Mohon tunggu...
Mukti AliAsyadzili
Mukti AliAsyadzili Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Strategi yang Tepat untuk Mengelola Situs Peninggalan Peradaban Masa Lalu di Kabupaten Dharmasraya

15 Desember 2019   17:53 Diperbarui: 15 Desember 2019   17:57 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kabupaten Dharmasraya terletak di propinsi Sumatera Barat. Wilayah ini memiliki situs peninggalan sejarah tak bergerak yang beragam. Situs yang pertama ialah kompleks Candi Padang Roco yang terletak di Jalan Desa Sungai Lansat, Dusun Sungai Lansat, Desa Siguntur, Kecamatan Sitiung Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat. Kompleks Candi Padang Roco merupakan perwujudan dari eksistensi Kerajaan Melayu di wilayah Dharmasraya.

Padang Roco terdiri dari tiga bangunan utama berupa satu candi induk dan dua candi perwara. Candi perwara terdiri dari susunan bata dengan denah 4 bujur sangkar yang mengarah ke barat daya dan timur laut. Sementara candi perwara pertama memiliki konstruksi dan bentuk yang serupa dengan ukuran lebih kecil. Sedangkan candi perwara kedua memiliki tiga undakan. Hingga kini, kondisi  Candi Padang Roco cukup terawat dan menjadi salah satu destinasi wisata masyarakat.

Selain Kompleks Candi Padang Roco, Kabupaten Dharmasraya pada desa yang sama juga memiliki Candi Pulau Sawah yang merupakan bentuk eksistensi kehadiran Kerajaan Melayu di Dharmasraya. Bahkan, kawasan Pulau Sawah merupakan salah satu pusat Kerajaan Melayu selain Padang Roco. Beberapa peninggalannya berupa candi, arca, keramik dan artefak lainnya. Pada tahun 2003, Candi Pulau Sawah sempat mengalami pemugaran oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Riau, Sumatera Barat. Sementara di desa yang berbeda, terdapat situs Amogapasha Bukit Braholo yang terletak di daerah perbukitan Dusun Lubuk Bulang, Desa Lubuk Selasih, Kecamatan Pulau Punjung, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat. Amogapasha Bukit Braholo berada di tepi selatan sungai Batang Lalo yang merupakan anak sungai Batanghari.

Di situs ini pula ditemukan arca Amogapasha yang merupakan hadiah dari raja Kertanegara kepada Kerajaan Melayu Dharmasraya pada tahun 1286. Hingga kemudian arca tersebut ditemukan di Braholo Rambahan. Kini, arca Amogapasha berada di Museum Nasional Jakarta. Pada 22 hingga 28 Juli 2006 ekskavasi dilakukan di area situs Amogapasha Bukit Braholo oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Batusangkar untuk menemukan benda peninggalan lainnya yang mungkin terpendam di wilayah tersebut. Situs lain juga ditemukan di Desa Siguntur, Kecamatan Sitiung, Kabupaten Dharmasraya yakni Rumah Gadang Kerajaan Siguntur. Beberapa abad setelah Kerajaan Melayu berpindah ke dataran tinggi Saruaso dari Dharmasraya, nama Siguntur mulai terdengar pada abad ke XV.

Kehidupan kerajaan di tepi Sungai Batanghari bernapaskan pengaruh Islam. Berdirinya sebuah masjid tua di sekitar kawasan Rumah Gadang Kerajaan Siguntur menjadi bukti eksistensi peradaban Islam pada masanya. Rumah Gadang ini hampir serupa dengan rumah gadang pada umumnya, yakni dengan arsitektur panggung bergonjong empat yang disertai dengan surambi di bagian tengah. Di sekitar lokasi Rumah Gadang inilah terdapat sebuah Masjid Tua Siguntur yang telah berumur di atas seratus tahun. Masjid ini merupakan peninggalan dari kerajaan Siguntur Islam yang berada di Swarnabhumi, Sumatera di sebelah hulu Sungai Batanghari. Sebelum memulai peradaban Islam, kerajaan ini berada di bawah naungan Kerajaan Melayu, Sriwijaya, Majapahit hingga Kerajaan Singasari.

Masih berada di kawasan yang sama, yakni desa Siguntur, terdapat makam para raja dari masa ke masa yang merupakan wujud keberadaan kerajaan Siguntur. Pemakaman ini juga merupakan makam bagi keluarga para raja. Pemakaman ini berada di wilayah utara Masjid Tua Siguntur, tepat di tepi Sungai Batanghari.

Di Dusun Kampung Baru, Desa Siguntur juga masih menjadi wilayah dimana terdapat situs peninggalan sejarah kerajaan Siguntur. Lokasi tersebut memiliki Situs Candi Awang Maomblak yang berada tepat di atas sebuah bukit. Di sekelilingnya terdapat kebun karet milik masyarakat setempat. Untuk mencapai lokasi ini, para pengunjung dapat menempuh perjalanan menggunakan kendaraan mobil atau motor dan dilanjutkan dengan berjalan kaki kurang lebih 1,5 kilometer. Sementara di Dusun Padang Duri, Desa Pulau Punjung terdapat sebuah situs peninggalan sejarah berupa Rumah Gadang Pulau Punjung.

Dahulu, wilayah ini merupakan area kekuasaan yang mencakup Pulau Punjunga, Sungai Dareh, Sungai Kambuik serta daerah yang ditakhlukkan oleh Kerajaan Pagaruyung di sepanjang Sungai Batanghari. Rumah ini didirikan pada tahun 1838 dan hingga kini masih ditempati oleh ahli waris keluarga Kerajaan Pulau Punjung. Untuk mengakses situs peninggalan sejarah yang satu ini dapat menggunakan kendaraan mobil maupun motor karena lokasinya berada di tepi jalan. Masih di wilayah Pulau Punjung yang kini menjadi nama kecamatan, di Desa Sungai Kambut terdapat peninggalan Rumah Gadang Kerajaan Sungai Kambut yang berada di bawah naungan Kerajaan Pagaruyung. Rumah Gadang ini merupakan istana Kerajaan Sungai Kambut.

Pada tahun 2009, SPSP Sumatera Barat melakukan pemugaran dengan melakukan beberapa perbaikan seperti mengganti bagian kasau, atap dan jenjang dengan bahan kayu serta menambahkan ornamen ukiran pada dinding bagian depan. Kini fungsi utama dari Rumah Gadang Sungai Kambut ialah sebagai tempat untuk melaksanakan acara-acara adat masyarakat setempat.

Peninggalan situs berupa candi memang banyak terdapat di Kabupaten Dharmasraya, salah satunya yakni Candi Padang Laweh. Meski asal-usul keberadaan candi ini masih belum jelas, namun dugaan sementara situs ini merupakan peninggalan kerajaan Hindu Budha di masa terdahulu. Di sekitar area candi juga terdapat Rumah Gadang Padang Laweh yang merupakan salah satu kerajaan di bawah naungan Kerajaan Pagaruyung. Kerajaan ini berada di tepi Sungai Batanghari. Pada masa pemerintahan, Raja-raja yang memimpin kerajaan Padang Laweh adalah keturunan langsung dari orang-orang Pagaruyung.

Masih di lingkungan yang sama, terdapat pemakaman Kuno Kerajaan Padang Laweh yakni makam Tuanku Basusu Ampat dan makam Tuanku Babulu Lidah. Wilayah sekitar makam dikelilingi oleh perkebunan sawit dan dapat diakses menggunakan kendaraan roda empat maupun kendaraan roda dua. Kondisi dua makam tersebut terbilang tidak terawat dan tidak seperti makam-makam bersejarah lainnya. Di daerah lain tepatnya Kecamatan Koto Besar, terdapat peninggalan sejarah berupa Rumah Gadang Kerajaan Koto Besar. Nama Koto berasal dari kata Kuto Besa yang berarti kusta besar. Pada zaman dahulu, adik dari Raja Paraguyung menderita penyakit kusta hingga diasingkan ke tepian Sungai Lubuak. Awalnya, ia mendapatkan perhatian dan selalu dibesuk oleh pihak istana, namun lambat laun perhatian itu memudar. Akhirnya Puti memutuskan untuk pergi dari pengasingan dan mendirikan sebuah kerajaan bernama Koto Besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun