Ketika itu, penumpang cantik di sebelah si pengemudi berteriak-teriak, "Mumpung sepi, Pras! Ayo, gas aja terus! Ingat loh, dua minggu lagi kita nikah. Bisa kacau, kalo kita berhenti, terus pake nolongin dia segala."
Walau diam saja, sang calon mempelai pria melajukan kendaraan lebih cepat. Sudah cukup menjadi sebuah pertanda bahwa dia mengiyakan alasan yang diteriakkan perempuan di sampingnya. Terdengar sangat masuk akal bagi otak mereka yang bekerja di tengah kepanikan.
Malah, bukan cuma acara pernikahan saja yang batal, penjara juga akan membayangi-bayangi. Siap mengurung pengemudi selama lima tahun. Hidup tidak akan berjalan sesuai rencana. Kacau! Hancur! Pasti! Kalimat-kalimat itulah yang kemudian dilontarkan kekasih Pras. Mereka pun tak lagi menoleh ke belakang, meski sebentar.
Akhirnya, Umayi meregang nyawa bersama janin yang baru berusia sepuluh minggu dalam perjalanan ke rumah sakit.
"Mau pisang goreng, Mas? Atau mau nambah kopi?"
Tawaran Kang Loso membuyarkan lamunan Pras. Bukannya menjawab, ia malah balik bertanya, "Kalo saya bertamu dan ... Â ngomong sesuatu, apa Seto bakal ngamuk?"
"Memangnya Mas ini mo ngomong apa sama orang gila kayak Seto?"
"Penasaran aja. Kok bisa, segitu sayangnya sama pintu," jawabnya dusta.
"Saking cintanya, Mas. Kadang cinta itu kan, bisa bikin orang jadi gila."
Pras terdiam. Sementara di seberang sana, lelaki yang mencintai pintu, masuk ke rumah. Perlahan-lahan menutup pintu yang hanya dipernis.
Pada Kang Loso, Pras pun pamit. Ia urung meminta maaf pada Seto. Gagal memberanikan diri dan mengakui kesalahan. Kembali menyembunyikan rahasia dalam-dalam.