: Prof Apollo

Konsep Zoon Politikon berasal dari pemikiran Aristotle yang mendefinisikan manusia sebagai makhluk sosial (zoon politikon). Dalam pemikiran ini, manusia dianggap tidak bisa hidup sendiri dan membutuhkan interaksi serta kolaborasi dalam suatu masyarakat atau negara (polis). Berbeda dengan hewan yang hanya hidup untuk bertahan, manusia memiliki keutamaan (virtue) yang memungkinkannya untuk tidak hanya bertahan, tetapi juga mencapai kebahagiaan. Aristotle berpendapat bahwa kebahagiaan tidak bisa diraih tanpa hidup bermasyarakat, karena kebajikan hanya bisa dipraktikkan di dalam komunitas.

Aristotle juga membagi pengetahuan manusia menjadi tiga kategori:

  • Pengetahuan Non-Theoria Produktif: Jenis pengetahuan ini berfokus pada kegunaan dan manfaat praktis. Tujuan dari pengetahuan ini adalah efisiensi, efektivitas, dan hasil akhir yang berguna, tanpa mempersoalkan apakah metode yang digunakan benar atau salah secara moral. Misalnya, seorang pembuat bakso tidak peduli apakah cara membuatnya benar, yang penting adalah bakso yang enak dan laku
  • Pengetahuan Theoria (Absolut): Di sini, kebenaran adalah prioritas utama. Tidak peduli apakah hasil akhirnya berguna atau tidak, yang penting adalah proses dan hasil yang benar sesuai standar kebenaran universal. Misalnya, dalam matematika atau sains, 5+5 selalu harus sama dengan 10, tanpa ada kompromi
  • Pengetahuan Praktis: Pengetahuan ini berhubungan dengan interaksi antar manusia dalam konteks etika dan politik. Dalam pengetahuan praktis, baik dan buruk tidak dilihat sebagai sesuatu yang absolut, melainkan ditentukan oleh konteks dan tujuan tindakan tersebut. Misalnya, seorang politisi bisa membuat keputusan yang lebih baik atau kurang baik berdasarkan situasi sosial

Pokok-pokok Pemikiran Aristoteles

Aristoteles diakui sebagai seorang pemikir sekaligus juga ilmuwan. Oleh karena itu pemikiran-pemikirannya dapat disebut sebagai ,,"permulaan tiada akhir bagi filsafat".1Ia memiliki minat yang sangat luas terhadap pemikiran dan sangat produktif dalam berkarya sehingga menghasilkan kurang lebih 400 karangan yang tertulis walaupun sebagian besar tidak dapat diselamatkan. Dengan demikian, Aristoteles dapat disebut sebagai bapak ilmu pengetahuan. Melalui karya tulisnya, dia pantas disebut sebagai bidan dari berbagai cabang disiplin keilmuan seperti yang dikenal sekarang seperti ilmu kedokteran, fisika, biologi, kimia dirnana sebelumnya cabang-cabang tersebut belum mernpakan ilmu yang sistematik melainkan menjadi satu kesatuan dalam ilmu pengetahuan itu sendiri. Dalam hal ini, Bertrand Russell

menuliskan :

Sebagai filsuf, dalam banyak hal Aristoteles jauh berbeda dengan para pendahulunya. Dialah filsuf pertama yang menulis seperti seorang professor : risalah-risalahnya sistematis, telaahnya dipilahpilah menjadi sejumlah bagian, ia pun seorang guru professional dan bukan semacam nabi yang menerima ilham. Karyanya bersifat kritis, seksama, wajar tanpa adanya jejak agama Bacchus yang penuh gelora. Dialah paling unggul dalam hal kecermatan dan kritik.

Secara ringkas, basil dari pemikiran Aristoteles dapat dikategorikan dalam lima cabang atau kelompok, yaitu Logika, Fisika dan Metafisika, Biologi dan Psikologi, Etika dan Politik, Estetika dan Kritik Literatur. Kelima cabang pemikiran ini dituliskan dengan sangat cermat dan hati-hati, yang mana inti tujuannya adalah untuk membangun keilmuan di setiap aspek yang dibahasnya.

Aristoteles  mengembangkan sebuah penalaran tentang apa yang menjadi tujuan hidup manusia. Menurutnya, ada dua macam yang menjadi tujuan manusia, yaitu tujuan sementara dan tujuan akhir. Tujuan sementara adalah sebagai sarana untuk mencapai tujuan lebih lanj ut. Misalnya, seorang petani menebang pohon di hutan dan selanjutnya membakamya adalah bertujuan untuk selanjutnya dapat dicangkul dengan lebih gampang. Si petani selanjutnya mencangkul lahan tersebut agar dapat menanam bibit dari tanaman. Adapun yang menjadi tujuan dari penanaman bibit tanaman tersebut adalah agar pada suatu saat ia dapat memetik basil dari tanaman tersebut. Demikian selanjutnya, si petani melakukan berbagai macam kegiatan lanjutan.

                    Diskursus Gaya Kepemimpinan Aristotle                     Dosen: Prof Apollo
                    Diskursus Gaya Kepemimpinan Aristotle                     Dosen: Prof Apollo

Aristotle membagi pengetahuan manusia menjadi dua: 

  • Pengetahuan Non-Theoria Produktif (Praktis):
    • Ini adalah pengetahuan yang tidak berfokus pada kebenaran absolut, melainkan pada kegunaan, efektivitas, dan efisiensi dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks kepemimpinan, pemimpin sering kali dihadapkan pada situasi di mana mereka tidak perlu selalu melakukan hal yang benar dalam arti kebenaran absolut, tetapi melakukan hal yang paling berguna dalam situasi tersebut. Misalnya, seorang pemimpin bisnis tidak harus mengikuti metode yang paling ilmiah atau benar secara teori, tetapi lebih penting memastikan keputusan yang diambil menghasilkan keuntungan atau keberhasilan. Contoh yang diberikan dalam halaman ini adalah pembuat bakso. Pembuat bakso mungkin tidak memikirkan apakah cara membuat baksonya benar atau sesuai dengan teknik kuliner yang sempurna, tetapi fokus utamanya adalah membuat bakso yang enak dan laku di pasaran.
  • Pengetahuan Theoria (Absolut):
    • Berbeda dengan pengetahuan praktis, pengetahuan ini berfokus pada kebenaran yang tidak bisa dikompromikan. Dalam ilmu pengetahuan atau matematika, kebenaran bersifat absolut; misalnya, dalam matematika, hasil 5 + 5 selalu 10, dan tidak ada alternatif lain. Dalam konteks ini, kebenaran adalah prioritas utama, meskipun mungkin tidak memiliki manfaat langsung yang dapat dirasakan secara praktis.  

Nilai Praktis dalam Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah tentang pengambilan keputusan yang tepat dalam konteks praktis. Pemimpin sering kali dihadapkan pada situasi di mana mereka harus menyeimbangkan antara apa yang "benar" dan apa yang "berguna". Kegunaan sering kali diutamakan karena kepemimpinan melibatkan tanggung jawab untuk mencapai tujuan bersama, sehingga hasil yang efektif dan efisien lebih diprioritaskan dibandingkan kebenaran teoretis yang mungkin tidak relevan dengan situasi yang dihadapi

Moral dan Pragmatisme dalam Kepemimpinan

Aristotle juga menyoroti dilema yang sering dihadapi oleh para pemimpin: apakah mereka harus membuat keputusan berdasarkan prinsip moral yang mutlak atau lebih mengutamakan kegunaan praktis? Dalam banyak kasus, pemimpin harus membuat keputusan yang bersifat pragmatis, di mana mereka memilih opsi yang paling menguntungkan meskipun mungkin tidak sesuai dengan kebenaran moral yang ideal.

