Teruntuk seluruh kata 'desember', di mana pun berada, bisakah kalian enyah? Menghilanglah dari muka bumi ini! Sana, pergi saja ke bulan! Aku benci Desember. Sebenar-benarnya benci!
***
Gadis kutu buku itu bernama Nur Aini. Seperti teman-teman lain, aku memanggilnya 'Nur'. Namun, sejak kami resmi menjadi sepasang kekasih, aku lebih suka memanggil dia 'Rainy'.
"Pake 'y'?" tanyanya manja.
"Iya. Gak apa-apa, kan?"
Dia tersipu, lalu menjawab, "Terserah."
Entah mengapa, setiap Rainy bilang 'terserah', aku bertambah gemas. Gemas ingin mencubit pipinya, lalu memeluk erat-arat dan tidak akan kulepaskan. Lantaran lewat kata itu, dia seakan-akan tengah memasrahkan segalanya. Rainy memberiku sebuah kendali atas nama totalitas cinta. Â Â
Tentu saja panggilan 'Rainy' bukan semata-mata agar terdengar berbeda dari teman biasa. Ada alasan lain yang lebih istimewa. Bagiku, Rainy adalah hujan cinta yang Tuhan curahkan dengan lebat untuk membasahi kerontangnya jiwa ini.Â
Perempuan yang pada tiap ucapannya terdapat ribuan titik embun penyejuk hati. Pemilik senyum terindah, yang membuat sekujur tubuhku kuyup dalam deras kerinduan.
Rainy sendiri yang mengaku sebagai phuviophile--pengagum hujan. Menurutnya, aroma petrikor menenangkan jiwa. Di telinganya, suara hujan adalah orkestra alam paling syahdu yang mampu mendatangkan kebahagiaan. Cocok sekali, bukan?