Diceritakan dalam buku tersebut, mereka kebanyakan menggunakan bahasa isyarat -- karena Otto dan Geisler tidak bisa berbahasa Inggeris dan Melayu -- Wallace sangat heran dan kagum dengan kedua misionaris dari Jerman tersebut. Datang jauh dari negaranya hanya untuk melakukan kegiatan mengajarkan firman Tuhan di tengah penduduk yang benar-benar belum mengenal dunia luar, masih sering saling membunuh, jauh dari sikap bersahabat, dan sulit menerima pendatang baru.Â
Misi mereka ingin melakukan perubahan ke arah peradaban yang lebih maju. Dengan demikian tentu memerlukan kesabaran dan ketekunan yang tinggi untuk menaklukkannya.
Kurun waktu dua tahun di Mansinam Mr. Otto -- menurut cerita Wallace, telah belajar bahasa Papua dengan fasih dan mulai menerjemahkan beberapa ayat dari Kitab Injil. Akan tetapi, kata dalam bahasa Papua terbatas sehingga dalam terjemahan sejumlah kata Melayu harus digunakan.
Dari Injil yang diterjemahkan bagi kedua misionaris tersebut masih ragu apakah mungkin bisa mengikuti ajaran yang disampaikan, mengingat orang-orang tersebut peradabannya sangat rendah. Mereka memiliki kepercayaan agama tradisi. Awalnya, orang-orang yang masuk Kristen sangat sedikit, di antaranya adalah anak-anak sekolah yang diajar membaca. Itu pun kemajuan yang mereka peroleh sangat minimalis.
Membantu Penduduk Papua dalam Jual-Beli
Masih dalam halaman 711-712 buku tersebut, tentang dibolehkan kegiatan jual-beli yang dilakukan oleh kedua misionaris (Ottow dan Geissler) untuk menopang kehidupan mereka selama melakukan missi di sekitar kampung-kampung Dorey (penyebutan kota Manokwari waktu itu). Karena diketahui bahwa gaji mereka sangat kecil dikirim dari Eropa dan lama sampai ke Papua karena faktor transportasi kala itu.
Hasil panen padi penduduk dijual kepada misionaris dengan memperoleh pisau, manik-manik, kapak, tembakau atau barang-barang lain. Namun beberapa bulan kemudian, jelang musim hujan ketika bahan-bahan makanan langka, para penduduk kembali untuk membeli barang-barang yang telah dijual tadi dengan menggunakan alat tukar kulit penyu, teripang, pala hutan, atau benda lainnya. Tentu, beras tadi dijual lebih mahal oleh misionaris dibanding ketika dibeli.
Misionaris diibaratkan sebagai tempat penyimpanan logistik penduduk Dorey dan dipasarkan ketika musim paceklik. Kegiatan seperti di atas sangat menguntungkan bagi penduduk asli Papua, yang sering tidak makan jika tidak ada persediaan dan membuang bahan makanan ketika melimpah, dan kemudian kelaparan lagi.Â
Ada proses pembelajaran ketahanan pangan kepada penduduk lokal Dorey dengan melakukan perubahan sikap dan perilaku secara perlahan-lahan. Hasilnya, beberapa penduduk sudah mulai paham bahwa untuk bertahan hidup harus bisa mengatur mana bahan makanan untuk dikonsumsi sendiri dan kelebihannya dijual.
Cerita Kampung Dorey
Selain pertemuan dengan Mr. Otto dan Mr. Geisler -- demikian Wallace memanggil mereka, juga tentang kondisi Kampung Dorey (Manokwari sekarang). Disebutkan, pelabuhan Dorey berada di teluk yang indah dengan dua atau tiga pulau kecil, Â membentuk sebuah tempat berlabuh yang terlindung. Satu-satunya kapal berlabuh pada saat itu adalah kapal Belanda yang sarat dengan batubara untuk keperluan kapal perang.