Mohon tunggu...
Mulyadi
Mulyadi Mohon Tunggu... -

Domisili pengabdian di Halmahera Utara #SM-3T Suka Solo Backpacking kemanapun Sangat ingin backpacking keluar negeri gratis...

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Avanza Islam

5 Juni 2016   14:07 Diperbarui: 5 Juni 2016   14:19 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lagi, kami mengatakan bahagia tinggal di tempat yang jalanannya masih tak beraspal ini. Debu-debu tak malu berteman dengan kami, meski ia kotor, dekil dan lebih banyak mudaratnya. Kami tak ingin akrab, tapi ia memaksa. Apalagi bila truk ataupun kendaraan lainnya muncul, ia seperti menyuarakan demo secara berkelompok untuk menyerang kami yang senantiasa melayangkan kesombongan kepada kaum mereka. Debu-debu kotor yang menambah jerawat dua galon temanku ini . serta menambah kekusaman wajahku. Produk perawatan wajah seperti Garnier dan kawan-kawan sepertinya tak mampu memberi perlindungan terlalu lama. Segera, cuma tindakan cepat oleh pemerintah setempat untuk memperbaiki jalanan di sini. Sehingga debu-debu tak menghantui kami di kala matahari bersinar terik begitu riangnya.

Hari Sabtu aku berniat untuk melaju ke Tobelo. Sepulang mengajar rencananya. Kangen juga aku dengan jaringan HSPA itu. Tak gampang menempuh kota Tobelo. Satu-satunya transportasi murah menuju ke sana adalah bus Damri. Cukup mengeluarkan kocek sebanyak 25 sampai 30ribu untuk sampai ke terminal Tobelo. Sayang, busnya hanya beroperasi di pagi hari. Mau tak mau harus menaiki mobil Avanza yang bertarifkan 50ribu. Bagaimana dengan hari MInggu? Jarang mobil beroperasi di hari Minggu karena merupakan hari ibadah. Kecuali “Avanza Islam”. Kata teman galon satu rumahku, Hasnidar Dadde.

Masalah SARA masih sensitif di Halmahera Utara, terutama di desa-desanya, terkhusus di Kao Barat. Desa Islam dan Kristen terpisah. Desa Islam mayoritas dianut oleh warga transmigrasi yang terdiri dari orang Jawa dan Bugis, sedang Desa Kristen dihuni oleh orang-orang asli. Banyak peristiwa-peristiwa pembunuhan di sini yang dihubung-hubungkan oleh unsure SARA. Tapi untung, masih banyak warga yang Islam atau Kristen yang bersikap dewasa. Hingga tak menimbulkan peperangan atau kerusuhan oleh para provokator yang tak bertanggung jawab.

Sekarang masih hari Rabu saat tulisan ini aku buat. Tiga hari bukan penantian yang berarti. Aku masih belum menjadi manusia yang cukup bijak dalam menjalani hidup ini. Aku butuh internet, aku butuh Social Media. Aku juga ingin berleha-leha di atas tempat tidur sambil menelepon sanak saudara di kota besar atau mantan sahabat sepenanggungan yang sekarang memilih jalan masing-masing. Dan kalau jadi, ini akan menjadi petualangan backpacker ku seorang diri di kota orang yang punya budaya berbeda.

Mudah-mudahan ada Avanza Islam nantinya di Hari Minggu, saat aku pulang kembali ke Desa Makarti. Dan mudah-mudahan, Avanza Islam lah yang nantinya kutumpangi menuju ke Tobelo hari Sabtu kelak. Mudah-mudahan…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun