Munculnya bunga sakura adalah momen yang sangat dinanti-nantikan oleh masyarakat Jepang. Di Tokyo dan sekitarnya, kuntum sakura pertama biasanya muncul sekitar minggu keempat bulan Maret. Dan akan mekar bersemi pada awal April.
Sekitar satu minggu, jalan-jalan kota, taman dan tepian sungai akan penuh semarak dengan rerimbunan sakura. Keindahannya selalu mengundang decak kagum masyarakat. Mereka mengagumi sambil berseru, “Kireeei!” kemudian berusaha meraih ranting-rantingnya yang rendah dan biasanya diakhiri dengan berfoto-ria.
Namun sayangnya sakura cantik nan menawan itu umurnya sangat singkat. Dua minggu saja -tidak lebih- dia memamerkan kecantikannya. Setelah itu dia akan layu dan gugur ke tanah. Momen yang singkat ini dimanfaatkan oleh masyarakat untuk ber-hanami (menikmati bunga sakura). Juga oleh perusahaan jasa travel untuk menarik wisatawan dari manca negara. Jika hendak ke Jepang, datanglah pada saat sakura mekar. Begitu kira-kira isi pesan dari berbagai travel.
Namun sejak tahun 2002, sakura menunjukkan gejala aneh. Entah mengapa, kemunculannya datang begitu cepat. Sekitar minggu ketiga bulan Maret kuntum-kuntum sakura sudah mulai bermekaran. Aku ingat pada saat suamiku diwisuda pada tanggal 23 Maret 2002, di halaman kampus suamiku beberapa dahan sudah dihiasi dengan moleknya bunga sakura. Tentu saja hal ini sangat membahagiakan diriku. Karena seminggu lagi kami akan meninggalkan tanah air. Bahagia karena sebelum pulang masih sempat bertemu dengan sakura. Apalagi mamaku yang datang ke Jepang untuk yang pertama kalinya turut serta ke acara wisuda. Tentu beliau ingin tahu juga bagaimana indahnya sakura mekar. Alhamdulillah ini semua tentu sudah diatur oleh Yang Maha Menggenggam Dunia, sehingga keinginan Mama bisa terwujud.
Ketika melewati Kodai Koen, taman bermain dekat rumah, tubuhku menggigil. Di taman inilah Faisal biasa bermain, terbayang saat bahagia ketika aku menemani Faisal bermain ayunan dan perosotan. Angin dingin bertiup semilir menerpa wajahku. Kutatap sakura yang berguguran dengan perasaan ngilu. Sakura, begitu singkat kehadiranmu. Sama seperti kehidupan ini, singkat saja, untuk kemudian berganti dengan kehidupan lainnya.
Kuhentikan langkahku. Kutatap rerimbunan sakura. Kuraih salah satu dahan yang rendah. Bunga yang indah merekah itu seolah tersenyum padaku. Kuperhatikan sosok bunga itu dengan seksama. Sebenarnya sakura adalah bunga yang sederhana. Bentuknya mungil, kelopaknya halus warnanya pun merah muda pucat. Tidak seperti bunga mawar yang merekah indah, elegan dan berwarna cerah. Sakura begitu berbeda. Dia begitu bersahaja. Namun itu kalau kita melihatnya secara individual. Akan berbeda halnya jika kita melihat sakura yang bergerombol. Tampak indah dan anggun sekali. Tergantung di dahan-dahan, baik tinggi maupun rendah. Menghiasi taman-taman, jalan-jalan kota, bahkan tepian sungai. Seakan berlomba-lomba memamerkan keindahannya. Ya! Sakura baru terlihat indah kalau dia bergerombol. Kalau dia `berjamaah`.
Prinsip ini sangat sesuai dengan kita, para manusia. Apalah artinya kita, kalau cuma seorang diri. Jati diri kita sebagai manusia baru terasa kalau ada orang lain. Kita baru merasa berguna jika kita menolong orang lain. Begitupun dalam mengerjakan sesuatu. Memasak misalnya, sayurnya mesti ada yang menanam, mesti ada yang menjual di pasar. Pancinya juga mesti kita beli dulu. Artinya kita memerlukan orang lain. Dalam dunia kerja prinsip ini lebih kentara lagi, antara satu divisi dengan divisi lain saling berkaitan dan saling membutuhkan. Tidak bisa kita mengklaim divisi kita yang paling berjasa. Tanpa dukungan divisi yang lain, apa artinya?
Jadi, sakura juga melambangkan kekompakan. Suatu prinsip hidup yang dapat kita teladani. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Atau, bersama kita bisa. Jangan lagi kita mengedepankan ego, namun kita harus bekerja sama dan bergotong –royong dalam mencapai tujuan yang kita inginkan.
Pikiranku kembali berkelana. Terbayang saat-saat indah saat ber-hanami bersama teman-temanku. Rasanya bergitu bahagia. Memuas-muaskan diri menikmati sakura dengan berfoto bersama. Tak ingin kehilangan momen penting. Tak lama lagi dia akan gugur dan jatuh ke tanah. Tak ada lagi sakura yang menawan hati.
Umur sakura yang singkat ini melambangkan kefanaan, atau ketidak abadian. Kefanaan ini lagi-lagi cocok sekali bila dikaitkan dengan manusia. Hidup manusia di dunia ini sangat singkat. Selanjutnya dia akan meninggal dan kembali kepada Sang Khalik. Hendaknya kita mempergunakan waktu yang singkat ini dengan sebaik-baiknya. Isilah dengan mengerjakan amal yang berguna, jangan melakukan kemaksiatan, maupun kemungkaran. Sayang sekali kalau hidup ini dihambur-hamburkan dengan melakukan hal-hal yang tidak jelas dan yang sia-sia.
Selamat tinggal sakura. Kuharap suatu saat kita bisa berjumpa lagi. Terima kasih karena filosofimu telah mengajarkanku akan banyak hal. Untuk bersikap sederhana, bergotong-royong dan lebih menghargai hidup ini.
Sayounara, daisuki no hana.
Arigatou.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H