Mohon tunggu...
Mulia Almanda
Mulia Almanda Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

tugas kuliah

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Menerjemahkan Lima Pilar Kemalikussalehan Dalam Realitas Kentemporer: Misi Mustahil Atau Kunci Masa Depan?

10 Desember 2024   18:06 Diperbarui: 10 Desember 2024   18:05 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menerjemahkan Lima Pilar Kemalikussalehan dalam Realitas Kontemporer: Misi Mustahil atau Kunci Masa Depan?

Dalam dunia yang terus berubah, konsep nilai-nilai spiritual dan sosial sering kali dianggap usang atau tidak relevan dengan tantangan kontemporer. Namun, gagasan tentang Kemalikussalehan, yang mengacu pada kesalehan sosial dan spiritual yang terintegrasi dalam kehidupan bermasyarakat, justru menawarkan solusi atas banyak persoalan dunia modern. Berlandaskan lima pilar utama --- Ketuhanan, Kemanusiaan, Keilmuan, Kehidupan, dan Keberlanjutan --- konsep ini menjadi pedoman hidup yang menyeluruh. Artikel ini mengkaji jejak sejarah Kemalikussalehan berdasarkan kunjungan lapangan, menyoroti studi kasus implementasinya, dan menganalisis efektivitas kelima pilar tersebut dalam merespons tantangan masa kini.

Jejak Sejarah Kemalikussalehan Berdasarkan Kunjungan Lapangan

Untuk memahami esensi Kemalikussalehan, penelusuran ke komunitas adat di Desa Mandalaksana memberikan gambaran nyata tentang bagaimana konsep ini dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Desa ini terletak di kawasan perbukitan yang subur dan masih memegang teguh nilai-nilai tradisional.

Selama kunjungan lapangan, terlihat bahwa Kemalikussalehan tidak hanya dipahami sebagai prinsip teologis, tetapi juga menjadi cara hidup yang membentuk perilaku sosial dan budaya. Upacara adat, musyawarah desa, dan gotong royong menjadi tradisi yang mengakar kuat. Misalnya, setiap kali musim tanam dimulai, masyarakat mengadakan ritual doa bersama untuk memohon panen yang melimpah. Praktik ini mencerminkan pilar pertama, Ketuhanan, yang menghubungkan kehidupan duniawi dengan dimensi spiritual.

Sejarah desa ini mencatat bahwa nilai-nilai Kemalikussalehan telah diwariskan dari generasi ke generasi melalui pendidikan informal dalam keluarga dan komunitas. Anak-anak diajarkan untuk menghormati orang tua, menjaga lingkungan, dan membantu sesama. Kebiasaan ini telah menjadi warisan yang terpelihara hingga kini, meskipun dunia luar terus berubah.

Studi Kasus Implementasi Pilar Kemalikussalehan: Program Konservasi Lahan Kritis

Sebagai studi kasus, program konservasi lahan kritis di Desa Mandalaksana menjadi contoh konkret implementasi lima pilar Kemalikussalehan. Desa ini menghadapi masalah serius akibat deforestasi yang menyebabkan tanah longsor dan kekeringan. Dalam upaya memulihkan ekosistem, pemerintah desa bermitra dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk melaksanakan program reboisasi.

Proyek ini melibatkan seluruh warga desa dalam menanam ribuan pohon di kawasan perbukitan yang tandus. Setiap keluarga diwajibkan menanam dan merawat sejumlah pohon sebagai bentuk tanggung jawab sosial dan lingkungan. Inisiatif ini juga diintegrasikan dengan pelatihan teknis tentang konservasi tanah dan air, serta pendidikan lingkungan di sekolah-sekolah lokal.

Analisis Implementasi Lima Pilar Kemalikussalehan

  1. Ketuhanan:
    Pelaksanaan program ini dimulai dengan ritual doa bersama di tempat suci desa. Upacara tersebut melibatkan pemuka agama dan tokoh adat, yang memohon perlindungan Tuhan agar program ini berhasil. Bagi masyarakat, keterlibatan spiritual menciptakan motivasi mendalam untuk menjaga dan merawat lingkungan. Dalam konteks ini, Ketuhanan menjadi fondasi moral yang mendorong kesadaran ekologis.

  2. Kemanusiaan:
    Gotong royong menjadi inti keberhasilan program konservasi ini. Semua elemen masyarakat --- laki-laki, perempuan, tua, dan muda --- dilibatkan tanpa memandang status sosial. Warga saling membantu, mulai dari menyiapkan bibit hingga melakukan pemantauan berkala terhadap pertumbuhan pohon. Solidaritas ini memperkuat jaringan sosial desa dan mencerminkan nilai Kemanusiaan, di mana kesejahteraan bersama menjadi prioritas.

  3. Keilmuan:
    Pengetahuan tentang teknik konservasi tanah, pemanfaatan pupuk organik, dan agroforestri diperkenalkan oleh LSM yang bekerja sama dengan pemerintah desa. Masyarakat belajar memadukan ilmu modern dengan kearifan lokal, seperti menggunakan sistem terasering untuk mencegah erosi. Hal ini mencerminkan pilar Keilmuan, di mana ilmu pengetahuan digunakan sebagai alat untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik.

  4. Kehidupan:
    Seiring berjalannya waktu, hasil nyata dari program konservasi ini mulai terlihat. Sumber mata air yang dulu mengering kini kembali mengalir, dan lahan yang dulu tandus menjadi subur. Hasil panen meningkat, dan ekonomi desa mulai pulih berkat tanaman produktif seperti kopi dan kakao. Peningkatan kualitas hidup ini menunjukkan keberhasilan pilar Kehidupan, yang menempatkan kesejahteraan sebagai tujuan akhir dari segala usaha bersama.

  5. Keberlanjutan:
    Untuk memastikan hasil yang berkelanjutan, pemerintah desa menetapkan kebijakan konservasi lingkungan sebagai bagian dari peraturan desa. Warga yang merusak lingkungan dikenai sanksi sosial, sementara mereka yang berkontribusi pada pelestarian alam mendapat penghargaan simbolis. Keberlanjutan bukan lagi sekadar slogan, tetapi menjadi nilai yang tertanam dalam budaya masyarakat.

Tantangan dalam Implementasi

Namun, implementasi lima pilar Kemalikussalehan tidak bebas dari tantangan. Salah satu masalah utama adalah keterbatasan dana dan sumber daya manusia yang terlatih dalam bidang konservasi. Selain itu, modernisasi dan arus globalisasi juga membawa nilai-nilai individualisme yang berpotensi mengikis budaya gotong royong.

Ada pula tantangan birokrasi yang sering kali memperlambat proses pelaksanaan program pembangunan desa. Dukungan pemerintah yang tidak konsisten dan minimnya akses terhadap teknologi menjadi kendala tambahan yang perlu diatasi untuk memastikan keberlanjutan program.

Kesimpulan

Mengintegrasikan lima pilar Kemalikussalehan ke dalam kehidupan kontemporer bukanlah misi mustahil, tetapi justru menjadi kunci masa depan yang lebih baik. Sejarah Desa Mandalaksana menunjukkan bahwa nilai-nilai spiritual dan sosial dapat diterapkan secara nyata melalui kerja sama yang tulus dan komitmen kolektif.

Dengan memadukan nilai-nilai lokal, ilmu pengetahuan, dan kebijakan yang berpihak pada kepentingan bersama, konsep ini dapat menjadi model pembangunan berkelanjutan yang relevan di berbagai konteks. Kemalikussalehan bukan sekadar teori, tetapi sebuah praktik hidup yang telah terbukti menciptakan harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan.

Jika nilai-nilai ini diadopsi secara lebih luas, dunia yang lebih adil, makmur, dan berkelanjutan bukanlah impian utopis, melainkan kenyataan yang dapat diraih bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun