Wallace dan para pembantunya mendarat pada malam hari di Kampung Dorey untuk mencari tempat untuk membangun rumah. Mr. Otto meminta kepada kepala suku setempat untuk mengerahkan anggotanya untuk memotong kayu, rotan, dan bambu.
Di mana Wallace membangun pondokan? Digambarkan dalam buku tersebut bahwa memilih tempat 200 meter dari pantai di tanah yang tinggi, di sisi jalan utama kampung Dorey yang menuju hutan. Sekitar 20 meter ada aliran sungai yang mengalirkan air yang jernih untuk mandi. Sebagai upah bekerja dibayar dengan pisau dan parang kepada penduduk asli tersebut, selanjutnya disuruh mereka pergi.
Pada awalnya Wallace sangat merasa sedikit curiga dengan penduduk asli sehingga tidur dengan membawa senapan yang diisi peluru di sisinya. Namun setelah beberapa hari baru yakin bahwa mereka adalah orang-orang yang baik dan ramah. Boleh jadi ini disebabkan komunikasi yang baik dan terus menerus antara Otto-Geisler dengan penduduk Dorey selama dua tahun.
Yang mengagumkan peneliti biologi itu adalah kemahiran orang Dorey membuat ukiran di dalam rumah dan di perahu. Tidak menyangka orang terbelakang seperti itu mampu membuat ukiran yang demikian indah. "Mereka adalah pemahat dan pelukis besar," kata Wallace.
Tentang pemukiman Kampung Dorey, Wallace membeberkan bahwa semua rumah dibangun di atas air, dan dicapai dengan jembatan kasar dan panjang. Rumah itu sangat rendah dengan bentuk atap seperti perahu besar. Tiang rumah dan jembatan ditopang dengan tongkat kecil tidak beraturan, tampak seperti akan roboh. Lantai juga terbuat dari tongkat, tidak teratur dan sangat longgar.Â
Dindingnya terdiri dari potongan papan kapal tua, tikar rapuh, dan daun kelapa. Nampak sangat semrawut sehingga sulit untuk digambarkan. Wallace sempat tercengang melihat di bawah atap rumah tergantung tengkorak manusia hasil pertempuran mereka dengan suku-suku pegunungan yang kerap datang menyerang.
Selama dua bulan tinggal di Kampung Dorey Wallace pernah terserang demam panas, dan dua pembantunya yang dibawa dari Ternate, Jumaat dan Lahagi meninggal dunia karena diserang malaria. Mereka dikebumikan secara Islam oleh warga muslim di sana dengan diberi kain katun untuk kain kafan.
Bagaimana tentang keberadaan burung cenderawasih di Dorey? Ternyata di daerah itu tidak ditemukan burung tersebut apalagi dalam bentuk sudah diawetkan oleh masyarakat setempat. Disebutkan populasi cebderawasih yang banyak adalah di Amberbaki (sebutan Amberbaken) karena ditemukan enam spisies cenderawasih.
Teruangkap dalam Buku The Malay ArchipelagoÂ
Akhirnya pada tanggal 29 Juli 1858 (3,5 bulan) meninggalkan Dorey kembali ke Ternate. Karena misi penelitian tentang fauna dan flora Papua dianggap selesai walaupun burung "surga" Cenderawasih hanya beberapa spesies yang berhasil ditemukan. Untuk melengkapi temuan akan burung Cenderawasih akhirnya kembali berlayar dari Seram ke Waigeo, Misol, Batanta, dan Salawati di Raja Ampat pada bulan Juni-Juli 1860.
Pulang ke negaranya Inggeris setelah menjelajah Nusantara (Malay) 1854-1862, Alfred Russel Wallace Alfred Russel Wallace menemukan "Garis Imajiner" yang membagi flora dan fauna di Indonesia menjadi dua bagian besar. Garis ini dikemudian hari dikenal sebagai "Garis Wallace". Yaitu adanya kesamaan flora dan fauna bagian timur Indonesia dengan Australia.Â