                   Diskursus Gaya Kepemimpinan Aristotle                     Dosen: Prof Apollo
                   Diskursus Gaya Kepemimpinan Aristotle                     Dosen: Prof Apollo

Sphere of Action or Feeling yang berhubungan dengan Kelebihan, Keseimbangan, dan Kekurangan Moral (Moral Virtue Deficiency) 

1. Konsep Moral Virtue Menurut Aristotle

  • Excess (Kelebihan): Menggambarkan perilaku yang melampaui batas wajar dalam satu aspek. Dalam konteks kepemimpinan, kelebihan ini bisa berujung pada perilaku yang tidak etis atau berbahaya.

  • Mean (Keseimbangan): Merupakan posisi yang ideal, di mana perilaku pemimpin berlandaskan pada kebajikan moral. Keseimbangan ini menunjukkan sikap yang baik dan benar, serta mampu menghasilkan keputusan yang bijaksana.

  • Deficiency (Kekurangan): Menggambarkan perilaku yang kurang dari yang seharusnya. Dalam konteks ini, pemimpin yang kekurangan kebajikan akan mengalami kesulitan dalam membuat keputusan yang baik dan mungkin tidak dapat menghadapi tantangan dengan efektif.

2. Diagram Moral Virtue

Membagi berbagai emosi dan tindakan ke dalam tiga kategori yang berlawanan, menekankan pentingnya menemukan keseimbangan dalam tindakan dan perilaku. Berikut adalah beberapa contoh yang mungkin ada dalam diagram tersebut:  

  • Rashness (Tindakan Tergesa-gesa): Kelebihan dalam ketidakpastian, di mana pemimpin bertindak terlalu cepat tanpa pertimbangan yang matang.
  • Courage (Keberanian): Keseimbangan yang ideal di mana pemimpin mampu menghadapi ketakutan dengan percaya diri.
  • Cowardice (Pengecut): Kekurangan dalam keberanian, di mana pemimpin menghindar dari tantangan dan tidak berani mengambil risiko.
  • Licentiousness/Self-Indulgence (Sikap Tidak Bermoral): Kelebihan dalam kesenangan, di mana pemimpin hanya fokus pada kesenangan pribadi dan mengabaikan tanggung jawab.
  • Temperance (Kesederhanaan): Keseimbangan dalam menikmati kesenangan, di mana pemimpin mampu mengendalikan diri dan bertindak dengan bijak.
  • Insensibility (Ketidakpedulian): Kekurangan dalam merasakan atau berempati terhadap kesenangan atau rasa sakit, di mana pemimpin tidak sensitif terhadap keadaan orang lain.

Aristoteles membuat kontribusi besar dalam bidang logika dengan menciptakan silogisme, suatu bentuk penarikan kesimpulan dari premis umum tentang hal-hal khusus. Contohnya adalah pemyataan seperti "Setiap manusia pasti akan mati" dan "Dia adalah manusia," yang digunakan untuk menarik kesimpulan bahwa "Dia pasti akan mati." Aristoteles mengemukakan bahwa pengetahuan baru dapat diperoleh melalui induksi (berdasarkan kasus-kasus khusus) dan deduksi (melalui silogisme).

1.  Filsafat Teoretika:

Aristoteles membagi kosmos menjadi dua wilayah yang berbeda, sub lunar ( di bawah bulan, misalnya bumi) dan wilayah di atas bulan (planet dan bintang). Dia percaya bahwa jagat raya bersifat terbatas, berbentuk bola, dan kekal, sementara bumi terdiri dari empat unsur: api, udara, tanah, dan air.

2. Matematika: Aristoteles menekankan pentingnya logika dan analisis dalam matematika, menyatakan bahwa logika hams diterapkan di semua bidang ilmu, termasuk matematika. Gagasannya tentang silogisme dan pembuktian matematika dijelaskan dalam karya-karyanya yang baru ditemukan setelah kematian Aristoteles.

3. Metafisika: Fokus pada pertanyaan ten tang benda dan bentuk, di mana bentuk dianggap sebagai pengganti ide Plato. Aristoteles erpendapat bahwa benda dan bentuk tidak dapat dipisahkan; bentuk memberikan kenyataan pada benda.

4. Filsafat Praktis (Tentang hidup kesusilaan): 

Etika dan Ekonomi: Aristoteles menggunakan pendekatan biologis untuk menganalisis manusia. Manusia dianggap sebagai binatang dengan unsur khas yang memungkinkan kontrol sadar terhadap dorongan-dorongan non-rasional. Etika membahas kesusilaan dalam hidup perorangan, sedangkan ekonomi membahas kesusilaan dalam hidup kekeluargaan. Aristoteles mengakui nafsu beragam manusia dan menekankan kontrol terhadap dorongan-dorongan tersebut untuk mencapai kehidupan yang etis.

Dalam aspek politik atau kesusilaan dalam hidup kenegaraan, Aristoteles mengklasifikasikan sistem politik menjadi beberapa tipe, antara lain:
- Monarki (kerajaan), yang diperintah oleh seorang raja untuk kepentingan semua, namun berpotensi menjadi tirani jika tidak       seimbang.
- Aristokrasi, diperintah oleh beberapa orang untuk kepentingan bersama, tetapi berpotensi menjadi oligarki, memihak pada sekelom

- Polity, diperintah oleh seluruh rakyat untuk kesejahteraan umum, namun berpotensi menjadi demokrasi jika mayoritas rakyat memerintah demi kepentingan kelompok tertentu.pok orang saJa.

                  Diskursus Gaya Kepemimpinan Aristotle                     Dosen: Prof Apollo
                  Diskursus Gaya Kepemimpinan Aristotle                     Dosen: Prof Apollo

                     Diskursus Gaya Kepemimpinan Aristotle                     Dosen: Prof Apollo
                     Diskursus Gaya Kepemimpinan Aristotle                     Dosen: Prof Apollo

Keberanian dalam Menghadapi Masalah

  • Keberanian bukan hanya tentang tindakan fisik yang berani atau heroik di medan perang. Dalam konteks kepemimpinan, keberanian yang dimaksud adalah keberanian untuk mengambil keputusan yang tepat dalam menghadapi krisis atau masalah. Pemimpin yang baik tidak akan lari dari masalah, tetapi akan menghadapi masalah tersebut dengan kepala dingin dan penuh pertimbangan.

  • Aristotle menyatakan bahwa pemimpin yang lari dari masalah adalah pengecut. Keberanian adalah tentang menghadapi ketakutan dan mengambil tindakan meskipun hasilnya tidak pasti. Pemimpin yang berani tahu bahwa mereka harus mengambil keputusan, bahkan dalam situasi yang sulit atau penuh risiko.

Aristotle menyoroti pentingnya empat kebajikan utama (cardinal virtues) yang harus dimiliki oleh setiap pemimpin. Keempat kebajikan ini adalah pilar dari kepemimpinan yang baik dan efektif, yaitu prudence (kebijaksanaan praktis), temperance (pengendalian diri), courage (keberanian), dan justice (keadilan).

1. Prudence (Kebijaksanaan Praktis)

Prudence adalah kemampuan untuk membuat keputusan yang bijaksana berdasarkan pengetahuan yang dimiliki dan situasi yang dihadapi. Ini adalah kebajikan yang memungkinkan pemimpin untuk bertindak dengan bijaksana dan memikirkan dampak dari keputusan mereka sebelum bertindak.

2. Temperance (Pengendalian Diri)

Temperance atau pengendalian diri adalah kebajikan yang memungkinkan seorang pemimpin untuk menahan diri dari godaan dan bertindak dengan seimbang. Pemimpin yang memiliki pengendalian diri tidak akan mudah tergoda oleh kekuasaan, uang, atau kesenangan pribadi, tetapi tetap fokus pada tujuan yang lebih besar.

3. Courage (Keberanian) 

Courage adalah kebajikan yang memungkinkan seorang pemimpin untuk menghadapi tantangan dan risiko dengan penuh percaya diri. Keberanian tidak hanya tentang menghadapi bahaya fisik, tetapi juga tentang keberanian untuk mengambil keputusan yang sulit dan tidak populer. 

4. Justice (Keadilan) 

Justice atau keadilan adalah kebajikan yang memastikan bahwa pemimpin memperlakukan semua orang dengan setara dan adil. Pemimpin yang adil tidak akan memihak kepada satu kelompok atau individu, tetapi akan membuat keputusan yang adil bagi semua pihak yang terlibat. 

                    Diskursus Gaya Kepemimpinan Aristotle                     Dosen: Prof Apollo
                    Diskursus Gaya Kepemimpinan Aristotle                     Dosen: Prof Apollo

                     Diskursus Gaya Kepemimpinan Aristotle                     Dosen: Prof Apollo
                     Diskursus Gaya Kepemimpinan Aristotle                     Dosen: Prof Apollo

Pentingnya Keberanian: Halaman ini menegaskan kembali bahwa keberanian adalah salah satu kebajikan utama yang diperlukan dalam kepemimpinan. Pemimpin yang baik harus mampu menghadapi tantangan dan mengambil risiko yang diperlukan untuk mencapai tujuan.

Menggabungkan Pengetahuan dan Tindakan: Phronesis menggabungkan pengetahuan teoritis dengan tindakan praktis. Pemimpin yang memiliki kebijaksanaan praktis mampu melihat situasi secara komprehensif dan mempertimbangkan semua aspek sebelum mengambil keputusan. 

                     Diskursus Gaya Kepemimpinan Aristotle                     Dosen: Prof Apollo
                     Diskursus Gaya Kepemimpinan Aristotle                     Dosen: Prof Apollo

                    Diskursus Gaya Kepemimpinan Aristotle                     Dosen: Prof Apollo
                    Diskursus Gaya Kepemimpinan Aristotle                     Dosen: Prof Apollo

                       Diskursus Gaya Kepemimpinan Aristotle                     Dosen: Prof Apollo
                       Diskursus Gaya Kepemimpinan Aristotle                     Dosen: Prof Apollo

                       Diskursus Gaya Kepemimpinan Aristotle                     Dosen: Prof Apollo
                       Diskursus Gaya Kepemimpinan Aristotle                     Dosen: Prof Apollo

Aristotle menekankan lima jalan untuk menjadi pemimpin bijak, yang dimulai dengan mengetahui tujuan dengan jelas, sehingga setiap keputusan dan tindakan dapat terarah. Pemimpin juga harus selalu mengejar kebenaran dan memahami situasi yang dihadapi, sambil tetap bersikap kritis dan inovatif. Pengalaman masa lalu harus dimanfaatkan sebagai sumber pembelajaran untuk pengambilan keputusan di masa depan, serta penting bagi pemimpin untuk mampu melihat berbagai sudut pandang dengan mempertimbangkan alternatif sebelum mengambil keputusan akhir. Selain itu, pemimpin yang baik harus terbuka terhadap kritik dan siap menerima masukan sebagai alat untuk perbaikan dan pertumbuhan. Mendengarkan kritik dengan baik sangat penting untuk mendapatkan perspektif yang lebih luas, dan mengatasi ketakutan akan kritik adalah langkah yang diperlukan agar pemimpin dapat berkembang dan tidak terhambat oleh rasa takut tersebut.

Daftar Pustaka : 

Elisabet, L. (2023). Kesetaraan Gender Dalam Ritual Ma'papangngan Di Tana Toraja Berdasarkan Polis Aristotelles. 

Apollo, P. (n.d.). Diskursus Gaya Kepemimpinan.

Wibowo, B. A., Pranowo, T. A., & Febrianto, A. (2023). 

Sejarah Pendidikan. Yulanda, A. (2020). 

Implementasi Virtue Ethics Aristoteles Di Era Kekinian. Jurnal Al-Aqidah, 12(1), 90-104

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun