Mohon tunggu...
AmandaAulya
AmandaAulya Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Rupa-rupa Aksi Literasi

25 Juni 2016   15:44 Diperbarui: 8 Juli 2016   11:09 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rupa-rupa aksi literasi, demikian terlihat gerakan aksi literasi yang tumbuh bak jamur di kekinian, baik aksi literasi yang telah familiar di tengah masyarakat awam maupun yang boleh dikatakan langka bagi siapapun. Motivasi, ide awal yang berbeda dan beragam pun dari masing-masing pegiat-pegiat literasi yang bermunculan nampak akhirnya. Oleh karena latar belakang kehidupan seperti, tempat tinggal, pendidikan,  kerja, pengalaman, yang akhirnya membawa mereka bergelut di dunia literasi, dunia baca tulis. Peluang-peluang tersebut yang tertangkap akhirnya melahirkan gerakan literasi yang bersifat local maupun dalam skala besar, nasional.

Pegiat literasi menangkap peluang di tengah-tengah opini rendahnya minat baca masyarakat melalui berbagi buku.  Menemukan antusias membaca melalui sentuhan buku yang di sediakan secara cuma-cuma. Pegiat-pegiat literasi berikut : Ridwan Alimuddin (Pengagas perahu pustaka), Ridwan Sururi (Pengagas Kuda Pustaka), Okky Madasari (Pendiri Rumah Muara) Aan Mansyur (Penulis, Pustakawan Kata Kerja), demikian antusias pembaca difasilitasi secara sukarela bahan bacaan. Oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mengungkapkan bahwa aksi literasi sebagai gelombang awal kebangkitan gerakan menumbuhkan minat baca yang berdasarkan beberapa survey, bahwa minat baca masyarakat rendah.

Demikian survey Tahun 2016 Central Connecticut State University Kategori Most Literate nations In The World  bahwa Indonesia peringkat 60 dari 61 Negara, Tahun 2012 Survey Pisa bahwa Indonesia peringkat membaca ke-4 dari urutan paling rendah, Tahun 2012 survey Unesco bahwa Indonesia rata-rata membaca buku pertahun kurang dari 1 judul buku, Jepang 10-15 Judul buku, Amerika Serikat 20-30 Judul Buku, Tahun 2008 Survey organisasi Pengembangan Kerjasama Ekonomi (OECD) bahwa Indonesia menduduki tempat terendah dalam minat baca di kawasan asia timur.

Hasil survey yang berkembang bahwa minat baca masyarakat Indonesia rendah, berbanding terbalik dengan infrastruktur sumber bacaan yang tersedia,khususnya perpustakaan. Selanjutnya bahwa aksi literasi bukan hanya sebatas aktiftas-aktifitas atau kegiatan-kegiatan yang selentingan terdengar dan terlihat menarik, namun berharap mampu memberi terobosan dampak yang besar bagi semua. Untuk mengatasi minat membaca yang rendah, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mencanangkan gerakan membaca 15 menit sebelum pelajaran dimulai. 

Para siswa bebas memilih buku bacaan asal bermanfaat dan bukan buku pelajaran. Untuk itu, Mendikbud telah mengeluarkan Permendikbud No 23 Tahun 2015 tentang Kegiatan Penumbuhan Budi Pekerti. Mengungkapkan pula bahwa ada factor lupa dalam melihat hasil survey yang ada, lupa bahwa  Negara NKRI dengan luasan tertentu dan jumlah penduduk yang besar disama ratakan dengan luasan dan jumlah penduduk negara lain yang memiliki jumlah berbeda.

Bukan Sekedar membaca, namun berbagi apa yang ditemukan dalam membaca untuk memberi manfaat kepada siapapun melalui bahan dan sumber bacaan. Ridwan Alimuddin (Pengagas perahu pustaka), mengungkapkan bahwa bukan minat baca yang rendah namun ketersediaan bahan bacaan yang minim seperti di daerah pesisir pantai/laut yang menjadi daerah tujuan perahu pustaka. 

Demikian antusias anak-anak pulau setelah difasilitasi secara sukarela bahan bacaan khususnya buku-buku anak. Latar belakang profesi Ridwan Alimuddin sebagai peneliti kemaritiman yang akhirnya membawa dirinya terjun ke dunia literasi khususnya di kepulauan Mandar

Rentang masyarakat awan dan penikmat sastra yang nampak di daerah tampat tinggal Okky Madasari (Pendiri Rumah Muara), memotivasi untuk membentuk kampung muara sastra yang siapapun itu boleh mengenal sastra dan akhirnya menyukainya. Bahwa sastra bukan hanya milik kalangan tertentu yang hanya dapat dinikmati di ruang-ruang yang boleh dikatakan elit seperti di kafe, gedung-gedung pertunjukan, atau tempat-tempat lain yang kadang tak tersentuh oleh masyarakat awam. Melalui kampung sastra, bahwa sastra sejatinya bukan hanya milik kaum intelektual namun siapapun boleh menikmati Meskipun sulit, akhirnya mampu mengenalkan sastra dan menjadi disukai di kampung-kampung yang menganggap bahwa sastra bukan sesuatu yang menghasikan uang.

Di kawasan Gunung Slamet Ridwan Sururi (Pengagas Kuda Pustaka), yang juga berprofesi sebagai joki pemandu wisata baik wisatawan domestic maupun manacanegara untuk menunggani kudanya.Latar belakang pendidikan menengah bukan halangan untuk terjun ke dunia literasi setelah di beri pinjaman kuda, menerima ide untuk sebagai pengagas kuda pustaka di kawasan gunung Slamet.

Perhelatan MIWF yang berlangsung di Kota Makassar baru-baru ini, menghadirkan pula aksi literasi yang langka menurut saya, dari Papua ‘Perpustakaan berjalan’. atlet angkat besi, setiap hari rutin berjalan kaki sejauh 1 kilometer untuk membawakan buku bacaan kepada anak-anak di Merauke. Puluhan buku diangkut dengan noken, tas tradisional berbahan akar khas Papua.

Sumber : Dari Berbagai Sumber

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun