Mohon tunggu...
Mula Efendi Gultom
Mula Efendi Gultom Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Humanis, Loyalis dan Profesional

Lahir di Pancurbatu Deliserdang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Detik-detik Kritik Patriotik

13 Januari 2012   14:08 Diperbarui: 5 Juli 2019   21:37 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan berani Residen Sudirman  meminta bendera triwarna diturunkan untuk di ganti dengan bendera merah putih terhadap Belanda yang masih bercokol di Indonesia, sementara itu pemuda Sidik sedikitpun tidak gentar menghadang dan menendang revolver ditangan Mr Ploegman hingga terpental,  kemudian bergulat namun harus tersungkur di ujung Pedang Panjang atau Haryono dan Kusno Wibowo yang memanjat ke atap gedung  Yamato Hoteru merobek bendera triwarna dan menaikkan bendera Merah Putih ditengah desingan peluru penjajah laknat.

Setelah munculnya maklumat pemerintah tanggal 31 Agustus 1945 yang menetapkan bahwa mulai 1 September 1945 bendera nasional Sang Merah Putih dikibarkan terus di seluruh Indonesia.

Gerakan pengibaran  bendera makin meluas ke segenap pelosok kota.  Di berbagai tempat strategis dan tempat-tempat lainnya, susul menyusul bendera dikibarkan. Antara lain di teras atas Gedung Kantor Karesidenan (kantor Syucokan, gedung Gubernuran sekarang, Jl Pahlawan) yang terletak di muka gedung Kempeitai (sekarang Tugu Pahlawan), di atas gedung Internatio, disusul barisan pemuda dari segala penjuru Surabaya yang membawa bendera merah putih datang ke Tambaksari (lapangan Gelora 10 November) untuk menghadiri rapat raksasa yang diselenggarakan oleh Barisan Pemuda Surabaya. 

Klimaks gerakan pengibaran bendera di Surabaya terjadi pada insiden perobekan bendera di Yamato Hoteru/Hotel Yamato atau Oranje Hotel, Jl. Tunjungan no. 65 Surabaya.  Sekali merdeka tetap merdeka !!!  pekik ribuan massa anak bangsa yang merangsak menghalau penjajah, tak surut langkahnya walau hanya bertamengkan api  semangat kemerdekaan yang bergelora di dada,. Menghadang penjajah  walau harus keujung laras senapan mesin. 

Tumpahlah kebumi darah dan air mata... Ibu pertiwi diselubungi merahnya darah dan sucinya air mata bening anak-anaknya.  Ribuan mayat bergelimpangan tertembus peluru, terlindas mobil lapis baja, tersayat perih dalam penyiksaan, terhilang tanpa nama, tidak ada yang mengingat dan tak ada yang teringat siapa beliau-beliau para  pendahulu. Kuburan pun tak ada atau sanak saudara karena semua keluarganya terhapus dari muka bumi. 

Sungguh betapa rindunya anak-anak bumi pertiwi melihat Sang Merah Putih Berkibar, tidak ingin dan tidak rela ada yang mengganggu apalagi menggantinya dengan bendera lain.  Sayup-sayup terdengar barisan pemuda dan pemudi menyanyikan lagu :

Berkibarlah benderaku

Lambang suci gagah perwira

Di seluruh ....

  Ah benarkah suara itu keluar dari hati nurani yang terdalam para pemuda dan pemudi Indonesia saat ini. Bagaimana mungkin " Sang Merah Putih sebagai lambang suci gagah perwira" mana kala saat menghormat tidak dibarengi dengan kebanggaan dan semangat kebesaran, melakukan penghormatan hanya karena perintah, tidak tau dan tidak mengerti apa "rasa penghormatan" yang dilakukan. 

Yang terasa di hatinya hanyalah  "teriknya matahari membuat gerah, upacara yang hanya membuat lelah dan bosan.  Apakah ada yang memberitahu kepada mereka, mana kala bendera di kerek naik keatas itu berarti juga harkat dan martabat diri kita sendiri yang diangkat keatas, agar semua bangsa di dunia melihat " Inilah Indonesia" Sehingga dari ujung ke ujung Kepulauan Indonesia ada tanda bagi semua orang untuk melihat, Oh itulah Bumi Pertiwi  dimana Merah Putih berada. 

Alangkah Sedihnya ketika mendengar adik-adik pelajar ada yang mengatakan upacara bendera hanyalah warisan kebiasaan militerisme, buat apa sih susah-susah berpanasan menghormat bendera?, Upacara kan hanya buat memupuk kedisplinan ala militer???

 Lupa bahwa  upacara adalah perayaan yg dilakukan atau diadakan untuk suatu peristiwa penting (yaitu peristiwa memperjuangkan tegaknya dan berkibarnya merah putih berarti tegaknya juga Indonesia). 

Lupa berapa besarnya harga yang ditebus untuk Merah Putih dapat berkibar di negri sendiri (Dimana ribuan Anak Bangsa menumpahkan darah dan Air mata bak Tumbal untuk Merah Putih tetap berkibar). 

Lupa kalau darah dan air mata yang tertumpah sampai hari ini masih menuntut mengapa tidak engkau puja-puji bendera tempat dimana engkau bernaung. 

Mengapa tidak engkau teruskan perjuangan kami, kamu mendapatkan hak mutlak atas padi yang menjadi makanan pokokmu dan emas yang kamu kenakan berasal dari bumi pertiwi yang telah memberkati atas darah dan air mata  yang tertumpah. 

Jangan salahkan murid bila didadanya tidak bertumbuh roh patriotik, tapi jangan salahkan pula gurunya  bila tidak selalu mengisi rasa patriotik bagi murid-muridnya karena begitu banyak ilmu dan teknologi yang di jejali ke dalam otaknya, sampai sampai mereka mendewak-dewakan pengetahuannya sehingga lupa diri dan merendahkan adat dan budayanya sendiri. 

Adat yang menjaga keluhuran kakek nenek moyang moyangnya, yang sejak dahulu selalu dipertahankan, adat pula yang membuat ribuan anak bangsa rela menumpahkan darah dan air mata untuk tetap tegak berdirinya Indonesia, sehingga para pahlawan-pahlawan pendahulu kita yang telah menunjukkan tanggung jawabnya  mereka disebut "orang yang beradab".  

Janganlah membuat Ibu Pertiwi bersedih manakala engkau meninggalkan adat, karena tanpa adat bagaimana mungkin  memiliki "adab", tanpa adab juga keyakinanmu atas Maha Pencipta menjadi sia-sia. Itulah Sila Kedua dari Pancasila Kemanusiaan Yang Adil dan ber"adab". 

Dimanakah letak kemanusiaan dan keadilan, mana kala kita telah dapat menikmati kemerdekaan ini, namun tidak menyisihkan sedikit waktu berdoa untuk para pahlawan yang telah gugur, melantunkan lagu Indonesia Raya dan dan menaikan bendera mengawali kita bekerja pada hari senin dan menurunkan Bendera pada akhir pekan yaitu hari Sabtu, namun semua itu hanya dilakukan pada  hari-hari besar tertentu saja. 

Bagaimana mungkin benih patriotisme tumbuh berkembang apalagi berbuah, bila melantunkan LaguIndonesia Raya saja tidak pernah. Berapa besar kah penghormatan terhadap Republik Yang Kita Cintai ini, kalau  menghormati bendera sebagai lambang harkat dan martabat bangsa saja hanya beberapa kali dilaksanakan dalam setahun, belum lagi saudara-saudara kita yang terlalu sibuk bekerja, sehingga tidak pernah sama sekali melaksanakan Upacara sebagai ujud 

Penghormatan atas berdirinya Indonesia sebagai tempat kita dapat bernaung dan mencari kebutuhan hidup dengan aman. Jangan biarkan darah dan air mata pengorbanan para pahlawan pendahulu kita mendidih lagi... Jangan sampai Ibu Pertiwi menangis lagi namun bukan karena penjajah laknat... karena air matanya sungguh dahsyat  menggulung semua yang ada, geramnya membuat matanya berapi-api memancarkan debu yang  menghanguskan. 

Siapakah yang dapat meredam kemarahannya? sudahkah kita meminta kepada Yang Maha  Kuasa siang dan malam agar Bumi Pertiwi tetap tenang tidak gonjang ganjing!!! Kita sudah melaksanakan sembahyang, kita percaya adanya Tuhan Yang Maha Esa namun mengapa adat kita tinggalkan. 

Karena Adat Patih Gajah Mada mempersatukan seluruh Nusantara, Karena adat Pangeran Samber nyawa tidak terkalahkan, karena adat Sisingamangaraja XII  memimpin perang yang terakhir melawan penjajah, Karena adat Panglima Sudirman bertahan dalam perang gerilya yang panjang.. 

Sungguh bangsa asing bergetar mendengar nama mereka, setiap jengkal langkahnya adalah memuja dan membela Tanah Bumi Pertiwi, itulah manusianya ber"adab", setiap langkahnya adalah "keramat" karena dipenuhi "berkat" tidak takut "terjerat" apa lagi "sekarat," menghalau "penjajah laknat" dengan tekad "bulat", perjuangan berbuah "rahmat" dipersembahkan untuk " rakjat", bukan untuk"penghianat" yang membiarkan rakyat tetap "melarat". 

Mengapa tidak ada lagi gemuruh sorak sorai menyanyikan lagu Indonesia Raya di kala matahari terbit di ufuk timur,  disaat kita mengawali bekerja setiap awal minggu? atau gemuruh lagu-lagu perjuangan disaat menurunkan bendera pada sore hari di akhir pekan? 

Bumi pertiwi merindukan lantunan suara itu, bumi pertiwi merindukan doa-doa untuk darah dan air mata yang tertumpah diwajahnya karena membela Ibu Pertiwi, tempat di mana pula kita hidup dan mencari kehidupan. 

Pancangkan dan tegakkan Merah Putih dari ujung ke ujung pulau, disepanjang pantai Indonesia jadikanlah lambang suci gagah Perkasa, menjadi pujaan bangsa dan perwira, kebanggaan anak bangsa. Melihat Merah Putih bagaikan melihat darah dan air mata para pahlawan yang penuh semangat berkobar-kobar.  

Mendengar lantunan Indonesia Raya seolah mendengar pekik heroisme perjuangan para pahlawan dan berdoa untuk para pahlawan sesuai kepercayaan masing-masing menjadi "kurban" bagi Ibu Pertiwi "untuk memberkati cita-cita luhur bangsa Indonesia makmur adil dan sentosa. Semoga.

   kebon Pala, 29 Oktober 2011

   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun