Sebagaimana diketahui, Jepang merupakan negara kerajaan yang memiliki undang-undang dasar atau monarki konstitusional. Menurut konstitusi yang baru (tanggal 3 November 1946), kaisar adalah lambang negara dan kesatuan rakyat. Kekuasaan dan kedaulatan terletak di tangan rakyat. Dengan demikian kaisar tidak mempunyai kekuasaan yang ada kaitannya dengan pemerintahan, namun hanya melaksanakan tugas yang telah diatur oleh konstitusi. Adapun kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri (Naikaku s?ri daijin). Kaisar melantik perdana menteri, setelah dicalonkan dan dipilih oleh parlemen. Kedaulatan rakyat tercermin dalam peranan parlemen itu.
Kupandangi sekelilingku. Alun-alun sudah dipenuhi oleh ratusan, bahkan mungkin ribuan pengunjung. Di antara para Nihonjin (orang Jepang), nampak juga para gaikokujin (orang asing). Mereka membawa bendera Jepang Hinomaru yang dibagikan di pintu gerbang masuk. Namun sayangnya kami tidak kebagian jatah. Yaa, datangnya telat sih.
Di depan kami nampak balkon berkaca di tingkat dua. Sebentar lagi, Kaisar Akihito akan keluar dan berdiri di balkon berkaca itu. Ah, tak sabar lagi rasanya. Kugunakan waktu yang ada untuk mengatur nafas yang memburu. Sejurus kemudian, pengunjung melambai-lambaikan Hinomaru sambil berteriak dengan gegap gempita,
“Tenno Haika! BANZAAI!” berulang-ulang.
Yang artinya kira-kira “Panjang umur Kaisar!” Sejenak aku terpana dengan euforia ini. Ya, walaupun kedudukan kaisar dalam kontistusi baru Jepang hanyalah sebagai lambang negara, namun keluarga kaisar tetap dihormati oleh sebagian besar rakyat Jepang. Kaisar masih mempunyai kharisma untuk mempersatukan Jepang. Setidaknya itulah yang kurasakan saat larut bersama ribuan pengunjung di alun-alun.
Keluarga kaisar sudah muncul di balkon. Aku menatap mereka dengan pandangan tak berkedip. Inikah Kaisar Jepang itu? Tak bisa kupercaya. Selama ini hanya melihat disuratkabar dan majalah. Tapi sekarang kami berhadapan langsung. Rasanya tak mungkin. Tak mungkin! Apakah ini mimpi? Tanpa kusadari bulir bening mengalir hangat di pipi. Terima kasih ya Allah. Terima kasih atas kesempatan yang langka ini. Dadaku sesak oleh rasa haru yang membuncah.
Sejurus kemudian, sorak-sorai berhenti. Suasana mendadak hening. Kaisar akan memulai pidatonya. Dari jauh kupandangi sosok Kaisar Akihito. Aura kewibawaan memancar dari wajahnya yang ramah. Beliau bertahta menggantikan ayahnya, Kaisar Hirohito yang wafat pada Sabtu 10 Januari 1989. Kaisar Jepang yang ke-125 ini lahir pada tanggal 23 Desember 1933. Di sebelahnya, Permaisuri Michiko berdiri dengan anggunnya. Kecantikan, keanggunan dan kewibawaan, semua berpadu menjadi satu. Menampilkan kharisma yang luar biasa.
Kaisar memulai pidatonya. Suaranya berat dan dalam. Suasana manjadi hening. Rakyat mendengarkan dengan seksama. Termasuk diriku, berusaha mencerna kata demi kata. Tapi sayangnya tak ada yang kumengerti. Maklum baru sebulan berada di Jepang, jadi bahasa Jepangku masih sebatas ‘konnichiwa’ atau ‘selamat siang’. Menurut suamiku, Kaisar Akihito mengucapkan ‘Selamat Tahun Baru’ kepada rakyat. Beliau menggunakan bahasa Jepang halus, kalau dalam istilah bahasa Jawa ‘Kromo Inggil’, jadi berbeda dengan bahasa Jepang yang digunakan sehari-hari. Oh, pantas saja, bahasa Jepang yang digunakan kaisar seperti bahasa yang tidak pernah kudengar sama sekali.
Aku masih berusaha menyimak ketika kaisar menutup pidatonya. Singkat sekali, hanya sekitar dua menit. Rasanya aku masih ingin mendengar suara beliau lebih lama lagi. Masih ingin memandangi wajahnya yang berwibawa. Tapi sayangnya, pidato telah berakhir.
Untungnya, selesai berpidato kaisar beserta keluarga tidak langsung masuk. Mereka melambai-lambaikan tangan, menyapa rakyat yang mengelu-elukannya. Di antara kerumunan dan sorak soraimassa, dalam hembusan angin musim dingin yang menerpa, tiba-tiba ada rasa hangat yang menjalar dalam dada. Aku merasakan keinginan yang kuat dari Kaisar Akihito untuk mendekatkan diri kepada rakyat. Rakyat yang menghormatinya. Memujanya. Biasanya antara pemimpin dengan rakyat seperti ada tembok pemisah yang menghalangi. Pemimpin dengan urusannya sendiri, rakyat dengan permasalahannya sendiri juga. Tetapi pada hari itu, tembok pemisah itu seakan-akan runtuh. Keluarga kerajaan berbaur dengan rakyat. Rakyat dipersilakan datang dan menyapa. Menatap dari dekat sosok yang mereka banggakan. Kaisar bagaikan matahari yang menyinari bumi dengan kehangatannya. Menerangi hati, memberi secercah asa, serta sejumput semangat bagi rakyatnya. Duhai indahnya.
Sebelum mereka masuk, kupergunakan detik-detik berharga itu untuk memerhatikan anggota keluarga yang lain. Ketiga orang anak Kaisar Akihito dan Permaisuri Michiko: Pangeran Naruhito (lahir 23 Februari 1960), Pangeran Akishino (Fumihito, lahir 11 November 1965) dan Putri Sayako Nori (lahir 18 April 1969). Istri dari Pangeran Naruhito, yaitu Putri Masako, cantiknya luar biasa. Subhanalloh. Lebih cantik daripada yang biasa kulihat di foto-foto. Putri Kawashima Kiko, istri dari Pangeran Akishino dan kedua putrinya (Putri Mako dan Putri Kako) juga cantik-cantik. Sedangkan putra mereka yang bungsu (Pangeran Hisahito) waktu itu belum lahir (lahir tahun 2006). Putri Aiko, putri dari Pangeran Naruhito dan Putri Masako, waktu itu juga belum lahir (lahir 1 Desember 2001).
Setelah keluarga kaisar masuk ke dalam, pengunjung pun bubar dengan tertib. Ketika pulang kami melewati Nijubashi, jembatan dengan gaya Eropa yang bentuknya artistik. Suasananya begitu romantis dengan kemilau hijau danau di bawahnya, ditingkahi sepasang angsa genit yang berenang manja. Aku baru sadar bahwa ternyata istana ini dikelilingi oleh parit dan dinding batu besar. Banyak wisatawan yang berfoto di atas jembatan klasik Nijubashi ini. Berdiri di atas Nijubashi dengan latar belakang Menara Fushimi Yagura seolah kita terlempar ke zamanEdoratusan tahun yang lalu.
Berakhirlah sudah kunjungan kami ke Tokyo Imperial Palace, sebuah dunia lain di antara belantara beton kota Tokyo. Tubuhku teramat letih, kaki pun pegal-pegal rasanya. Tapi mengingat pengalaman yang sangat berkesan kali ini, letih dan pegal itu tak lagi kurasakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H