Mohon tunggu...
Muliansyah A. Ways
Muliansyah A. Ways Mohon Tunggu... -

Penggiat Demokrasi Indonesia dan Politik Lokal

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kekalahan Petahana, Siapakah yang Disalahkan?

30 Juni 2018   19:18 Diperbarui: 30 Juni 2018   19:20 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Istilah "petahan" kini mulai trend di Indonesia semenjak mantan Presiden SBY (Soesilo Bambang Yudhoyono) mencalonkan Presiden RI di periode kedua pada tahun 2009, disitulah kata "petahana" mulai di gunakan hampir semua perhalatan politik di Indonesia baik di momen pilpres (pemilihan presiden), momen pilkada (pemilihan kepala daerah) maupun momen pileg (pemilihan legsilatif). 

Kata "petahana" dalam dalam bahasa inggris incumbent, berasal dari kata "tahana", yang berarti kedudukan, kebesaran, atau kemuliaan. Dalam politik merupakan istilah bagi pemegang suatu jabatan politik yang sedang menjabat, dimana istilah ini biasanya digunakan dalam persaingan antara kandidat petahana dan non petahana.

Kata petahana mulai di gunakan hampir seluruh elemen di Indonesia, tentu kita merespon kata tersebut dengan melihat problem yang terjadi di Pilkada sebelumnya dan Pilkada Juni 2019 belakangan ini, masalahnya adalah kekalahan para petahana, keluarga petahana dan kawakan petahana di sejumlah pilkada. 

SBY selaku objek pengkajian tentang petahana dan muncul di masa kekuasaanya, tetapi dalam konteks keilmiahnya pertama kali diperkenalkan oleh Salomo Simanungkalit pada tanggal 6 Februari 2009 sebagai padanan kata dalam konteks pemilu Indonesia 2019.  

Menurut Simanungkalit, alasan kata ini baru dibutuhkan pada waktu itu adalah karena sebelumnya presiden (Soeharto) tidak memiliki penantang, oleh sebab itu tidak ada kebutuhan untuk kata petahana dalam konteks pemilihan presiden. 

Walaupun begitu, Salomo Simanungkalit juga memprediksikan pada artikel yang sama tentang kemungkinan munculnya kata "incumbent" sebagai transkripsi istilah tersebut dalam bahasa Inggris, sehingga sebelum hal tersebut terjadi, ia berusaha mencari dan mempopulerkan padanannya di dalam bahasa Indonesia. (lihat; www.wikipedia.com).

Trend kekalahan petahana, keluarga petahana dan kawakan petahana di Pilkada 2018 juga berdampak negatif pada figur-figur petahana yang sebelumnya sudah mengklaim dirinya akan memenangkan pertarungan Pilkada di tahun ini, tak sangka para petahana, akhirnya mereka kalah dan akan meruncing keadaan, kenapa kalah?, ada apa?

Sehingga petahana kalah dimana-mana, siapakah yang mengalahkan, atau ada hal lain yang perlu menjadi pelajaran bagi para pemimpin-pemimpin di daerah dalam memimpin daerah lima tahun lalu (alias petahana), mungkin para petahana mengalami efek kepemimpinannya selama memimpin daerah tersebut, sehigga pengaruhnya pada saat pilkada, rakyat mulai menunjukkan ketidakpercayaan lewat momentum pilkada, atau ada kesalahan-kesalahan yang para petahana lupa mengobatinya bahkan para petahana biasanya percaya diri dalam setiap momen pilkada.

Walaupun ada petahana yang menang seperti di Papua dan di Jawa Tengah, namun banyak juga wilayah-wilayah besar Petahana Kalah, seperti di Maluku, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Kalimantan Barat, NTT, Jawa Barat dan beberapa daerah lain yang masih dilakukan proses perhitungan rielnya. 

Belajar dari Pilkada sebelumya di tahun 2016-2017 juga kekalahan Ahok di Pilkada DKI Jakarta, Rano Karno yang kalah di Provinsi Banten serta para keluarga Petahana-petahan lain yang di kabupaten/kota lain di Indonesia. 

Artinya para petahana mulai melakukan instropkesi dalam kepemimpinananya, dimana  politik kekinian masyarakat Indonesia mulai cerdas dan pintar melihat setiap calon pemimpin daerah, rakyat sudah mulai muak dengan janji-janji politik, rakyat sudah mulai tidak percaya dengan kepalsuan perbuatan (alias pencitraan).

Dalam kajian politik, tak bisa kita (petahana) salahkan siapapun, mulai dari mesin politik (partai pengusung), para tim sukses dan orang-orang yang berjuang bersama petahana, karena biasanya tim sukses dan partai politik sudah melakukan segala cara demi kemenangan kandidatnya. 

Siapakah yang di salahkan, bukan tim dan bukan partai, penulis lebih cenderung menitikberatkan pada kandidat yang bertarung, dimana kandidat kadang mengalami persoalan politik dalam kepemimpinan sebelumnya, lima tahun lalu itu ada segudang persoalan, namun tak pernah di evaluasi, apa yang salah, kandidat petahana kadang merasa aman dan merasa berkuasa, sehingga tak perlu berhati-hati dalam melangkah periode kedua.

Ingat ini masalah politik, banyak masyarakat mulai tidak suka dengan status quo, banyak juga masyarakat Indonesia ingin ada perubahan, dan kebanyakan masyarakat Indonesia menginginkan bukti dalam kepemimpinanya, bukan sekedar kepemimpinan memperkaya keluarga, kepemimpianan hanya peduli keluarga dekat, tetapi penting sekali bahwa kepemimpinan politik harus berwajah perubahan, berwajah baru, berwajah adil, berwajah jujur dan berwajah bukti. Persoalan diatas itulah membuat para petahana, keluarga petahana dan kawakan petahana berada di ujung kekalahan.

Calon pemimpin di lefel apa saja di negeri ini, kita harus mengetahui tipe perubahan masyarakat Indonesia, rakyat kita sudah mulai cerdas  dalam menentukan pilihanya. Belajarlah dari kekalahan-kekalahan para petahan-petahana sebelumnya, jangan sampai kita, anda semua pada umunya juga terjebak masuk jurang yang sama. 

Belajar dari kekalahan petahana yang kalah dalam Pilkada  Juni 2018, jangan sampai kita juga bagian dari korban persoalan yang sama, jangan lagi mengulangi kekalahan politik yang sama, penulis mengajak kepada kita semua, para bupati-wakil bupati, para walikota dan wakil walikota, para gubernur dan wakil gubernur terpilih, bekerjalah bersungguh-sungguh, melayanilah dengan anda dilayani, manfaatkanlah kepemimpinanmu untuk melanjutkan kepemimpinan dua periode kedepan, karena kedepan anda juga bagian dari petahan.

Bergandeng tangan dengan rakyat untuk negerimu, bangunlah daerahmu sebaik menjadi harapan rakyatmu, kebangkitan negerimu ada di tangan kemudimu, bawalah daerahmu hingga menuju dermaga-dermaga kemenanganmu, jayalah negerimu.

Warjoo Cave-Salemba, 30 Juni 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun