Mohon tunggu...
Bowo
Bowo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyendiri

Sendiri saja

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mengharap Petani Milenial, Jauh Panggang dari Api

24 November 2021   18:14 Diperbarui: 24 November 2021   18:14 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aziz Abdul Rahman petani hidroponik milenial dari Kabupaten Bogor. Sumber: petanidigital.id

Petani milenial adalah gerakan tentang optimisme dari generasi muda Indonesia di bidang pertanian yang dilakukan di berbagai wilayah nusantara.

Milenial adalah mereka yang di tahun 2021 berusia paling muda 25 tahun dan tertua 40 tahun.

Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2020 punya data bahwa dari 264 juta penduduk Indonesia, jumlah petani tinggal 33,4 juta orang. Lebih kecil dari tahun 2018 yang mencatat ada 34,58 juta petani.

Hal itu berarti mayoritas petani Indonesia sudah berusia tua.

Tuanya usia petani di Indonesia jadi salah satu penyebab sulitnya inovasi pertanian terwujud.

Orang yang sudah tua sulit menerima dan menjalankan perubahan karena cenderung menghindari risiko. 

Contohnya pemakaian pupuk dan pestisida. Saya satu-satunya petani yang tidak pakai pestisida dan pupuk kimia dari puluhan petani yang tergabung di empat kelompok tani.

Saya melakukannya atas saran dari PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan). Sementara petani yang lain masih menggunakan kimiawi karena tidak paham dengan pupuk dan pestisida organik, juga tidak ada pendampingan bagaimana komposisi dan penggunaan bahan organik itu. Jadi memakai yang kimia lebih mereka pahami.

Bila merunut pada data BPS yang menunjukkan terus turunnya jumlah petani, maka saya katakan target Kementerian Pertanian mencetak 2,5 juta petani milenial sampai tahun 2024 bakal jauh panggang dari api jika hal dibawah ini terus terjadi.

Distribusi pupuk

Pernahkah distribusi pupuk lancar tanpa drama rutin bernama kelangkaan? 

Jangankan pupuk subsidi, yang non-subsidi saja tiap tahun selalu saja ada kelangkaan. Petani sebenarnya mampu membeli pupuk non-subsidi karena sudah dihitung dari biaya modal. Asal stok pupuk selalu ada, tanpa beli yang subsidi mereka mau.

Kementerian Pertanian, sejak 2018, telah meluncurkan program kartu tani yang bisa digunakan oleh petani guna membeli pupuk bersubsidi.

Subsidi

Bentuk kartu tani berupa debit BRI co-branding yang dipakai khusus untuk transaksi pembayaran Pupuk Bersubsidi di mesin Electronic Data Capture (EDC) BRI yang ditempatkan di pengecer. Kartu tani juga bisa dipakai untuk seluruh transaksi perbankan.

Tetapi, kartu tani tidak berguna karena pupuk subsidi lebih sering langka daripada ada.

Padahal subsidi pemerintah untuk pupuk selalu naik tiap tahun, tapi kenapa pupuknya selalu langka?

Pembagian traktor dan alat panen sebagai bagian dari subsidi tidak langsung juga sudah dilakukan Kementan, tapi belum berhasil menggenjot produksi pertanian. 

Karena jumlah traktornya cuma satu untuk setiap kelompok tani, yang bisa mengoperasikannya juga cuma satu orang.

Karena itu banyak petani di Jawa yang antre untuk bisa menyewa traktor bajak beserta operatornya.

Kalau gitu tanam saja tanaman yang tidak perlu tanah bajakan, tidak repot, kan? Tergantung. Kalau tanahnya tidak cocok ditanami kopi masak mau maksa nanam kopi?

Inovasi

Milenial dan Gen Z biasanya senang memanfaatkan teknologi.  

Bila ingin mencetak petani milenial, kenalkanlah cara bercocok tanam mutakhir kepada mereka, minimal cara yang sudah ada seperti hidroponik, polybag, atau vertikultur, sehingga stigma mereka pada pertanian tidak lagi harus becek-becekan di lumpur, mencangkul sekuat tenaga, dan hasil panen yang lebih sering gagal daripada sukses.

Buktinya sudah banyak inovasi pertanian diluncurkan, jumlah petani bukannya bertambah malah berkurang terus.

Penyuluh Pertanian Lapangan

Penempatan PPL perlu diperhatikan. Di kelompok tani saya penyuluhnya perempuan dan para petani minta pertemuan diadakan malam hari kala mereka sudah selesai berjibaku di sawah. PPL itu jadi selalu pulang diatas jam 10 malam ke rumahnya yang berjarak 20 km dari tempat pertemuan. Apa enggak kasihan?

Pendampingan langsung ke lapangan juga perlu dilakukan oleh PPL, bukan cuma pertemuan-pertemuan tanpa panduan langsung di sawah dan ladang.

Model pendampingan ini sudah dilakukan banyak perusahaan. Perusahaan membina petani yang menanam komoditi pertanian supaya hasil panennya bagus. Hasil panen itu nantinya dibeli perusahaan untuk diolah dan diekspor.

Distribusi Hasil Panen

Presiden Jokowi sering mengingatkan bahwa petani harus kreatif, termasuk mengemas dan menjual langsung hasil pertaniannya.

Kedengarannya gampang, ya? Padahal kenyataannya menjual sendiri, misal satu ton timun hasil panen, tidak semudah membalik telapak tangan. 

Jalur distribusi biasanya sudah jadi jatah pengepul, agen, dan penjual eceran, sehingga menjual langsung hasil panen ke konsumen terasa mengharap untung tapi malah buntung karena panennya keburu busuk sebelum semua terjual.

Perlu dipikirkan juga kelangsungan nafkah bagi pengepul dan penjual eceran jika petani menjual langsung panennya.

Melakukan gebrakan di bidang pertanian tidak bisa setengah-setengah dan pelan-pelan. Masalah di sektor ini terbukti itu-itu saja dan belum terselesaikan dari akar sampai pucuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun