Mohon tunggu...
Muhammad Labib Naufaldi
Muhammad Labib Naufaldi Mohon Tunggu... -

Stop talking, keep writing

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Dilematika Konservasi Hutan dan Ketahanan Pangan

20 Agustus 2017   05:56 Diperbarui: 20 Agustus 2017   07:02 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penyebab kerusakan lingkungan yang tergambar dipikiran orang pada umumnya adalah kendaraan, pabrik-pabrik, kepulan asap, atau minyak dan batu bara. Banyak dari kita tidak menyadari bahwa perut kitalah yang sebenarnya merusak keseimbangan ekosistem. Kebutuhan 7 miliar perut untuk makan setiap hari-lah kontributor terbesar atas masalah global warming.

Tingginya food demand memaksa kita memperluas sawah-sawah dan kebun-kebun dengan merampas area hutan (forest celaring). Setiap menitnya, luas hutan berkurang sekitar 40 hektar atau setara dengan 48 lapangan sepak bola. Sementara slash and burn menjadi metode yang paling umum untuk melakukannya. Jangan tanya berapa banyak karbon yang diemisikan, faktanya 10% emisi karbon dunia disumbang oleh deforestasi.

Setelah lahan dibuka dan aktivitas pertanian berlangsung, timbul masalah berikutnya, yaitu emisi green house gas berupa gas metana (CH4) dari ternak yang 20 kali lebih mengancam dibanding CO2, juga N2O dari fertilizer yang potensi heat-trapping-nya 300 kali lebih kuat dari CO2.

Pangan, yang kata Bung Karno menyangkut urusan hidup dan mati suatu bangsa, ternyata lebih dari itu, juga menyangkut urusan hidup mati flora dan fauna. Pertanian (sampai saat ini masih) membutuhkan lahan luas sebagai tempat tumbuhnya tanaman dan hidupnya hewan ternak. Dimana lagi kita mencari lahan kosong kalau bukan hutan tropis dan hutan gambut yang menjadi rumah bagi hewan dan tumbuhan.

Deforestasi yang merenggut sedikitnya 10.000 spesies per tahun, membawa dunia ke ambang krisis biodiversitas.

Deforestasi yang selama ini kita kecam dan kita salah-salahkan, pernahkah kita sadari bahwa itu tidak terlepas dari kepentingan kita, yaitu untuk memperluas lahan pertanian, untuk sediakan pangan. Contoh yang begitu nyata misalnya fenomena kebakaran hutan Indonesia yang sering dikaitkan dengan perluasan kebun sawit, saban tahun kita kita sesali dan tangisi kejadiannya. Tetapi anehnya, giliran mendapat kabar bahwa Indonesia menjadi produsen CPO (Crude Palm Oil) nomor satu di dunia dan memberikan benefit bagi perekonomian, kita bertepuk tangan kegirangan. Padahal besarnya bayaran dari prestasi itu menjadikan Indonesia dinobatkan sebagai negara dengan laju deforestasi tertinggi di dunia.

Hal lucu lainnya adalah, ketika dunia dalam COP22 November lalu sepakat menekan laju deforestasi 50% pada 2020 untuk melindungi hutan dan spesies di dalamnya, di lain pihak, dunia yang sama bertekad untuk menggenjot produksi pangan untuk ketahanan pangan menyambut populasi 9 miliar di tahun 2050.

Dua ambisi ini saling berlawanan, sehingga keduanya akan sulit untuk berkembang. Misalnya, ketika yang satu memperluas lahan pertanian sebagai upaya mengatasi kelaparan, yang satunya lagi memprotes dengan propaganda-propaganda yang mengatasnamakan keselamatan bumi. 

Hal serupa juga terjadi saat pihak yang satu berupaya meningkatkan produktivitas pertanian melalui pengembangan GMO (Genetically Modified Organism), pihak satunya lagi-lagi protes dengan alasan mengancam biodiversitas dan berbahaya bagi manusia. Sungguh dilematik!

Oleh karena itu diperlukan upaya mengatasi dilema pangan dan lingkungan agar keduanya dapat berjalan beriringan. Teknologi pertanian yang dari tahun ke tahun meningkat dari segi pendanaan/investasinya, diharapkan mampu membuka era baru dalam intensifikasi pertanian agar tidak lagi mengandalkan ekstensifikasi pertanian yang menjadi "biang keladi" perseteruan dua pihak tadi.

Agroteknologi yang sudah sangat berkembang harus bisa diaplikasikan oleh seluruh petani agar dapat memaksimalkan kemajuan sistem irigasi, varietas tanaman, dan mesin-mesin pertanian. Untuk melakukan ini diperlukan keseriusan pemerintah dalam memberi penyuluhan serta menyediakan instrumen, bibit, dan infrastruktur penunjang pertanian. Dengan memaksimalkan potensi lahan yang ada, hutan akan dapat diselamatkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun