Mohon tunggu...
Mukti AliAsyadzili
Mukti AliAsyadzili Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Money

Memperkuat Identitas Bangsa Melalui Pengoptimalan Produk Halal

16 November 2019   15:30 Diperbarui: 16 November 2019   15:33 5
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebangkitan Ekonomi Islam

Sebagaimana di definisikan oleh Salaam 1, ekonomi islam tercakup dalam tujuh pilar yaitu: Food; Finance; Fashion, Art & Design; Travel; Pharmaceuticals & Cosmetics; Digital; and, Media & Recreation. Kini, momentum kebangkitan ekonomi islam beranjak menunjukan adidayanya. Global Islamic Economy Report 2015/2016 yang dikeluarkan oleh Thomson Reuters menunjukan konsumsi produk halal di sektor Food and Lifestyle bernilai USD1.8 trillion dan di proyeksikan akan mencapai USD2.6 trillion pada 2020. 2

Selaras dengan data-data tersebut, kucuran dana terlihat mulai digelintirkan oleh berbagai investor, diantaranya: BRF (The Brazilian Food Group) melakukan investasi sebesar USD90 million untuk membuat sarana produksi di UAE (United Arab Emirates) dan investasi sebesar USD100 million untuk mengembangkan vaksin halal di Malaysia. 3

Sekiranya hal ini menjadi bukti bahwa produk halal memiliki miliki outstanding prospect dalam lingkup global. Di Indonesia konsumsi produk halal memang menjadi hajat hidup banyak orang, ditunjukan dari data sebesar 87.2% warga Indonesia memeluk agama Islam 4.

Oleh karena itu, bukanlah hal yang mengherankan hingga saat ini produksi produk halal masih terpusat bagi pasar domestik. 5 Namun, dalam lingkup global, produk halal dikonsumsi bukan sebatas oleh penduduk Muslim, namun juga oleh penduduk non-Muslim. Beragam alasan untuk mengkonsumsi produk halal bermunculan, misalnya makanan berlabel halal dicari karena reputasinya yang baik dari segi kesehatan dan keamaanannya. Selain itu, cara penyembelihan hewan yang lebih beradab di rasa merupakan salah satu faktor yang menyebabkan meningkatnya peminat makanan halal bagi kalangan non-Muslim.

6 Sindrom Paralisis Bangsa

Acapkali bersaing dalam berbagai aspek, nampaknya Indonesia sempat tertidur dalam menyikapi persaingan produk halal dengan Negara tetangga, Malaysia. Dari tujuh sektor yang di-highlight oleh Global Islamic of Ecnomic report 2014/2015, Malaysia mempimpin sebagai produsen nomor satu pada lima sektor, yaitu sektor Pharmaceutical, Cosmetics, Food, Islamic Finance dan Travel halal.

7 Pada laporan tahun 2015/2016 Singapura berhasil bersaing dengan Malaysia dengan menduduki posisi sebagai leader pada tiga dari tujuh sektor yang ada, yaitu Pharmaceutical, Cosmetics, dan Media and Recreation. Sedangkan dari ketujuh sektor tersebut, tidak ada satupun nama Indonesia muncul sebagai top leader. Ironinya, Indonesia selalu muncul sebagai top consumer pada sektor Pharmaceutics dan Food.

Asrorun Niam Soleh, Ketua Komite Syariah World Halal Food Council (WHFC) dalam acara "Strategi Merebut Pasar Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dengan Produk Halal" pada 29 Desember 2015, menyatakan bahwa negara tetangga yaitu Thailand, Vietnam, Singapura, terlebih lagi Malaysia sangat memperhatikan kepentingan konsumen, khususnya dalam memasarkan produk makanan, minuman, jasa dan barang dengan jaminan produk halal.9 Sedikitnya, bukti keseriusan Malaysia dalam memperhatikan konsumen akan produk halal yaitu dukungan penuh pemerintah Malaysia dalam penerapan syariah, sebagai outcome-nya kini Malaysia telah menjadi leader dalam sektor Islamic Finance global.

Bentuk lain fokus produk halal yang dilakukan oleh negara lain adalah membangun pusat penelitian dan pengkajian halal yang komprehensif seperti Dubai Islamic Economy Develompment Center (Dubai); The Halal Science Center (Thailand); serta Halal Industry Coorperation Development Center, Global Halal Support Center, International Institute for Halal and Research Training (Malaysia) sehingga memungkinkan dilakukan produksi produk halal yang cost-effective. Konsep-konsep inilah yang perlu Indonesia sadari untuk segera tergerak dari paralysis yang mendera.

Anomali Prospek Halal

Pada awal tahun 2016 Industri Pakaian Muslim Indonesia patut berbangga diri, pasalnya lima desainer muslim Indonesia turut serta memperkenalkan karyanya dalam London Fashion Week (LFW).10 Kita patut berterimakasih kepada hijup.com -sebuah e-commerce dengan konsep modest fahion- yang berhasil membawa produk muslim Indonesia ke event prestisius dunia. Meskipun pada laporan Global Islamic of Economic pada tahun 2014/2015 maupun 2015/2016 nama Indonesia belum muncul sebagai top leader of Modest Fashion, perlu diketahui bahwa pada awal 2015 brand ini telah berhasil menarik investor global senilai USD1 million hingga USD10 million.11

Dibalik secercah harapan yang ada, kita harus menyadari bahwa terdapat anomali dalam prospek ekonomi halal di Indonesia. Dalam Master Class yang difasilitasi ESSEC Asia-Pacific oleh Professor Cedomir Nestorovic -Director of the ESSEC & Mannheim EMBA Asia-Pacific-, beliau menyatakan bahwa Industri halal merupakan Fragmented Industry -yaitu Industri yang belum memiliki perusahaan yang memiliki market shared yang signifikan dan dapat memperngaruhi outcome dari industri tersebut12- sehingga menjadikan industri ini lebih mudah dimasuki oleh newcomer untuk berkompetisi di pasar global.

Dari populasi warga dunia, tercatat 23% penduduk beragama muslim, sebesar 61,7% populasinya terdapat di Asia-Pasifik dan Indonesia merupakan penyumbang penduduk muslim terbesar yaitu sebesar 13%.13 Berdasarkan paparan data tersebut, normalnya, investor akan berlomba-lomba untuk melakukan investasi di Indonesia untuk memasok pasar lokal Indonesia maupun dalam lingkup Asia-Pasifik. Namun, sepertinya data tersebut belum cukup menarik minat investor untuk turut serta dalam memajukan industri halal Indonesia. Justru Malaysia dengan JAKIM (Jabatan Kemajuan Islam Malaysia) dan standar sertifikasi halalnya yang mampu menarik perusahaan multinasional seperti Nestle untuk menghasilkan produk disana, lalu mengekspor produknya ke seluruh dunia.14

Hingga saat ini, Indonesia belum menjadi pemain untuk pasar internasional, aktivitas ekspornya masih terbatas, serta masih menerapkan protective trade practices untuk melindungi pasar domestik dari serbuan pasar global.15 Analisis professor Nestorovic menyatakan bahwa Indonesia belum cukup dewasa, kesadaran antara konsumen dengan kesadaran pemerintah belum selaras yang menjadikan Indonesia belum siap, Indonesia memiliki potensi yang besar namun tidak akan berhasil jika kedua hal tersebut tidak berjalan beriringan.16

Koreksi dan Eksekusi

Pelaksana Tugas Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Kementrian Luar Negeri Duta Besar Salman Al Farisi menyatakan bahwa Indonesia baru memanfaatkan 1% dari potensi permintaan atas produk halal global. Bahkan, Thailand yang penduduknya bukan mayoritas Muslim memiliki produk halal empat kali lipat dibandingkan dengan Indonesia. Solusi yang diberikan Salman adalah optimalisasi fungsi perwakilan Republik Indonesia (RI) di seluruh dunia untuk memberi informasi mengenai pangsa pasar produk halal yang potensial di masing-masing negara perwakilan.17

Solusi tersebut lahir dari anggapan bahwa minimnya perkembangan potensi disebabkan belum lengkapnya data pendukung potensi produk halal, data produk kompetitor, serta standar kebijakan di Negara tujuan ekspor. Jika benar itu masalahnya, apakah cukup hanya mengoptimalisasi perwakilan RI di seluruh dunia? Setelah informasi terkini didapat, kemana larinya informasi tersebut? Untuk mendapat informasi tersebut, kemana kita harus mencarinya? Tindak lanjut apa yang dapat diperbuat dari informasi-informasi tersebut? Agaknya, solusi yang ditawarkan belum menjadi solusi yang komprehensif dalam menguraikan masalah ini.

Berkaca pada tantangan ekonomi global saat ini serta keberhasilan negara yang telah sukses menjajaki sektor halal, sudah saatnya Indonesia mempertimbangkan untuk membangun Halal Center Indonesia. Tanpa mengenyampingkan peran lembaga yang tengah bertanggung jawab atas aspek-aspek halal di Indonesia ataupun pusat halal yang tengah dibangun di beberapa universitas, Halal Center Indonesia dibangun untuk mengintegrasikan peran-peran lembaga tersebut bahkan ikut serta mendukung dan memudahkan program-program yang dilakukannya. Langkah ini dirasa dapat melakukan penggerakan yang lebih masif dalam mendorong kemajuan produk halal Indonesia secara terintegrasi dalam menjawab tantangan ekonomi global.

Mengadopsi program kerja dari Dubai Islamic Economy Develompment Center18 berikut program kerja yang dapat diajukan untuk Halal Center Indonesia:

* Melakukan pengembangan dan penelitian mengenai raw material

yang berpotensi menggantikan raw material yang tidak sesuai dengan kaidah Islam, misalnya mencari pengganti gelatin babi, mencari media biakan vaksin yang berpotensi menggantikan media biakan yang berasal dari darah babi, membuat senyawa sintetis yang memiliki aktifitas serupa dari material yang digunakan dari hewan.

* Meningkatkan upaya untuk mengembangkan halal produk dengan mengembangkan bahan jadi maupun barang setengah jadi tidak sebatas untuk keperluan lokal namun juga dibuat untuk dapat digunakan untuk pasar global.

* Menyediakan sarana laboratorium yang telah terakreditasi secara internasional untuk pengujian produk halal, juga secara terus menerus melakukan pengembangan metode pengujian.

Finance

* Melakukan upaya pengembangan dalam pelayanan finasial dengan

mengembangkan metode yang menarik konsumen namun

menyesuaikannya sehingga tidak menyalahi prinsip syariah Islam.

* Memonitor pelayanan perbankan yang memenuhi kaidah Syariah namun tetap memiliki prospek yang baik dalam Stock Exchange.

Fashion, Art, Design

* Mendorong untuk pengembangan fashion, art, design lokal untuk

berkembang ke pasar global dengan mengedepankan budaya Indonesia namun tidak menyalahi kaidah Islam.

Travel, Media & Recreation

* Membangun strategi agar Indonesia mampu menjadi destinasi wisata global untuk family tourism dengan memfasilitasi wisata yang memiliki iklim yang sesuai untuk seluruh keluarga.

* Membangun strategi agar Indonesia mampu mejadi destinasi wisata rohani dengan memberdayakan peninggalan budaya kerajaan Islam terdahulu serta kebudayaan Islam yang sedang berkembang saat ini di Indonesia.

Jika dibandingkan beberapa negara lainnya, memang nampak bahwa Indonesia belum siap seutuhnya untuk menghadapi tantangan pasar global terkait Halal Issue, namun sekiranya Halal Center Indonesia dapat membantu kesiapan Indonesia dalam menyambut tantangan ini. When costumer consciousness meets goverment consciousness, Halal issue will be great potency in Indonesia. Potensi halal tidak hanya perlu kita manfaatkan dari segi ekonomi, namun mari kita jadikan produk halal sebagai salah satu sarana untuk memperkuat identitas bangsa, sehingga Indonesia mampu dipandang sebagai negara prospektif dan mampu berkompetisi dalam persaingan ekonomi islam global.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun