Mereka tahu harus pulang ke alamnya, tapi tidak melakukannya. Menjadi arwah gentayangan adalah pilihan mereka sendiri yang diambil secara sadar tanpa godaan jin dan setan.
Jiwa-jiwa itulah yang tidak mau berserah pada saat mereka menghadapi kematian.
"... dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan berserah diri kepada Allah." (QS Ali Imron/3:102).
Karena itulah umat Islam sering mengumumkan kepada para pelayat jika ada urusan yang belum selesai dengan almarhum/almarhumah (utang-piutang dan lainnya) hendaknya diselesaikan dengan keluarga.
Tahlilan yang biasa dilakukan orang-orang NU dari hari ke-3, 40, 100, sampai 1000 hari setelah kematian almarhum/almarhumah juga tujuannya buat mendoakan arwah supaya memperoleh ketenangan.
Jika arwah itu masih gentayangan, diharapkan dia segera balik ke Alam Jiwa. Dan yang sudah di alam barzakh juga dapat ketenangan dan mengurangi dosa-dosanya selama hidup.
Karena jiwa gentayangan secara sadar tanpa dibujuk siapapun, ada jiwa yang sengaja gentayangan untuk melindungi orang yang mereka cintai.
Alkisah, puluhan tahun lalu ada kecelakaan mobil masuk jurang yang dikemudikan ibu dan ditumpangi bayinya. Sang ibu tewas namun bayinya masih hidup.
Pada suatu malam ada penampakan sesosok hantu wanita telanjang di pinggir jalan. Pemotor yang melihatnya lapor ke polisi. Datanglah polisi ke TKP dan menemukan bahwa di jurang tempat penampakan itu ada mobil jatuh dan bayi yang masih hidup. Selamatlah si bayi.
Arwah-arwah yang gentayangan sering mengganggu manusia untuk melampiaskan rasa frustasi, amarah, sedih, dan lain-lainnya.Â
Yang diganggu bisa orang yang mereka kenal atau bahkan orang asing.