Di IndonesiaÂ
game telepon selular yang populer dipertandingkan di ajang e-sport adalah Free Fire, Player Unknown Battle Ground (PUBG), dan Mobile Legends. Di Thailand yang paling populer adalah Arena of Valor (AoV).ÂBaik Free Fire, PUBG, Mobile Legends, dan AoV sama-sama bergenre massively multiplayer online role-playing game (MMORPG). Apa artinya, gan?
Artinya game genre itu paling asyik kalau dimainin rame-rame bareng temen-temen. Game juga harus dimainkan pakai akses data, makanya pemain butuh internet stabil saat memainkannya. Delayed sedikit saja karakter yang kita mainkan bisa langsung modar diserang lawan.
Tim e-sport yang dibentuk emaknya Ohm pada film Mother Gamer juga mencari akses internet stabil yang kencang guna mereka latihan main AoV.
Sama banget kayak di Indonesia, kan. Banyak yang fakir kuota dan cari WiFi (baca: waifai, bukan waifi) gratisan. Sama-sama di Asia Tenggara.
Emaknya Ohm bernama Bu Ben. Dipanggil "Bu" karena dia adalah guru di SMA tempat Ohm sekolah di Thailand. Thailand? Jauh amat. Ya saya, kan, lagi ngomongin film Thailand ini ceritanya, masa ngomongin Bang Jago.
Bu Ben ini kapten tim e-sport bernama Ohmgaga. Personil Ohmgaga diambil dari mantan pemain cadangan di tim e-sport bernama Higher.
Pentolan Higher adalah Ohm, anak Bu Ben. Saking jagonya Ohm main AoV, tim Higher optimis mereka akan menjuarai pertandingan nasional dan mewakili Thailand bertanding di Korea Selatan.
Ohm bisa memainkan semua jagoan yang ada di AoV saat gamer lain hanya bermain dengan jagoan andalannya. Ini yang menjadikan Ohm sangat terkenal diantara para gamer. Ohm punya nama julukan Sonic Fighter yang dia ambil dari nama permainan dingdong semasa kecil yang amat berkesan baginya.
Seperti tipikal anak guru zaman saya sekolah, Ohm adalah siswa terpandai di sekolah. Nilai-nilainya selalu tinggi dan nurut banget sama emaknya. Sudah jago pelajaran, jago juga main gamenya.Â
Tapi, Bu Ben tidak mau Ohm jadi gamer meski penghasilan bulanan Ohm dari game berlipat-lipat lebih besar dari gaji ibunya.
Sosok Bu Ben mewakili pola pikir orang tua kuno di Asia yang ingin anaknya jadi PNS, karyawan bank, pegawai BUMN, dan sederet pekerjaan lain yang dianggap aman jika terjadi goncangan finansial karena dilindungi berbagai tunjangan dan asuransi.
Karena itulah, demi menjegal anaknya menang dan berangkat ke Korea, Bu Ben membentuk tim e-sport sendiri untuk melawan tim Higher yang diperkuat Ohm.
Mother Gamer adalah film yang super seru. Rilis pada Oktober 2020 di Thailand, pada tiap menitnya kita seperti menonton film laga, komedi, dan drama secara bersamaan.Â
Adegan aksi tim-tim e-sport saat berlaga di kejuaraan dibuat dramatis namun tidak norak dan sesekali sukses memancing gelak tawa.Â
Efek visual Mother Gamer juga top banget terutama saat adegan guru sejarah menjelaskan konflik bersenjata Myanmar dengan Thailand yang melibatkan Filipina. Adegan imajinasi siswa-siswa gamer di kelas digambarkan menjadi perang di AoV.
Karena menyamakan perang bersejarah dengan game, sontak saja ke-5 siswa dipanggil ke ruang BP (Bimbingan dan Penyuluhan) oleh guru BK (Bimbingan dan Konseling).
Dalam hal menyebut nama Myanmar dan Filipina, Indonesia masih kalah. Sutradara, penulis skenario, dan produser film di negara kita enggan dan sungkan jika dalam filmnya menyebut-nyebut negara lain kecuali yang berhubungan dengan hura-hura.
Mungkin takut mempengaruhi hubungan diplomatik antarnegara, meskipun tidak apa-apa menyebut nama negara manapun di dunia sebagai musuh jika untuk kebutuhan film.
Bagaimana langkah Bu Ben yang tadinya jadi pelopor gerakan "Kurangi Main HP" di sekolah malahan bertransformasi jadi kapten tim e-sport?
Apakah Ohm dapat mengalahkan ibunya atau malah ibunya yang jadi juara?
Klip film Mother Gamer dapat ditonton di YouTube dengan subtitle bahasa Inggris atau Netflix.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H