Mohon tunggu...
Mulyadi Handoko
Mulyadi Handoko Mohon Tunggu... Freelancer - Rasa yang terkuak

Setiap detik menit jam hari bulan tahun semua berproses

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jejak Kecil di Atas Makam: Ikatan Batin yang Menguat

13 Agustus 2024   07:32 Diperbarui: 13 Agustus 2024   07:39 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari itu, langit mendung seolah menahan tangis. Seorang anak kecil, baru genap satu tahun usianya, digendong oleh ibunya menuju pemakaman. Mereka hendak berziarah ke makam ba nenek dan ba kekek, kakek dan nenek yang telah meninggal beberapa tahun lalu. Ini adalah pertama kalinya anak itu diajak nyekar, untuk mengenal dan merasakan kehadiran mereka yang meski tak tampak lagi, tetap ada dalam setiap do'a dan kenangan.

Tiba di makam, si anak diletakkan dengan hati-hati di atas pasir yang lembut menutupi makam ba neneknya. Tanpa ragu, dia mulai bermain, menggerakkan jemari mungilnya di atas pasir itu. Sesekali tertawa, seolah merasakan kebahagiaan yang sederhana dari dunia yang penuh misteri ini. Pasir yang dipegangnya jatuh perlahan, menyatu kembali dengan bumi, seperti waktu yang terus berjalan namun menyimpan setiap jejak dan kenangan.

Ketika tiba saatnya untuk pulang, si anak seolah mengerti bahwa ini adalah tempat istimewa. Ia menatap makam dengan mata polos, lalu menolak untuk beranjak. Tangannya meraih, seolah ingin tetap dekat dengan kakek neneknya yang hanya dapat ia kenal melalui cerita dan do'a dari orang tuanya. Ada keengganan yang jelas, sebuah keinginan untuk tidak segera berpisah. Apakah ini yang disebut ikatan batin?

Seorang ayah yang melihatnya hanya bisa tersenyum sambil menahan haru. "Mungkin dia tahu," bisiknya pelan, lebih kepada dirinya sendiri. "Mungkin ada sesuatu yang lebih dari sekadar kenangan yang membuatnya begitu erat terhubung."

Anak itu akhirnya dibawa pulang, dengan mata yang terus memandang ke belakang, ke arah dua makam yang baru ia kenali hari itu. Ada sesuatu yang tak terkatakan, sebuah rasa yang mungkin belum bisa dipahami, namun sangat nyata bagi jiwa yang masih murni seperti dirinya. Entah bagaimana, sepertinya ia mengerti bahwa ada cinta yang abadi, cinta yang meski tak lagi berwujud, tetap hadir dan memberikan kehangatan di hati yang paling dalam.

Dan dalam hati setiap orang yang menyaksikan, mereka percaya bahwa ikatan batin itu nyata. Bahwa meski kita terpisah oleh ruang dan waktu, cinta akan selalu menemukan jalannya kembali, bahkan melalui sentuhan lembut pasir di atas makam yang sunyi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun