Mohon tunggu...
Muktar Bona
Muktar Bona Mohon Tunggu... Administrasi - mahasiswa

langkah kaki

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hegemoni sang Provokator

28 Maret 2019   15:02 Diperbarui: 2 April 2019   13:27 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lambat laun kaki yang berjalan dan alat pikir yang terus berkerja menyadari adanya kelucuan-kelucuan yang terjadi dilingkungannya. Sedikit memutar-mutar cerita, beberapa waktu yang lalu ada  histori yang pasti membekas dalam ingatan beberapa orang yang saat itu sedang bergelora semangatnya untuk berjuang seperti tubuh yang bertamengkan anti pukulan yaitu perjuangan yang penuh dengan pukulan rasa dan tak terlihat lagi dimana akalnya. 

Dalam balutan histori itu ada beberapa bagian yang terlihat sangat menyeramkan bak taring yang bijaksana, segerombolan anak muda yang lantang menyerukan hingga gemetarrr badannya. Dengan tubuh yang gagah berani berteriak sambil mengangkat tangan dengan lantangnya bersumpah. Sumpah yang berisi anti kebohongan, anti penindasan dan penyeru keadilan. 

Ntah waktu itu apakah sadar dengan apa yang diucapkan atau hanya terbawa hegemoni dengan tampilan kewibawaan yang bermoral.Jika disadari, masih pantaskah kalimat tanpa toleransi itu dilantangkan jika melihat kondisi sehari-hari yang sistem pendidikan di bangku perkuliahan saja bisa di pelintir, kawan seperjuangan bisa dikhianati, kalimat kebenaran bisa disesuaikan dengan kondisi. 

Seolah-olah seruan sumpah waktu diteriakkan hanya terbawa hegemoni yang dilindungi oleh kebenaran. Kemudian cerita lainnya yang terlihat lucu seperti monyet menghina monyet dan akhirnya sesama monyet sama-sama terhina. Produk yang mengatas namakan kebenaran laku terjual dipasaran dan dibeli oleh konsumen yang membeli jajanan dengan bungkus yang lagi musim yaitu bungkus berlabel T_ _ _ . 

Ternyata hegemoni kebenaran itu dilirik dan dikomentari oleh orang-orang yang juga merasa benar. Dengan komentar justifikasi tak ada akalnya untuk orang orang yang terhegemoni oleh bungkus kebenaran  padahal komentator itu sedang terhegemoni oleh suasana.(sarkasme)Dari histori yang dilalui melihat bahwa kekuatan hegemoni didalam kelompok atau yang terkelompokkan sangat besar mempengaruhi nilai yang ada didalam diri seseorang. Kemudian membentuk karakter seseorang hingga akhirnya apapun yang dilakukan sering dikotak-kotakan orang lain dalam kelompok-kelompok.

img-20190328-150144-jpg-5c9c8145cc528302106c80f2.jpg
img-20190328-150144-jpg-5c9c8145cc528302106c80f2.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun