Ilmu itu laksana air. Bila ia berhenti mengalir, maka akan membusuk di tempat. Namun jika ia terus dialirkan, maka ia akan menumbuhkan kehidupan, menyuburkan ladang-ladang kering di sepanjang perjalanannya. Dalam kehidupan ini, seorang guru bukanlah puncak dari pengetahuan, dan seorang murid bukanlah dasar dari kebodohan. Keduanya saling melengkapi, saling belajar, dan saling mengajar.
Seorang guru, meski telah bermahkota ilmu, tetaplah seorang murid yang tak henti-hentinya menggali hikmah di setiap sudut kehidupan. Menjadi guru bukan berarti selesai belajar. Sebaliknya, menjadi guru berarti berkomitmen untuk terus menimba, mencari pengetahuan baru, dan memperkaya pemahaman yang sudah ada. Di sini, seorang guru tak boleh merasa dirinya sebagai yang tertinggi. Pengetahuan yang dibagikan tak lebih dari serpihan kecil dari samudra ilmu yang tak terbatas.
Dalam setiap lembaran hidup, dunia senantiasa menyuguhkan pelajaran-pelajaran baru. Alam, manusia, bahkan peristiwa-peristiwa kecil yang tampak sepele, semuanya adalah guru bagi mereka yang mau merendah dan mendengar. Maka seorang guru yang baik akan selalu membuka telinga dan hatinya, merangkul segala hikmah yang ditawarkan kehidupan. Ketika ia berdiri di depan murid-muridnya, ia pun membawa bekal pengetahuan baru yang didapatkan dari pengalaman sebagai seorang murid kehidupan.
Ada pepatah bijak yang mengatakan, "Semakin banyak yang kau ketahui, semakin banyak pula yang kau sadari bahwa kau tak mengetahui apa-apa." Seorang guru yang sejati menyadari hal ini. Ia tahu bahwa pengetahuannya tak pernah sempurna, bahwa ada ruang kosong yang perlu diisi dengan belajar yang tak pernah selesai. Dengan kerendahan hati, ia akan belajar dari apa saja: dari buku, dari lingkungan, dari diskusi dengan sesama guru, bahkan dari murid-muridnya.
Ya, murid adalah guru yang menyamar. Setiap anak yang duduk di bangku sekolah membawa hikmah yang terselip di balik kebisuan mereka. Sering kali, dari mulut seorang murid yang sederhana keluar pertanyaan-pertanyaan yang menyadarkan seorang guru tentang kekurangan dirinya, atau memperlihatkan perspektif baru yang belum pernah terpikirkan sebelumnya. Seorang murid, dengan rasa ingin tahunya yang polos, bisa menjadi cermin bagi sang guru untuk melihat kembali apa yang selama ini ia lewatkan.
Di sisi lain, seorang murid juga harus memahami bahwa belajar bukanlah sekadar menghafal deretan kata-kata, atau mengikuti aturan-aturan yang diberikan. Belajar adalah proses yang dinamis, dan proses ini mencapai puncaknya ketika seorang murid mulai menjadi guru. Seorang murid yang hanya menelan mentah-mentah ilmu yang diberikan tanpa pernah membaginya, akan menjadi seperti cawan yang penuh, tak lagi bisa diisi. Untuk bisa terus belajar, seorang murid harus menjadi guru bagi orang lain. Ia harus mengajarkan apa yang telah ia ketahui, agar ilmunya tidak hanya berhenti pada dirinya.
Seperti air yang mengalir, ilmu harus terus diteruskan agar tak membeku. Ketika seorang murid mulai berbagi pengetahuannya, di saat itulah ia sedang memperdalam apa yang telah ia pelajari. Dalam setiap proses mengajar, seorang murid akan menemukan bahwa pengetahuan yang ia miliki tak seutuh yang ia kira. Ada pertanyaan-pertanyaan baru yang muncul, ada sudut pandang yang ia abaikan, ada kedalaman yang belum ia jelajahi. Dari proses inilah, ia akan menyadari bahwa menjadi guru bukan berarti berhenti menjadi murid.
Setiap guru adalah murid, dan setiap murid adalah guru. Dalam lingkaran ini, tak ada yang berdiri lebih tinggi dari yang lain. Guru dan murid saling membutuhkan, saling mengisi, dan saling belajar. Ketika seorang guru merasa dirinya sudah di puncak pengetahuan, ia akan jatuh ke dalam kesombongan dan kebekuan. Namun ketika seorang murid merasa dirinya hanya penerima pasif, ia akan kehilangan makna dari belajar itu sendiri. Keduanya harus menyadari peran ganda yang mereka miliki: bahwa menjadi guru adalah terus belajar, dan menjadi murid adalah belajar untuk mengajar.
Di sinilah letak keindahan pendidikan. Ia bukanlah monumen yang statis, melainkan aliran yang tak pernah berhenti. Dari seorang guru kepada murid, dari seorang murid kepada dunia, ilmu mengalir, bercabang, dan meluas. Ketika seorang murid mulai menjadi guru, dan seorang guru tetap menjadi murid, maka pengetahuan akan terus berkembang, menumbuhkan kehidupan baru di setiap sudut yang disentuhnya.
Bukankah demikian kehidupan itu sendiri? Kita semua, dalam hidup ini, adalah guru dan murid. Kita belajar dari setiap pengalaman, dari setiap kegagalan, dari setiap pertemuan, lalu kita mengajarkannya kepada mereka yang ada di sekitar kita. Seperti rantai yang tak terputus, ilmu terus berpindah, menciptakan dunia yang penuh dengan hikmah dan kebijaksanaan.
Maka, jadilah murid bagi kehidupan. Jangan pernah merasa cukup dengan apa yang telah kau ketahui. Dunia selalu punya pelajaran baru yang menunggu untuk ditemukan. Dan jadilah guru bagi sesamamu. Sebarkan apa yang telah kau pelajari, bagikan hikmah yang kau temukan, agar ilmu itu terus mengalir, membawa kehidupan bagi orang-orang di sekitarmu.
Setiap guru harus menjadi murid, agar ilmunya tidak berhenti. Setiap murid harus menjadi guru, agar ilmunya bisa bermanfaat. Begitulah, dalam putaran abadi pengetahuan, kita semua belajar, dan kita semua mengajar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H